Salin Artikel

Frustrasi Dipecat Saat Pandemi, Pasutri Ini Jual Keripik Batang Pisang, Omzetnya Rp 30 Juta Sebulan

Robi tak habis pikir dipecat saat pandemi Covid-19. Apa lagi, sebulan lagi Robi hendak menikahi idaman hatinya, Niswatul Khoiroh.

Pria itu berusaha membuat lamaran pekerjaan. Namun, tak ada perusahaan yang menerimanya.

Meski gagal mendapat pekerjaan baru, Robi tetap menikahi Niswatul.

“Saya tetap menikah meski saat itu saya masih menganggur. Pernikahan itu tetap harus terlaksana karena sudah direncanakan meski saya tidak besok mau kerja apa,” kata Robi kepada Kompas.com pekan lalu.

Robi sedikit lebih lega, istrinya mendapatkan pekerjaan sebagai admin salah satu toko online di Kabupaten Magetan.

Tetapi, hal itu hanya berlangsung sebulan. Niswatul juga terkena PHK. Toko online itu terpaksa mengurangi karyawan karena pesanan menurun.

Jualan pentol

Tak mau menyerah, Robi mencoba berjualan pentol bakso keliling. Bermodal Rp 1,5 juta, Robi membeli gerobak dan bahan-bahan membuat pentol bakso.

Usaha itu hanya sepekan dijalaninya. Sebab, Robi selalu merugi.

“Saya berjualan pentol sekitar seminggu saja. Saat itu pembeli sangat sepi sekali. Sehari saya hanya mendapatkan uang Rp 50.000 hingga Rp 100.00. Bila dihitung untuk modal produksi pentol baksonya saja tidak cukup,” ungkap Robi.

Ia sering membuang pentol bakso yang tak laku. Hal itu membuat Robi memilih berhenti berjualan pentol bakso keliling.

Kondisi itu membuat ekonomi pasangan suami istri baru ini makin terhimpit. Mereka terpaksa menjual perabotan rumah tangga, seperti kipas angin, kompor gas, dan ponsel.

“Saat itu pemasukan tidak ada. Terpaksa barang-barang yang ada di rumah dijual saya jual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.


Angin segar datang pada September 2020. Robi mendapat informasi tentang pelatihan wirausaha yang diselenggarakan Dinas Pertanian Bojonegoro.

Ia mengikuti pelatihan itu untuk mencari pengalaman dan peluang berwirausaha.

“Ibu saya memang tinggal di Bojonegoro. Belia memberikan informasi ada pelatihan. Saya pun mengikuti saran ibu. Siapa tahu ada peluang yang bisa diambil,” tutur Robi.

Dalam pelatihan itu, Robi dan istrinya dilatih membuat keripik dari bahan dasar batang pisang atau gedebok. Saat kembali ke Madiun, pasangan suami istri itu langsung mempraktikan ilmu yang didapat.

Awalnya, Robi memanfaatkan batang pisang yang tersedia di sekitar rumah. Percobaan pertama pasangan suami istri itu tak berhasil. Keripik dari batang pisang itu pahit.

Ia pun memutar otak dengan merendam irisan batang pisang dengan air garam. Hasilnya, rasa pahit itu hilang.

Namun, tingkat kerenyahan keripik buatannya berkurang. Setelah menemukan tepung yang pas, Robi berhasil membuat keripik batang pisang yang renyah dengan aneka rasa.

Disangka Gila

Setelah menemukan resep yang pas, pasangan muda itu memberanikan diri memproduksi keripik gedebok dalam jumlah besar pada awal Oktober 2020.

Camilan itu dijual dengan aneka rasa, seperti keju, balado, dan barbeku, bawang, dan original. Keripik itu dibungkus dalam kemasan 50 gram hingga satu kilogram.

Awalnya, Robi menitipkan produk itu di beberapa warung di Kota Madiun. Tetapi, sebagian besar pemilik warung menolak produk itu.


Mereka takut keripik gedebok pisang itu beracun dan membuat warga sakit perut. Bahkan, ada penjual yang menyangka pasangan itu gila karena nekat menjual keripik dari batang pisang.

“Ada yang menyangka kami sudah gila karena nekat menjual keripik berbahan gedebok pisang,” kata Robi.

Robi maklum dengan anggapan itu. Selama ini, batang pisang selalu dibuang oleh petani. Batang pisang hanya dimanfaatkan untuk pakan hewan.

Meski dianggap gila, pasangan itu tak patang semangat. Mereka tetap mempromosikan produknya yang diyakini bisa menurunkan kolesterol.

Belakangan, Robi juga menjual keripik batang pisang itu di media sosial Facebook dan Instagram dengan akun Master Kethebog.

Ternyata, warganet antusias membeli keripik buatan mereka. Banyak yang penasaran dan memesan produk itu. Toko oleh-oleh di Madiun, Caruban, dan Ponorogo, juga ikut memesan.

Pemesan keripik itu tak hanya dari Jawa Timur, produk itu juga dipesan sejumlah pekerja migran Indonesia di Hong Kong.

Robi mencatat sudah dua kali menerima pesanan dari Hongkong. Pesanan pertama sebanyak 50 kilogram dan pesanan kedua 100 kilogram.

“Mereka tertarik membeli setelah melihat informasi dari Facebook,” ujar Robi.

Kini, Robi bisa menjual keripik batang pisang dengan merek Master Kethebog itu sebanyak 15-20 kilogram dalam sehari.

Keripik itu dijual seharga Rp 70.000 per kilogram.


Dalam sebulan, keripik Master Kethebog bisa laku sebanyak setengah ton. Setidaknya, Robi dan Niswatul memiliki omzet sekitar Rp 30 juta dalam sebulan.

Pesanan yang makin meningkat menjadikan Robi dan istrinya tidak bisa bekerja sendiri. Mereka dibantu tiga karyawan.

Tak hanya itu, Robi kini harus keliling ke desa-desa mencari batang pisang dari warga karena pesanan semakin banyak. Sebab, tak semua jenis batang pisang yang bisa diolah menjadi keripik.

Ia biasa menggunakan batang pisang jenis kapok. 

“Kalau pisang jenis lain getahnya lebih banyak,” kata Robi.

Nantinya, Robi dan Niswatul ingin mengembangkan model makanan lain dengan bahan dasar batang pisang.

Robi merasa bahagia dan berterima kasih kepada ibu kandungnya. Sebab, usaha yang dimulai dengan modal Rp 300.000 itu telah berhasil.

“Alhamdulillah, saya sangat bersyukur. Dari kesulitan yang saya alami, ada jalan rezeki yang ditunjukan melalui usaha ini,” ungkap Robi.

Senada dengan Robi, Niswatul Khoiroh (istri Robi), mengatakan usaha produksi keripik batang pisang akhirnya menjadi jalan rezeki setelah melalui lika-liku cobaan sebelumnya. Apalagi di saat pandemi, banyak yang sulit mendapatkan pekerjaan.

https://regional.kompas.com/read/2020/11/10/16264121/frustrasi-dipecat-saat-pandemi-pasutri-ini-jual-keripik-batang-pisang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke