Salin Artikel

Kasus "Jagal" Kucing di Medan, Animal Defenders Indonesia: Banyak Kucing Ditangkap, Dimakan, tapi Polisi Kurang Saksi

Pada Selasa (2/2/2021) siang, mereka tiba dari Jakarta dan menjadi kuasa hukum bagi pemilik kucing Tayo, Sonia Rizki. 

Ketua Animal Defenders Indonesia, Doni Herdaru mengatakannya ketika ditemui di Mapolsek Medan Area pada Selasa siang.

"Kedatangan kami sebagai kuasa hukum bagi mbak Sonia, pejuang hak hidup hewan (dan sebagai) saksi ahli dan memberikan masukan kepada kepolisian apa saja yang bisa dilakukan forensik mau gimana, kemana dan di mana," katanya. 

Upaya tangkap pelaku terganjal pembuktian

Dijelaskannya, pihaknya memiliki komitmen yang sama dengan pihak kepolisian untuk menuntaskan kasus tersebut.

Menurutnya, kasus kucing bernama Tayo milik Sonia penting untuk diadvokasi karena menjadi titik kulminasi di mana dalam kasus seperti ini, selama ini terganjal dengan pembuktian. 

"Kenapa penting diadvokasi, buat saya kejadian Tayo ini adalah titik kulminasi, di mana pembuktian yang selau terganjal dan kita tidak berhasil membawa hingga keputusan ikrah. Selalu terganjal hal-hal yang sifatnya pembuktian. Kali ini pembuktiannya bisa lengkap, saksi lengkap, baru tadi malam saksi kunci ditemukan," katanya. 

Polisi kurang saksi, padahal penangkapan kucing sering terjadi

Menurut Doni, sebelumnya polisi menyatakan kurang saksi. Namun berkat kerja keras kepolisian, akhirnya bisa menemukan saksi kunci.

"Itu lah bukti komitmen polisi untuk menyelesaikan kasus ini. ini yang sangtat kami paresiasi. Sangat jarang kami temui. Polsek Medan Area memberikan effort penuh, mereka menunggu saksi yang lihat teror kepada sonia untuk segera proses langsung, tidak menunggu lama," katanya. 

Dikatakannya, sebenarnya kasus kucing ditangkap lalu dimakan sudah sering terjadi. Pihaknya belum memiliki catatan berapa jumlah anjing yang menjadi korban.

"Bisa dibayangkan kalau minimal sehari, dia kan jualnya 1 kg Rp 70.000. Untuk 1 kg daging kucing yang dihilangkan kepala dan dan isi perutnya, 1 kucing beratntya paling banyak 300 gram. Maka untuk 1 kg butuh 3,5 ekor," katanya.


"Jagal" kucing punya usaha katering

Dia kemudian mengkalkulasi, jika sehari untuk mendapatkan 1 kg dibutuhkan 3,5 ekor kuring, maka dalam sebulan dia bisa menjagal hampir 100 ekor. Dalam sehatun, lanjutnya, ada 1.200 ekor yang dijagal.

"Jika 15 tahun, silakan hitung. Berapa banyak potensi penularan penyakit yang ditimbulkan pada lingkungan," katanya.

Namun, berdasarkan informasi yang dimiliki, di tempat 'jagal' kucing tersebut juga memiliki usaha katering.

"Informasi tambahan, rumah terlapor adalah katering. Buat apa dagingnya. Apakah dagingnya dibuat untuk masakannya. Walaupun jadi bola liar di pikiran kita. Kita bisa saja duga hal itu terjadi. Dengan penegakan hukum, maka yang dilindungi adalah masyarakat," katanya.

Awas rabies

Menurutnya, sudah semestinya masyarakat mendapatkan asupan daging yang aman dari katering dan dapat diyakini berasal dari sumber pasar yang jelas, bukan dari pasar gelap.

Daging kucing, lanjut dia, sebenarnya tidak lebih populer dibandingkan daging anjing. Dan konsumsi daging anjing lebih banyak lagi terhadap anjing karena umumnya orang lebih permisif. 

Namun harus diingat, lanjut dia, kucing dan anjing bukan bahan pangan. Menurutnya, barang siapa mengedarkannya, itu melanggar aturan dan wajib dihukum. Apalagi hewan curian.

Di Jakarta misalnya. Suplai daging anjing berupa anjing hidup dan membahayakan karena didatangkan dari daerah endemik rabies. 

"Kenapa kita biarkan anjing itu datang semua. Medan belum bebas dari rabies dan kebiasaan masyarakat di sini masih makan anjing, oke itu kita urus nanti," katanya.

https://regional.kompas.com/read/2021/02/03/07253631/kasus-jagal-kucing-di-medan-animal-defenders-indonesia-banyak-kucing

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke