Salin Artikel

Buah Keikhlasan Pak Pren 13 Tahun Jadi Marbot, Tiba-tiba Diberi Gerobak Jualan oleh Dermawan

SEMARANG, KOMPAS.com - Di sebuah bangunan sempit, tepat di belakang salah satu masjid di daerah Jolotundo Kota Semarang, hidup seorang bapak bersama istri dan kedua anaknya.

Syakuri (47) nama bapak itu.

Sorot matanya nampak sayu, meskipun senyum ramahnya mengembang saat ditemui di tempat tinggalnya.

Memasuki rumahnya, harus menyusuri lorong lembap yang menghubungkan sisi bangunan masjid dengan deretan pertokoan.

Sudah 13 tahun Syakuri tinggal di bangunan berukuran 7 x 4 meter itu sejak dirinya bekerja sebagai marbot.

Syakuri yang karib disapa Pak Pren ini bercerita, dahulu sebelum bekerja sebagai marbot, dirinya pernah menjadi seorang buruh bangunan.

Lantaran penghasilan sebagai buruh bangunan tak cukup memenuhi kebutuhan, lantas dia mencoba berjualan tempe dan sayuran di pasar.

"Dulu pernah kerja serabutan kerja di proyek. Pernah jualan tempe dan sayuran di Pasar Kobong. Setelah beberapa tahun melewati lika-liku kehidupan selalu kurang. Lalu saya memilih fokus menjaga masjid saja. Yang penting ada tambahan meskipun belum cukup," jelasnya, Minggu (2/8/2020).

Di tengah kesulitan ekonomi yang dialaminya, dia tak menduga kalau dirinya bakal diberikan kesempatan menjadi marbot oleh masyarakat sekitar.

Menurutnya, menjadi marbot adalah satu-satunya pilihan yang harus ia jalani dengan niat ibadah sebagai tumpuan untuk menyambung hidup keluarga dan membiayai sekolah kedua anaknya.

"Awalnya karena sering ikut kegiatan masjid beberapa kali. Lalu Marbot yang lama keluar dan warga meminta saya untuk menggantikan," ungkap pria yang yatim piatu sejak kecil ini.

Meski upah yang diberikan sejatinya belum mencukupi kebutuhan hidup namun ia senantiasa bersyukur dan menjadikannya sebagai cambuk untuk tetap semangat bekerja.

"Penghasilan marbot dulu waktu masih awal Rp 150.000, naik jadi Rp 200.000, Rp 350.000 dan sekarang Rp 500.000 per bulan. Ya Alhamdulillah disyukuri," kata pria asal Pekalongan ini.

Kendati demikian, dia mengaku saat pandemi Covid-19 merebak dirinya tak bisa lagi mendapatkan penghasilan tambahan dari pekerjaan lain yang biasanya ditawarkan kepadanya.

Sementara, sang istri juga tak bisa berjualan gorengan lagi di kantin sekolah karena tak ada siswa datang ke sekolah karena diganti dengan pembelajaran daring.

Dihadapkan dengan kondisi ekonomi yang susah, dia berusaha tetap sabar dan fokus bekerja sebagai marbot.

Pak Pren yakin suatu saat dapat memperbaiki kondisi kehidupannya dan bisa membangun sebuah rumah yang layak untuk berteduh bersama istri dan anaknya.

"Namanya manusia ingin punya sisa penghasilan menabung untuk masa depan pengen bangun rumah sendiri untuk berteduh keluarga. Sekarang saya jalani aja semangat kerja," katanya.

Beruntungnya, ada beberapa masyarakat yang peduli terhadap nasibnya dengan memberikan modal bantuan usaha yang telah dikumpulkan.

Sebuah gerobak jualan Gilo-gilo bertuliskan Pak Pren lengkap dengan berbagai kudapan telah disiapkan di depan rumahnya.

Gilo-gilo sendiri merupakan sebutan kuliner khas Kota Semarang yang identik dengan gerobak dimana di atasnya dihidangkan berbagai kudapan seperti aneka gorengan, buah-buahan, sate kerang, sate telur dan lainnya.

Pak Pren tak menyangka tepat pada saat malam takbiran Hari Raya Idul Adha, dirinya bakal mendapat bantuan dari sejumlah relawan.

"Perasaannya senang. Alhamdulillah bisa menambah penghasilan. Rencana mau buat jualan gorengan dan buah-buahan," ungkapnya penuh haru.

Koordinator Semarang Peduli Erick mengatakan donasi untuk Pak Pren terkumpul sebesar Rp1.250.000 lewat penggalangan dana dari masyarakat.

"Kita belikan gerobak Rp500.000 dan sisanya kita berikan sebagai modal usahanya, meski tidak banyak semoga bisa bermanfaat bagi Pak Pren," jelasnya.

https://regional.kompas.com/read/2020/08/02/08392851/buah-keikhlasan-pak-pren-13-tahun-jadi-marbot-tiba-tiba-diberi-gerobak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke