Salin Artikel

Kisah Sopir Truk Tangki Pertamina Kirim BBM, Hadapi Macet hingga Hal Mistis di Perjalanan

Mereka adalah Edi Wagianto dan Irfan Ade Sanjaya. Dua sopir baru tiba di SPBU untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM).

Mereka memiliki kontribusi besar dalam menyalurkan distribusi BBM, mulai dari bensin, solar, dan pertamax, di wilayah Tapalkuda.

Edi sudah bekerja sebagai sopir truk Pertamina selama empat tahun, sedangkan Irfan baru dua tahun.

Banyak kisah yang dialami selama mengantarkan BBM dari terminal BBM Banyuwangi ke SPBU di berbagai daerah, seperti Jember, Bondowoso, hingga Situbondo.

Kedua sopir tersebut selalu bergantian saat mengendarai truk tangki Pertamina. Edi Wagianto sebagai awak mobil tangki (AMT) satu selalu yang pertama mengendarai truk tangki tersebut.

Bila dalam perjalanan lelah, maka diganti oleh Irfan sebagai AMT dua.

“Sebelumnya, saya juga bekerja sebagai sopir mobil besar,” kata Edi Wagianto kepada Kompas.com saat ditemui di SPBU Ahmad Yani.

Mereka mengirim BBM selam enam hari dan libur pada hari ketiga.

Seorang sopir truk tangki, kata dia, harus memahami lokasi SPBU yang hendak dituju, khususnya di Jember, Bondowoso, dan Situbondo. 

Sebab, satu kali pengiriman, truk tangki minimal mendatangi dua SPBU.


Pria asal Banyuwangi itu sudah berada di kantor pengisian BBM sejak pukul 05.00 WIB. Setelah tangki terisi penuh dan tujuan ditentukan, dirinya berangkat dengan hati-hati.

Menurutnya, satu truk tangki berisi 240.000 liter BBM.

Di dalam perjalanan, banyak hal yang dihadapi kedua sopir tersebut. Mereka harus melewati jalur curam yang rawan kecelakaan, seperti di jalur Gumitir, Jember.

Jika perjalanan normal, perjalanan dari Banyuwangi menuju Jember bisa ditempuh dalam lima jam.

“Kadang kalau musim tebu sering macet, kadang satu malam menginap di Gumitir,” ungkap dia.

Hal itu terjadi jika tiba di jalur Gumitir saat Maghrib dan terjebak macet, sehingga perjalanan baru bisa dilanjutkan pada keesokan harinya.

Ketika macet, sopir akan menginformasikan kepada SBPU sehingga pelayanan bisa terus dilakukan.

Truk tangki, kata dia, melaju dengan kecepatan maksimal 60 kilometer per jam. Lebih dari itu, akan mendapat teguran hingga sanksi.

Bangga bisa melayani banyak orang

Sementara itu, Irfan Ade Sanjaya mengaku bergabung sebagai sopir truk tangki Pertamina pada 2018.


Ia bangga menjadi sopir truk tangki Pertamina karena bisa melayani banyak orang di berbagai daerah.

“Kalau kami berdua capek, istirahat di tempat khusus, terutama di SPBU,” ucap dia.

Menurut dia, ada sebagian SPBU menargetkan waktu untuk kedatangan. Saat itu, kelihaian para sopir dituntut dalam mengendarai truk.

Ketika terlambat, supir truk tangki akan mendapat teguran.

Selama mengaspal di jalanan, Irfan juga memiliki pengalaman mistis.

Irfan pernah merasa menabrak sesuatu di tengah Jalan Baluran Situbondo. Namun ketika truk berhenti, ternyata tidak ada apa-apa.

Begitu juga di jalur gumitir, kerap bertemu sosok mistis yang menakutinya pada malam hari.

“Saat begitu, kami selalu baca istighfar,”ujar dia.

Untuk itu, dia selalu waspada dan konsentrasi di perjalanan. Menurutnya, gangguan mistis itu yang paling berbahaya dan bisa menimbulkan kecelakaan.


Irfan berharap agar kinerjnya diperhatikan Pertamina. Sebab, risiko dan tanggung jawabnya besar.

Apa lagi ketika lebaran, dirinya tidak bersama keluarga karena harus mengirim BBM.

Kendati banyak rintangan dihadapi, namun kedua supir itu menjalani pekerjannya dengan loyalitas tinggi.

Mereka merasa bangga bisa melayani masyarakat. Meskipun tak banyak yang tau kisah perjuangan profesinya tersebut dalam melayani masyarakat.

https://regional.kompas.com/read/2020/10/13/06400081/kisah-sopir-truk-tangki-pertamina-kirim-bbm-hadapi-macet-hingga-hal-mistis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke