Salin Artikel

Tangis Siti Anak Buruh Tani Pecah, di Tengah Keterbatasan Lulus Cum Laude dan Raih Beasiswa S2

“Orangtua nangis aja, soalnya ga nyangka. Kaya mimpi,” ujar perempuan asal Malangbong Garut ini saat dihubungi Kompas.com melalui telepon seluler belum lama ini.

Siti merupakan mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung. Ia lulus cum laude dengan IPK 3,75.

Karena prestasinya, ia langsung mendapatkan beasiswa S2 Manajemen Pendidikan Islam di kampus yang sama serta bantuan laptop untuk mendukung perkuliahannya.

Dengan suara terisak Siti menceritakan tentang orangtuanya. Ayahnya, Okib (65) merupakan buruh tani. Sedangkan ibunya, Cucu membuat gorengan yang dijajakan berkeliling.

Kedua orangtunya tidak lulus SD. Meski demikian, mereka tidak ingin anak-anaknya mengikuti jejak kedua orangtuanya.

Karena itulah mereka berjuang sekuat tenaga. Berbagai prinsip hidup ditanamkan agar anak-anaknya jujur dan berjuang keras.

“Abah sama Emak selalu bilang jangan pernah menyerah sama keadaan. Kesulitan bukan untuk menyerah, tapi menjadikan lebih kuat,” ucap Siti.

Wisuda ini seperti mimpi...

Siti mengingat bagaimana orangtuanya menangis bahagia saat diberi tahu ia lulus dan orangtua diminta hadir untuk menyaksikan prosesi wisuda.

“Abah sama Emak ga pernah kemana-mana. Mereka belum penah naik mobil. Itu teh (wisuda Siti) seperti mimpi,” tutur Siti sambil sesenggukan.

Bahkan saat Siti dan orangtuanya berhadapan dengan rektor, ketiganya bingung mau berbuat apa. Orangtuanya hanya menangis dan bersyukur atas pencapaian yang diraih Siti.

Saat melihat orangtuanya, dalam hati Siti bertekad kuat. Suatu hari nanti ia akan mewujudkan mimpi orangtua untuk umrah.

“Siti kuliah untuk emak dan abah. Cita-cita terbesar saya adalah pengen berangkatin orangtua umrah,” katanya terbata-bata.


Perjuangan keras

Siti mengaku yang membuatnya tegar dan kuat menjalani hari adalah orangtuanya. Walau tidak bisa memberi harta, orangtuanya selalu mendukung langkah dan mimpi Siti.

Keterbatasan ekonomi itu pula yang membuat orangtuanya tidak bisa membiayai Siti sejak SMA. Untuk keperluan sekolah, Siti dibantu sang kakak yang bekerja jadi tukang pangkas rambut di Bekasi.

Setelah lulus SMA, Siti bertekad melanjutkan kuliah ke UIN Bandung dengan harapan mendapat beasiswa Bidik Misi. Namun Siti gagal.

Tak ingin menyerah dia tetap berjuang. D awal, biaya kuliah (UKT) masih ditanggung sang kakak. Untuk biaya tugas dan lainnya ia menjadi guru private, bekerja di tempat foto copy hingga staf tata usaha.

Kesibukannya membuat Siti tidak pernah main, nongkrong dengan teman, ataupun ikut organisasi. Untuk berhemat, ia pun tidak pernah jajan.

Ia memanfaatkan keriping singkong yang diperoleh dari orangtuanya setiap bulan. Keripik tersebut menjadi lauk makanan Siti selama kuliah.

Suatu hari, teman di kelas mendekatinya. Ia bertanya kenapa Siti tidak pernah gabung bersama yang lain sepulang kuliah.

Bekerja di rumah makan

Setelah Siti bercerita, sang teman mengenalkan Siti pada pemilik Rumah Makan Sukahati. Di sana Siti bekerja setiap liburan panjang.

“Jadi ga pernah libur juga. Saya kalau libur ya bekerja di Sukahati. Buat saya ibu (pemilik Sukahati) udah kaya emak saya di Bandung),” tutur dia.

Siti biasanya mulai bekerja sehabis Subuh. Ia beres-beres dapur. Setelah beres, sekitar jam 7-8, ia menjadi pelayan di Sukahati hingga pukul 14.00 WIB. Jika kebagian shift malam, Siti akan bekerja dari jam 14-22, tentunya setelah memastikan dapur bersih.

Upah dari pekerjaannya ini berupa biaya kuliah dan uang jajan. Dari situlah Siti tidak meminta UKT kepada sang kakak. Walaupun kakaknya tetap tidak menikah sebelum dirinya lulus.

“Kakak bilang ga akan menikah sebelum saya lulus. Dan benar, kakak baru menikah setelah saya lulus,” ucap perempuan yang bercita-cita menjadi dosen tersebut.

https://regional.kompas.com/read/2020/09/07/10140481/tangis-siti-anak-buruh-tani-pecah-di-tengah-keterbatasan-lulus-cum-laude-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke