Salin Artikel

Bermodal Bibit Beringin, Edi Ingin Kembali Hidupkan Sumber Air di Gunungkidul

Rumah sederhana di Padukuhan Tanjung 1, Kalurahan Bleberan, terdapat puluhan batang pohon beringin yang beberapa bulan lagi akan ditanam.

Edi merupakan salah satu pemuda Gunungkidul yang peduli dengan konservasi air, dan mendirikan Komunitas Resan.

Komunitas yang menanam pohon beringin di sumber-sumber yang mulai mengering atau sudah mengering.

Mimpinya sederhana, agar wilayahnya kembali memiliki sumber air yang bisa dimanfaatkan warga.

"Komunitas Resan ini lahir karena keprihatinan melihat sumber air yang banyak mengering. Air itu bukan untuk main-main tetapi butuh penanganan yang serius dari semua pihak," ucap Edi ditemui di rumahnya Selasa (29/9/2020).

Resan bagi orang Jawa berarti penjaga mata air, dipilih nama itu karena pohon-pohon yang selama ini menjadi penjaga air sudah mulai ditebangi.

Ini tentunya berdampak pada mengeringnya sumber air yang seharusnya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitarnya.

Edi yang kesehariannya berprofesi sebagai pelukis, dan aktif di beberapa lembaga swadaya masyarakat ini kembali melanjutkan cerita.

Dia mengajak 13 komunitas lain untuk mengembalikan pohon beringin yang sudah mulai menghilang.

“Saya sudah menelusuri beberapa lokasi, sumber air banyak yang mengering, seperti di Mojosari (Kapanewon Playen), itu ada beberapa mata air mengering. Padahal menurut cerita warga awalnya airnya cukup besar,” ucap dia.

“Menggugah kembali masyarakat untuk menanam tidak bisa sendiri, harus mengajak masyarakat sekitar. Agar mau menjaga pohon yang ditanam,” ucap Edi.

Dia dibantu beberapa teman yang tergabung dalam komunitas ini mencari pohon beringin besar, kemudian dijadikan bibit baru untuk ditanam. 

Caranya dengan setek pohon, dan ditanam menggunakan polibag.  Butuh paling tidak setahun untuk menjadikan bibit beringin siap tanam.

“Agar bisa tumbuh dan berkembang dengan sendirinya butuh dua tahun, dan selama dua tahun itu perlu disiram. Untuk itu perlu menggandeng orang sekitar,” ucap Edi.

Sebanyak 13 komunitas dan pokdarwis yang digandengnya sudah mulai bertumbuh, berasal dari Kapanewon Playen, Gedangsari, Saptosari, Nglipar, dan Semin.

Saat ini ada ratusan pohon yang beberapa tahun akan ditanam. Sudah ada beberapa lokasi sumber mata air yang mulai ditanami pohon beringin.

“Akan ada dampaknya mungkin puluhan tahun ke depan, yang terpenting saat ini kita mulai bergerak selamatkan mata air,” ucap dia. 

“Saya terinspirasi mbah Sadiman asal Wonogiri yang mampu menghijaukan daerahnya, namun disini diubah menjadi berbasis komunitas,” ucap dia. 

Air Bisa Jadi Sumber Masalah Sosial 

Edi menceritakan, kawasan Gunungkidul sebenarnya banyak sumber air, tapi sudah tidak terawat.

Seperti di Kapanewon Nglipar, ada wilayah yang daerahnya memiliki 15 sumber air, tapi saat ini yang masih berfungsi dengan baik hanya lima sumber.

Lainnya sudah tidak mengalir karena beberapa faktor seperti gempa 2006 hingga kurang terawatnya konservasi di sekitarnya.

Saat ini masyarakat di sekitar sumber mulai bangkit dan ingin mengembalikan sumber mata air yang mati, dengan menanam pohon.

Edi menilai tidak mudah mengajak masyarakat untuk menanam beringin, karena terkadang lahan di sekitar sudah ditanami pakan ternak.

“Masalah air jika tidak diatasi sejak sekarang ke depan akan menjadi masalah sosial,” ucap Edi.

“Gunungkidul itu memiliki tiga karakter, yakni Batur agung sisi utara, Ledok tengah, dan pegunungan seribu, yang memiliki karakteristik sumber air berbeda. Pemerintah belum memiliki program jangka panjang untuk menyelesaikan persoalan kekurangan air,” sambungnya.


Komunitas ini dibuat agar mampu menumbuhkan ekonomi masyarakat. Salah satunya dengan mengajak orangtua asuh.

Caranya menjual secara online, nantinya jika ada yang mau membiayai pengembangan bibit akan dikembangkan untuk mengembangkan daerahnya. 

Selain itu, ada komunitas yang mengembangkan dengan tanaman buah, seperti di Kalurahan Getas, Kapanewon Playen.

Di sana pengembangan kebun buah dan pohon penampung air.  Saat ini komunitas itu membangun jaringan menggunakan media sosial.

“Sekarang musim pilkada, sudah banyak yang menghubungi saya untuk ikut membiayai. Namun saya tolak karena itu bisa memecah komunitas jika sudah uang yang dibicarakan,” ucap Edi sambil membetulkan rambut panjangnya. 

Sambil menikmati sejuknya udara karena mendung, Edi bercerita, komunitas ini masih dibiayai sendiri masing-masing anggota.

“Saya juga tidak anti diajak bekerja sama dengan pemerintah, tetapi belum saatnya. Saat ini biarkan masyarakat sadar terlebih dahulu untuk menjaga sumber airnya,” pungkas dia. 

Perwakilan LSM Jerami Gunungkidul Rino Caroko mengaku mendukung langkah Komunitas Resan Gunungkidul.

Sebab, Gunungkidul perlu perencanaan jangka panjang untuk menyelesaikan persoalan air di Gunungkidul.

https://regional.kompas.com/read/2020/09/30/08000351/bermodal-bibit-beringin-edi-ingin-kembali-hidupkan-sumber-air-di-gunungkidul

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke