Salin Artikel

[POPULER NUSANTARA] Cerita Awal Mula Salah Transfer Rp 51 Juta | Kisah Ibu yang Dilaporkan Anaknya ke Polisi

KOMPAS.com - Kasus salah transfer sebesar Rp 51 juta yang dilakukan mantan pegawai Bank Central Asia (BCA) ke salah satu nasabahnya menjadi perhatian masyarakat.

Si pentransfer, Nur Chuzaimah, menceritakan awal mula kejadian tersebut hingga akhirnya naik ke pelaporan polisi.

Menurut Nur, hingga Agustus 2020, atau sekitar empat bulan setelah ia salah transfer, tidak ada kabar dari Ardi Pratama (nasabah) mengenai kejelasan duit Rp 51 juta itu.

Inilah yang membuat Nur melaporkan Ardi ke Polrestabes Surabaya.

Berita populer lainnya masih menyoal tentang pelaporan ke kepolisian. Kali ini, seorang ibu di Semarang, Meliana Widjaja (64), dilaporkan ke pihak berwajib oleh anak kandungnya.

Dalam kasus ini, Meliana dilaporkan oleh J (39) atas dugaan pemalsuan dokumen.

Meliana yang merasa ketakutan atas teror yang dilakukan J menumpahkan perasaannya.

Dia menyebut teror ini sudah dilakukan J selama bertahun-tahun sejak ayahnya meninggal pada 2008.

Berikut adalah berita populer selengkapnya yang menjadi sorotan pembaca Kompas.com.

Kejadian salah transfer yang melibatkan mantan pegawai BCA dan seorang nasabah ini bermula pada 11 Maret 2020.

Waktu itu, Nur Chuzaimah salah memasukkan data nomor rekening. Uang sejumlah Rp 51 juta itu lari ke rekening Ardi Pratama.

Bersama temannya, Nur mengunjungi rumah Ardi untuk menyampaikan permasalahan tersebut.

Namun, Nur mengatakan Ardi ngotot mengaku tidak bersalah.

"Saat itu orangnya (Ardi) ngotot bahwa dia tidak bersalah, 'Bukan salah saya, saya kan tidak salah'," ucap Nur menirukan perkataan Ardi, saat ditemui wartawan di Surabaya, Kamis (4/3/2021).

Hingga Agustus 2020, setelah Nur pensiun, Ardi belum mengabari lagi soal kejelasan uang Rp 51 juta tersebut.

Akhirnya, Nur pun harus mengganti uang sejumlah itu ke pihak BCA.

DIa lalu memutuskan untuk melaporkan Ardi ke Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya.

Nur mengaku saat di kantor polisi dirinya difasilitasi untuk bermediasi dengan Ardi.

Di forum itu, Nur mengatakan Ardi sempat berjanji untuk mengembalikan uang tersebut dengan cara dicicil.

"Sempat muncul angka Rp 2 juta lalu Rp 3 juta, tapi itu cuma janji. Dia janji-janji terus," ujarnya.

Mediasi gagal. Nur lalu menyerahkan masalah ini ke polisi. Sejak saat itu, Nur tidak lagi menghubungi Ardi.

Kuasa hukum Nur, Sudiman Sidabukke, menjelaskan selama persidangan berlangsung, mereka tetap membuka komunikasi untuk meringankan hukuman terdakwa.

Dalam kasus tersebut, Ardi didakwa Pasal 85 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan Pasal 327 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penggelapan.

Meliana Widjaja (64) tak kuasa menahan emosi saat menyampaikan kasus yang menjeratnya.

"Anak ini sering meneror saya bertahun-tahun. Sejak papanya enggak ada suka bentak-bentak. Pakaian dilempar ke lantai. Bahkan menyebar beling di kamar saya," tutur dia.

“Saya ketakutan. Saya mengandung dia selama sembilan bulan tidak pernah minta balasan," ujarnya lirih.

Meliana adalah seorang ibu asal Semarang, Jawa Tengah. Ia dilaporkan oleh anak kandungnya gara-gara warisan.

Sikap anaknya, J, disebut berulah semenjak ayahnya meninggal pada 2008. Saat menikah, J semakin keras.

"Dia (J) memaksa minta warisan kepada saya, padahal saya masih hidup kok. Itu anak durhaka," kata Meliana.

Dari ketiga anaknya, Meliana paling menyayangi J. Buktinya, si anak bungsu disekolahkan hingga ke Australia dan dibelikan mobil.

Oleh J, Meliana dilaporkan atas dugaan pemalsuan dokumen.

Kuasa hukum Meliana, Dedy Gunawan, menjelaskan kasus menyangkut soal tanah seluas 220 meter persegi dan 221 meter persegi.

“Ketika kami mencoba memediasikan, Ibu Meliana menolak karena masih hidup. Kalau memang mau ya ini kami berikan sertifikat, hak dia senilai Rp 1 miliar. Itu yang akan diberikan kepada J. Namun, J tidak ada tanggapan dan cenderung menantang bagaimana proses ini dilanjutkan sampai ke peradilan," tegasnya.

Dedy berharap agar permasalahan ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan.

Sebuah kampung mati menjadi obrolan di media sosial.

Kampung mati tersebut berada di Dusun Krajan I, Dukuh Sumbulan, Desa Plalang, Kecamatan Jenangan, Ponorogo. Kampung itu ditinggalkan oleh seluruh warganya.

Kampung itu awalnya dihuni oleh 30 kepala keluarga.

Namun, semenjak lima tahun terakhir, para penghuninya berpindah ke lokasi baru.

Salah seorang warga yang pernah menempati kampung itu, Sumarno, menjelaskan alasan utama para warga meninggalkan kampung Sumbulan adalah sulitnya akses jalan.

Dulu, di tahun 1850, kampung tersebut menjadi tempat orang-orang mendalami ilmu agama.

Di masa itu, terdapat sebuah pondok pesantren yang didirikan oleh Nyai Murtadho, anak ulama dari Demak.

Sumarno menceritakan pondok pesantren itu menarik perhatian orang-orang desa setempat, bahkan hingga di luar Ponorogo.

Akan tetapi, semenjak Nyai Murtadho wafat, kampung itu menjadi sepi.

Kepala Desa Plalangan Ipin Herdianto menerangkan sejak lima tahun terakhir kampung ini tak lagi berpenghuni.

Sebelum benar-benar ditinggalkan, kampung ini sempat dihuni oleh ada dua kepala keluarga.

“Dahulu masih ada dua kepala keluarga. Tetapi, empat atau lima tahun lalu sudah tidak lagi yang tinggal di lingkungan tersebut,” jelas Ipin, yang dihubungi Kompas.com, Kamis (4/3/2021).

Ipin mengungkapkan para warga memilih pindah karena mengikuti keluarganya ke lokasi lain.

Ia juga membantah kepindahan para warga dikaitkan dengan hal mistis.

Meski sempat tampil ke publik saat menghadiri sebuah acara, perseteruan antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tegal, Dedy Yon Supriyono-Jumadi, belum berakhir.

Dedy masih enggan mancabut laporan ke polisi dan kukuh melanjutkan proses hukum.

Hal ini bikin Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo geleng-geleng kepala.

Saat mempertemukan mereka di Puri Gedeh, Semarang, pada Minggu (28/2/2021), keduanya telah menyepakati berdamai.

Dedy pun mengiyakan saran Ganjar untuk mencabut laporan atas Jumadi.

"Sebenarnya enggak usah gugat-gugatan wong di sini waktu saya ajak bicara dan carilah yang terbaik. Mereka sepakat, silakan rapat gitu. Jadi saya minta mereka gitu. Mereka mantuk-mantuk (mengangguk) semua," papar Ganjar saat ditemui di rumah dinasnya, Kamis (4/3/2021).

Di dalam pertemuan itu Dedy dan Jumadi saling bercanda dan terlihat akur. Inilah yang membuat Ganjar mempertanyakan apa sebenarnya permasalahan yang terjadi.

“Maka, saya senang betul waktu datang ke kami malam itu. Memang mereka, 'Iya, Pak. Iya, Pak' gitu. Dan enggak ada suasana tegang itu enggak ada. Antara wakil dan wali kota itu baik-baik betul. Gojekan (bercandaan) juga di sini (rumah dinas). Jadi kalau saya lihat dari gesture, body language-nya. Sebenarnya iki opo to masalahe?" tuturnya.

Ganjar berharap agar permasalahan ini segera selesai.

"Mudah-mudahan cepat selesailah, harus ada yang mengalah. Kalau sudah saya kasih gitu ya mudah-mudahan bisa (selesai), saya sih yakin bisa," kata dia.

Seorang perempuan di Bandung harus berurusan dengan Polisi Militer dan Kepolisian RI (Polri) karena memakai pelat nomor TNI pada mobilnya.

Kejadian ini bermula saat wanita tersebut menunjukkan pelat nomor yang terpasang di mobil Toyota Camry. Pelat dinas tersebut tampak seperti pelat milik TNI.

Ia merekamnya dalam sebuah video. Video itu kemudian viral di media sosial.

Dari kasus tersebut, Kepala Bidang Penerangan Umum (Kabidpenum) Puspen TNI Kolonel Laut (KH), Edys Riyanto mengatakan pelaku telah ditangkap.

"Sekitar pukul 23.30 WIB, Puspom TNI dan anggota Lidpam Pomdam III/Siliwangi, serta Lidpam Denpom III/5 Bandung, beserta Satlak Gakkum Wal Denpom III, telah mengamankan kendaraan sipil beserta dengan pelaku yang menggunakan plat nomor dinas TNI," papar Edys dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/3/2021).

Setelah diselidiki, pelat tersebut ternyata tidak teregistrasi alias bodong.

Komandan Detasemen Polisi Militer (Denpom) III/5 Bandung Letkol TNI Pamungkas menyatakan telah memeriksa wanita tersebut.

Pelat itu dibeli seharga Rp 1,5 juta.
"Dia beli Rp 1,5 juta dari AN, sedang kita cari. Katanya hanya untuk gaya-gayaan," tutur Pamungkas di Markas Denpom III/5 Bandung, Kamis (4/3/2021).

Dari pemeriksaan, untuk sementara ini tidak ada anggota TNI yang terlibat dalam kasus tersebut.

TNI telah melimpahkan kasus beserta barang bukti kepada Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung

Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polrestabes Bandung AKBP Adanan Mangopang membenarkan pihaknya menangani kasus tersebut.

"Kasusnya beserta barang bukti dilimpahkan ke Polrestabes," ucapnya.

Sumber: Kompas.com (Editor: David Oliver Purba, Pythag Kurniati, Rachmawati)

https://regional.kompas.com/read/2021/03/06/070000678/-populer-nusantara-cerita-awal-mula-salah-transfer-rp-51-juta-kisah-ibu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke