Salin Artikel

Mengintip Keindahan Telaga Madirda dan Cerita Cupu Manik Astagina

Siapa sangka, di balik keelokan telaga tersebut, tersimpan sebuah kisah memilukan yang hingga kini diyakini sebagai cerita terjadinya Telaga Madirda.

Dari Kota Solo, butuh waktu sekitar 45 menit hingga satu jam untuk menuju ke telaga tersebut.

Lantaran berada di kaki gunung, Telaga Madirda memiliki hawa sejuk.

Cerita rakyat perebutan Cupu Manik Astagina

Oleh masyarakat Ngargoyoso, Karanganyar, cerita tiga bersaudara berebut Cupu Manik Astagina diyakini pernah terjadi di tempat itu.

Salah seorang anggota Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kabupaten Karanganyar Kustawa Esye mengungkapkan, ada tiga orang bersaudara yakni Anjani, Guwarsi dan Guwarso.

Mereka ialah anak-anak dari Resi Gotama dan Dewi Indardi.

Suatu hari, tiga saudara itu berebut sebuah barang pusaka milik sang ibu yakni Cupu Manik Astagina.

Konon, benda itu dapat memancarkan keindahan jagat raya.

"Ketiganya sebenarnya terlahir sebagai manusia biasa. Suatu ketika mereka bertiga berebut cupu manik astagina, semacam penyimpan barang pusaka atau perhiasan milik ibunya," kata Kustawa.

Ia menanyakan dari mana benda tersebut berasal.

Sang istri hanya diam karena benda itu ialah pemberian dari Dewa Surya.

Resi Gotama yang menyimpulkan istrinya berselingkuh marah besar dan mengutuk sang istri menjadi batu.

"Saking marahnya Resi Gotama juga membuang Cupu Manik Astagina hingga menjadi tanah cekung yang berubah menjadi telaga, yang kini dipercaya sebagai Telaga Madirda" kata dia.

Tetapi, tiga bersaudara itu masih berambisi menemukan Cupu Manik Astagina hingga dua di antaranya yakni Guwarsi dan Guwarso masuk ke telaga.

"Namun, ketika keluar mereka berubah menjadi kera, Subali dan Sugriwa," tuturnya.

Cerita ini, imbuh Kustawa, sebenarnya memiliki hubungan dengan sebuah kisah epos Ramayana.

Namun, warga sekitar meyakini, perebutan Cupu Manik Astagina memang terjadi di telaga tersebut.

Di antaranya, dilakukan setelah musim panen raya dan menjelang bulan puasa.

Dalam kegiatan tersebut, masyarakat menggelar kenduri bersama dan doa-doa.

"Ada hal unik yang masih dipertahankan dari ritual bersih desa dan sadranan tersebut. Yakni air yang digunakan untuk memasak makanan itu diambilkan dari air Telaga Madirda," kata dia.

Selain itu, para wanita yang memasak diharuskan dalam keadaan suci.

"Mereka juga tidak boleh mencicipi makanan ketika tengah memasak," tutur dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/02/21/08000091/mengintip-keindahan-telaga-madirda-dan-cerita-cupu-manik-astagina

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke