Salin Artikel

Kisah Pilu Santi Marisa, Gadai Ponsel karena Tak Bisa Makan, Nekat ke Kantor DPRD Minta Bantuan

SURABAYA, KOMPAS.com - Santi Marisa tak tahu mesti berbuat apa lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Perempuan berusia 33 tahun ini hidup dalam nestapa. Tak ada harta berharga yang bisa dijual untuk mencukupi kehidupan keluarga.

Warga yang tinggal di Jalan Gresikan, Pacar Kembang, Kecamatan Tambaksari, Surabaya, ini memiliki dua anak belia.

Keduanya adalah NAA (5) dan CAA (8). NAA saat ini mengenyam pendidikan taman kanak-kanak (TK) dan CAA di jenjang sekolah dasar (SD).

Sedangkan suaminya, Ahmad Toha Muarif (35), seorang kuli bangunan yang memiliki penghasilan tidak menentu.

Kondisi keluarga Santi semakin buruk setelah sang suami mengalami kecelakaan beberapa bulan lalu.

Singkat cerita, saat itu suami Santi melihat burung lovebird di sekitar rumahnya. Ahmad akhirnya memanjat ke atas rumah untuk menangkap burung tersebut.

Nahas, Ahmad justru tersengat listrik dan ia pun terjatuh dari atap rumah. Selain tersetrum, kepalanya juga bocor, serta tangan dan kakinya terbakar.

"Selama tiga bulan ini (suami) enggak bekerja sama sekali," kata Santi, kepada Kompas.com saat dihubungi melalui telepon, Kamis (18/2/2021).

Masalah demi masalah selalu menghantam keluarga Santi.

Ia bahkan terpaksa menggadaikan ponsel yang biasa digunakan CAA untuk sekolah dalam jaringan (daring).

Ponsel satu-satunya itu ia gadaikan seharga Rp 350.000. Ia terpaksa menggadaikan ponsel tersebut karena sudah bingung dan tak ada yang bisa dimakan.

Sebulan kemudian, guru SDN menanyakan alasan anaknya tidak pernah mengerjakan tugas dari sekolah. Ia merasa malu dan kasihan kepada anaknya karena ponselnya digadaikan.

"Saya sedih dan malu karena HP-nya saya gadaikan dan belum mampu saya tebus," ujar Santi.


Mengadu ke wakil rakyat

Ia pun akhirnya nekat mencari bantuan. Pekan laku, Santi sempat mengunjungi rumah Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya Baktiono.

Kebetulan, rumah Baktiono yang berada di Jalan Rangkah, tak jauh dari tempat tinggal Santi.

"Saya awalnya ke Pak Baktiono. Kan itu dekat rumah saya di Jalan Rangkah. Saya bilang ke Pak Baktiono, saya mau minta bantuan buat anak sekolah daring. Soalnya HP saya enggak ada, tak gadaikan," kata Santi.

Saat itu, Santi disarankan agar langsung mendatangi DPRD Kota Surabaya dan menemui koleganya di Fraksi PDI-P.

Santi juga diminta membawa Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Akhirnya, pada Senin (15/2/2021), ia ditemui staf ahli fraksi PDI-P di kantor DPRD Kota Surabaya.

"Di sana saya dikasih makan dibantu juga nebus HP saya," ujar Santi.

CAA, anak Santi juga dijanjikan akan diberi sejumlah buku untuk menunjang pendidikannya.

Namun, sampai saat ini belum jelas apakah Santi akan mendapat bantuan atau tidak.

"Nanti masalah-masalah seperti buku, kalau kita enggak bisa beli juga bisa dibantu katanya. Jadi, anak saya ini masih belum tahu dapat bantuan mitra warga atau apa," kata dia.


Berharap dapat bantuan

Setelah kunjungannya ke Kantor DPRD Surabaya, beberapa orang dari Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari, datang ke rumah Santi.

Santi mengaku, ia tidak pernah mendapat bantuan sosial dari pemerintah. Saat pandemi, barulah ia tercatat sebagai masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan dapat bantuan sosial tunai (BST) Rp 300.000 per bulan.

"Itu pun enggak cukup, habis buat makan saja. Saya beli beras saja cuma Rp 5.000 dan itu dimakan untuk sehari," kata Santi.

Ia berharap bisa mendapat bantuan sosial yang diberikan rutin setiap bulan, seperti program keluarga harapan (PKH).

Santi mengaku pernah mengajukan agar dapat bantuan PKH, namun saat itu kuotanya sudah habis.

"Katanya nunggu orang meninggal dulu baru kita masuk. Lha, masak kita minta bantuan PKH saja masih harus nunggu orang meninggal? Sedangkan saya kalau lihat orang-orang yang dapat PKH itu hati saya nelangsa," kata Santi.

Santi sedih karena merasa yang mendapat bantuan justru lebih mampu darinya. Bahkan, mereka yang dapat bantuan bisa bangun rumah sendiri.

"Tapi, kenapa kok mereka dapat bantuan semua, padahal lebih susah saya. Saya sampai heran. Kalau saya bekerja enggak bakalan saya minta-minta kayak begini, saya atasi sendiri," ujar Santi.

"Sekarang saya enggak kerja, saya harus minta ke mana, ke tetangga enggak mungkin. Kita bilang ke RT-RW, misalnya, 'Pak, saya minta bantuan buat sekolah,' Tapi enggak mungkin pak RT bisa nebuskan HP. Makanya saya langsung ke Pak Baktiono soalnya saya dengar Pak Baktiono ini membantu orang kayak saya gini," kata dia.

Ingin diberi pekerjaan

Ia menegaskan bahwa dirinya memang tidak mampu dan layak mendapat bantuan.

Saat beberapa pejabat kelurahan datang ke rumahnya, Santi mengaku pejabat kelurahan kaget melihat kondisi rumahnya.

Di rumahnya tak ada kamar mandi. Selama ini ia numpang kamar mandi di rumah mertua.

"Jadi kelurahan sudah tahu faktanya. Soalnya saya kalau ngomong seadanya, enggak saya tambahain dan kurangin. saya cuma ingin anak saya bisa daring sama bantuan PKH," kata dia.

Di sisi lain, Santi berharap Pemerintah Kota Surabaya bisa memberikannya pekerjaan. Sehingga ia tidak lagi mengemis dan meminta-minta bantuan.


Ia berjanji ketika mendapat pekerjaan kelak dan kebutuhannya tercukupi, ia mengaku tidak lagi mengharapkan bantuan sosial dari pemerintah.

"Saya juga minta bantuan supaya saya dapat pekerjaan, biar saya ini enggak minta-minta seperti di DPRD kemarin," kata dia.

"Saya malu dan daripada saya minta-minta gini mending dicarikan kerja. Kalau saya sudah dapat kerja, langsung saya minta dicabut (bantuan sosial) dan dikasihkan ke orang lain," imbuh dia.

"Berhubung saya mepet, enggak ada lagi yang saya gadaikan, makanya saya sampai minta-minta kayak gini," ujar dia.

Membantu Santi

Tenaga ahli Fraksi PDIP Ahmad Hidayat yang sempat menemui Santi di DPRD Kota Surabaya mengaku telah memberikan bantuan uang Rp 400.000 untuk menebus HP.

Kebetulan HP tersebut digadaikan di salah satu koperasi simpan pinjam.

"Akhirnya kami tebus sesuai biaya yang dibutuhkan itu. Kita berikan Rp 400.000 karena biasanya ada bunga dan lain-lain," ujar dia.

Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya Baktiono mengaku Fraksi PDI-P DPRD Kota Surabaya sudah berkirim surat ke Pemkot Surabaya terkait kondisi warganya yang membutuhkan bantuan.


"Intervensinya apa? Banyak. Itu kan ditemukan warga tidak mampu. Termasuk yang di bidang sosial harus turun. Orangtua tidak bekerja, harus dibantu, ada PKH, ada MBR," ujar Baktiono.

Selain itu, rehabilitasi sosial perlu dilakukan. Apabila kondisi rumahnya kurang layak untuk ditempati, untuk sementara dialihkan ke rumah susun.

Selain itu, ia juga akan mencarikan pekerjaan kepada warganya itu.

"Carikan pekerjaan. Orangtua perempuannya karena punya anak dua, diberikan keterampilan. Misalnya membuat makanan, menjahit dan lain-lain. Nanti makanannya dibeli oleh pemerintah kota," ujar dia.

Informasi seperti ini, kata dia, harus segera ditindaklanjuti dan diberi intervensi agar warga tersebut bisa memperbaiki kondisi ekonominya.

"Langkah konkret dari kami seperti itu. Kami sudah bersurat, tinggal menunggu tindaklanjut dari pemerintah kota," ujar Baktiono.

https://regional.kompas.com/read/2021/02/18/14535711/kisah-pilu-santi-marisa-gadai-ponsel-karena-tak-bisa-makan-nekat-ke-kantor

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke