Salin Artikel

"Pak Ganjar, Saya Ingin Kaki Saya Sembuh, Saya Ingin Sekolah..."

Bukan surat biasa, di kertas tersebut gadis yang akrab disapa Vea itu menumpahkan harapan dan impiannya.

Vea ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Dasar (SD). Ironisnya, banyak sekolah reguler menolaknya.

"Pak Ganjar, saya ingin kaki saya sembuh. Saya ingin sekolah," tulis Vea.

Saat lahir, dokter telah mengingatkan risiko anak yang terlahir prematur adalah mengalami gangguan fisik atau mental.

"Sejak bayi Vea sakit-sakitan. Dan dokter sudah memperingatkan jika anak prematur akan alami gangguan fisik atau mental," kata Adin.

Benar saja, Vea ternyata mengalami kelainan tulang kaki. Jangankan untuk berjalan, ketika itu berdiri saja Vea tidak mampu.

Vea pun baru bisa mengangkat punggung dan duduk di usia delapan tahun.

Namun, untuk melakukan pengobatan rutin demi menyembuhkan putrinya, orangtua Vea terbentur biaya. Ayah Vea, Gimin bekerja sebagai buruh bangunan dengan penghasilan tak seberapa.

Anak yang pintar, bersemangat tinggi

Meski mengalami keterbatasan fisik, kata Adin, putrinya tergolong pintar ketika duduk di bangku Taman Kanak-Kanak (TK).

Gadis itu juga memiliki semangat dan kemauan yang kuat untuk menimba ilmu, walaupun saat TK, Vea harus memakai kursi roda.

"Semangatnya tinggi dan terhitung pintar. Membaca, menghitung dan menulis lancar. Jadi materi pelajaran mudah dipahaminya," tutur Adin.

Selepas lulus dari TK, putrinya bersemangat melanjutkan ke Sekolah Dasar.

Pada kenyataannya, sejumlah sekolah dasar menolak Vea dengan halus.

Bahkan Adin sampai menangis meminta sekolah menerima anaknya.

"Saya pernah memohon-mohon dan menangis supaya bisa masuk SD, tapi tetap tak diterima. Mau diperiksakan untuk terapi, tapi kami tak punya biaya. Kasihan Vea. Semoga ada dermawan yang mau membantu," ungkap Adin.

Sekolah umum menyarankan Vea melanjutkan pendidikan ke Sekolah Luar Biasa (SLB).

"Anak saya itu hanya cacat tulangnya, namun untuk otak dan mentalnya alhamdulillah normal. Namun kenapa sekolah umum ditolak. Kami tolak tawaran ke SLB," kata Adin.

"Pemkab Blora sudah dihubungi Pemprov Jateng via Dinsos," ujar Ganjar.

Ganjar berpendapat, anak berkebutuhan khusus pun bisa menempuh pendidikan di sekolah reguler. Salah satunya dengan mewujudkan sekolah insklusif.

Sistem tersebut memungkinkan penyandang disabilitas dilayani di sekolah terdekat di kelas reguler bersama dengan teman seusianya.

Prinsipnya, setiap anak bernilai sama dan diberi ruang yang setara untuk belajar.

"Dik Vea bisa sekolah di pendidikan formal. SD nya bisa jadi sekolah insklusif, seperti di Purworejo," kata Ganjar.

Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Grobogan, Puthut Dwi Putranto Nugroho | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief)

https://regional.kompas.com/read/2020/08/12/06414311/pak-ganjar-saya-ingin-kaki-saya-sembuh-saya-ingin-sekolah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke