Salin Artikel

Kisah Tukang Pijat Keliling di Yogya, Kayuh Sepeda Puluhan Km hingga Bayar Seikhlasnya

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Uud Harahap adalah seorang tukang pijat keliling.

Dengan menggunakan sepeda kumbang, dia berkeliling kota Yogyakarta dan sekitarnya. Panas terik matahari tidak dipedulikan.

Nafasnya masih terengah-engah saat mengambil nasi gratis di sekitaran taman parkir Abu Bakar Ali.

Di bagian depan dan belakang sepedanya ia pasang sebuah pelat besi yang bertulisan tukang pijat keliling bayar seikhlasnya.

Di bagian belakang sepeda tepatnya di bagian tempat membonceng ia selipkan beberapa botol minuman dengan dibungkus plastik berwarna putih.

Ia keliling ke berbagai daerah di Yogyakarta seperti di sekitaran Condong Catur, Jalan Magelang, Giwangan, dan Sekitar Kota Yogyakarta. jarak beberapa daerah tersebut berjauhan, seperti dari Giwangan ke Condongcatur yang berjarak kurang lebih 10 kilometer.

Setiap harinya dia mulai berkeliling sejak pukul 6 pagi hingga 12 siang, setelah itu dia beristirahat di pinggir jalan mencari tempat yang teduh. Setelah itu, ia lanjut lagi hingga sore kadang malam hari.

Saat ditemui, Uud habis memijat seorang dokter yang kecapekan karena telah melakukan operasi.

“Saya habis memijat dokter dia habis operasi kecapekan lalu saya dipanggil dan memijat di RS PKU Muhammadiyah,” katanya, Senin (16/11/2020).


Pria berusia 48 itu mulai belajar memijat sejak berumur 15 tahun. Dia memilih pijat bukan tanpa alasan. Menurutnya, pekerjaan tukang pijat dapat dilakukan hingga masa tua jika dibanding sebagai seorang penjahit.

Sebab, menjahit dibutuhkan kejelian mata yang tinggi.

“Ya kalau sudah tua kan pasti susah untuk memasukkan benang ke jarum karena mata kan pasti menurun kemampuannya. Sedangkan kalau memijat kan tidak,” katanya sembari menusuk sedotan ke gelas air mineral.

Berbeda dengan tukang pijat lainnya yang mematok harga setiap kali memijat, Uud tidak mematok bayaran. Berapa pun bayaran yang diberikan akan diterima dengan senang hati.

“Rp 30 ribu mau, Rp 40 ribu mau. ya disyukuri berapapun dapatnya yang penting saya bisa tetap makan. Tiap hari saya bisa memijat 3-4 orang, karena kalau dipaksakan tidak baik,” kata pria dengan dua orang anak itu.

Uniknya ia tidak memiliki ponsel selama berprofesi sebagai tukang pijat keliling.

Jika berminat menggunakan jasanya, pelanggan harus bertemu langsung di jalanan untuk membuat janji.

“Kalau saya pakai HP lalu saat mijat ada yang telepon dan tidak saya angkat kok kesannya sombong jadi mending enggak usah pakai HP,” katanya.

Kedua anak dan istrinya tinggal di Kota Solo. Sehari-hari, sang istri bekerja berjualan sayur. Satu bulan sekali ia sempatkan pulang ke Solo.

Uud pulang ke Solo dengan menggunakan sepeda untanya yang setiap hari dia gunakan untuk keliling.

“Saya rumahnya di Tawangmangu, karena jalan menanjak sepeda saya naiki dari Yogya ke Solo lalu sampai Solo sepeda saya titipkan ke terminal dan saya lanjut naik bus,” ujar dia.

Waktu tempuh yang yang ia lalui dari Yogyakarta ke Solo dengan menggunakan sepedanya 4 jam. Dia berangkat pukul 4 pagi setelah Subuh dan sampai ke rumahnya di Tawangmangu pukul 8 pagi.

https://regional.kompas.com/read/2020/11/18/06000061/kisah-tukang-pijat-keliling-di-yogya-kayuh-sepeda-puluhan-km-hingga-bayar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke