Salin Artikel

Kisah Komunitas Ralu Jambee, Bertaruh Nyawa Tangkap Ular di Permukiman Tanpa Dibayar

"Tolong kami Bang. Ada ular yang lebih besar muncul. Anak-anak sedang tidur. Saya takut ular itu masuk kamar," kata Susan, warga Purwadi RT 02, Kelurahan Kenali Besar, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi, Jumat (24/7/2020) malam.

Tim pemburu dari Ralu Jambee bergegas menuju lokasi. Padahal sebelumnya tim sudah menangkap sepasang ular kobra di rumah itu.

Perjalanan menuju rumah Susan makan waktu lama. Tiba di lokasi, tim pemburu kehilangan jejak ular.

Tapi, mereka terus mencari ular itu tanpa lelah. Mereka pun menahan kantuk yang datang menyergap.

Selama tiga jam pencarian, ular tersebut tak ditemukan. Para pemburu memutuskan menunggu.

Setelah hampir lima jam, Reza Rizaldi, salah seorang pemburu mendengar desis kobra dari dalam lubang.

Sayangnya, lubang itu tak bisa dibongkar. Tim lalu mengasapi lubang itu.

Ketika tim pemburu menunggu ular kobra keluar dari lubang, tiba-tiba suami Susan berteriak dari arah kamar mandi karena melihat ular.

Tim pemburu sigap menghampirinya dan menangkap ular tersebut.

tak berapa lama, seekor ular juga keluar dari lubang yang diasapi. Ular itu panjang dan besar.

Selama hampir 24 jam, tim pemburu telah menangkap empat ekor ular di rumah Susan. Tim juga mengamankan empat telur ular yang hampir menetas.

"Saat ada kasus, tim pemburu dan tuan rumah itu sama-sama tidak bisa tidur. Pernah dua hari itu enggak tidur nyenyak," kata pendiri Ralu Jambee, Boslan Tobing, Minggu (26/7/2020).


Sebagai pendiri komunitas, Boslan tetap aktif memberikan komando kepada tim pemburu saat menangkap ular.

Ralu Jambee berdiri 11 Januari 2020. Komunitas itu bergerak di bidang konservasi yakni, penyelamatan, perawatan, dan pelestarian. Sekarang anggotanya sudah 21 orang.

Dari jumlah itu tidak semua menjadi pemburu. Seorang pemburu harus cukup umur dan melalui sejumlah pembekalan.

Atasi konflik masyarakat dengan ular

Berawal dari ketakutan orangtua pada anaknya yang gemar bermain ular. Boslan pun mempelajari ular dengan detail dan telaten.

Tetangga melihat Boslan akrab dengan ular, cerita itu pun menyebar. Tak lama, masyarakat pun minta tolong untuk menangkap ular kepada Boslan. 

Awalnya, Boslan ragu.

Namun, Boslan membaca berita tentang puluhan orang tewas digigit ular di Pulau Jawa dan Kota Jambi. Selain itu, ada ratusan ular yang dibunuh masyarakat.

Ia pun memutuskan terjun ke lapangan menyelamatkan warga dan ular. Untuk mendukung rencananya, Ruslan mendirikan Ralu Jambee.

Boslan enggan menunggu banyak korban, dia dan anggota Ralu Jambee turun menangkap ular tanpa alat yang memadai. Mereka kerap turun dengan tangan kosong.

Boslan tak ingin menunggu pemerintah. Sebab, ular jenis kobra dan sanca tak jarang berkeliaran di permukiman warga.

Banyaknya kasus kematian akibat gigitan ular, membuat masyarakat Kota Jambi menyambut hangat Komunitas Ralu Jambee.


Mereka juga kerap mengedukasi masyarakat agar tetap tenang melihat dan menangani ular.

"Kami memang banyak keterbatasan fasilitas. Tapi semangat kami mengedukasi masyarakat agar tidak membunuh ular, tidak memiliki batas," kata Boslan.

Membantu masyarakat dengan gratis

Boslan menegaskan, tim pemburu Ralu Jambee tidak menerima uang dari masyarakat. Mereka membantu secara sukarela dan tetap siaga dalam 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu.

Beberapa masyarakat juga pernah memaksa memberikan uang kepada tim pemburu. Akhirnya, uang itu digunakan membeli kandang, biaya perawatan, dan biaya pelepasan ular ke alam liar.

Seluruh rincian pemakaian uang pun dilaporkan secara rutin kepada donatur.

"Kami bekerja memang untuk penyelamatan manusia dan ular. Tidak harap imbalan. Kalau diberi makanan, gula dan kopi kami terima, untuk begadang di lokasi dan tidak dibawa pulang," kata Boslan.

Boslan mengatakan, konflik antara manusia dan ular akan terus berlanjut. Komunitas Ralu Jambee, kata dia, berusaha menyelamatkan keduanya, manusia dan ular.

Sekitar enam bulan beroperasi, Ralu Jambee sudah menangani 50 laporan temuan ular dari masayrakat.

Mereka juga menerima 30 ekor ular yang ditangkap secara mandiri oleh masyarakat. 

Sejauh ini, kata Boslan, 100 ekor ular berbagai jenis telah dilepaskan ke alam liar.

"Ada juga beberapa ular di Jambi yang kami rawat sebagai media edukasi untuk masyarakat," tutup Boslan.

https://regional.kompas.com/read/2020/07/26/15074701/kisah-komunitas-ralu-jambee-bertaruh-nyawa-tangkap-ular-di-permukiman-tanpa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke