Salin Artikel

Bukan karena Mistis, Ini Penyebab Satu Kampung di Ponorogo Ditinggalkan Semua Warganya

KOMPAS.com - Suasana sepi terasa menggelayuti Kampung Sumbulan. Tak ada siapa pun di sana.

Di areal seluas tiga hektar itu tampak empat bangunan rumah permanen yang masih layak huni. Namun, tiada aktivitas di tempat itu.

Kampung yang berada di Dusun Krajan I, Dukuh Sumbulan, Desa Plalang, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, ini ditinggalkan oleh para warganya.

Kondisi ini sangat kontras jika dibandingkan bertahun-tahun lalu sewaktu masih dihuni oleh sekitar 30 kepala keluarga.

Dulu, kampung itu ramai didatangi warga Desa Plalang yang ingin menimba ilmu agama.

Perlahan-lahan, kampung itu mulai ditinggalkan penghuninya.

Mereka memilih pindah ke lokasi lain.

Sejak lima tahun lalu, Sumbulan benar-benar menjadi kampung mati.

Kepala Desa Plalangan Ipin Herdianto mengatakan, di tahun-tahun terakhirnya, kampung itu ditempati dua kepala keluarga.

“Dahulu masih ada dua kepala keluarga. Tetapi, empat atau lima tahun lalu sudah tidak lagi yang tinggal di lingkungan tersebut,” jelas Ipin saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/3/2021).

Ipin menerangkan, para warga meninggalkan Sumbulan karena kampung itu sepi.

Dia membantah jika kepindahan warga dikaitkan dengan faktor mistis.

"Dulunya banyak penghuninya. Karena tempatnya tidak ramai, ada yang sudah nikah ikut pasangannya. Kemudian, yang punya anak ikut anaknya," ucap Ipin.

Hal tersebut dibenarkan oleh Sumarno. Dia adalah mantan penghuni kampung itu.

Sumarno menyebutkan, penyebab terbanyak pindahnya warga Kampung Sumbulan karena sulitnya akses jalan.

Ia bercerita, di kampung tersebut dulunya pernah berdiri sebuah pondok pensantren.

"Pondok itu didirikan sekitar tahun 1850-an oleh Nyai Murtadho," paparnya.

Nyai Murtadho adalah anak seorang ulama dari Demak.

Pondok pesantren itu dikunjungi oleh banyak warga untuk belajar agama. Tak hanya masyarakat sekitar, warga dari luar daerah pun menuntut ilmu agama di situ.

Akan tetapi, selepas Nyai Murtadho dan keluarganya wafat, pondok pesantren itu kian sepi pengunjung.

Selain menyisakan beberapa bangunan rumah, kampung mati tersebut juga terdapat mushala.

Berbeda dari rumah-rumah warga, mushala itu masih aktif.

Mushala itu kerap dipakai warga untuk menunaikan salat dzuhur dan ashar.

Warga yang memanfaatkan mushala itu rata-rata adalah para petani yang memiliki sawah di sekitar lingkungan itu.

“Mushala masih sering dipakai untuk beribadah, dan selalu dibersihkan setiap hari,” ujar Ipin.

Kepala Desa Plalangan Ipin Herdianto mengungkapkan, belum ada satu keluarga pun yang ingin kembali ke Kampung Sumbulan.

Penyebabnya adalah para mantan warga sudah mempunyai rumah sendiri di lokasi lain.

Namun, meski ditinggalkan, keluarga yang mempunyai aset tanah dan rumah sesekali datang ke kampung mati.

Mereka biasanya mengadakan acara peringatan hari wafatnya para pendahulu warga.

Meski telah menjadi kampung mati, tetapi para ahli waris pemilik tanah dan rumah menolak tawaran pengembang untuk menjadikan tempat tersebut sebagai kompleks perumahan.

"Namun, bila dibeli untuk pembangunan pesantren, ahli waris menerimanya," kata Ipin.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Solo, Muhlis Al Alawi | Editor: Robertus Belarminus)

https://regional.kompas.com/read/2021/03/05/145638578/bukan-karena-mistis-ini-penyebab-satu-kampung-di-ponorogo-ditinggalkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke