Salin Artikel

Cerita Ganjar soal Hobinya Bersepeda dan Pengalamannya Pingsan Saat Menggowes

Kegemarannya terhadap alat transportasi bebas polusi itu memang cukup dikenal masyarakat luas, terlebih di Jawa Tengah.

Ganjar kerap bersepeda manakala sedang meninjau lokasi saat kunjungan di lapangan.

Saat santai dirinya juga seringkali gowes mengunjungi tempat-tempat wisata ataupun kulineran.

Menurutnya, selain sepeda merupakan olahraga yang menyenangkan, juga mempermudah dirinya menyusuri jalan kecil di setiap tempat yang ingin dikunjungi.

Di tengah perjalanan, Ganjar juga bisa berhenti setiap waktu hanya untuk sekadar menyapa warga sekitar.

"Bersepeda itu ada olahraganya, saya bisa sangat fit dengan jalan dan maunya saya. Fit dengan jalan itu di gang kecil saya bisa masuk. Gang yang sangat kecil sekali bisa saya masuki sehingga saya bisa menyapa warga. Itu kenapa kita pakai sepeda karena bisa berhenti setiap saat," jelas Ganjar saat ditemui di Puri Gedeh.

Tak heran jika hobi Ganjar bersepeda melintasi kampung-kampung ini selalu mendapat sorotan dari masyarakat luas.

"Masyarakat melihat saya itu bleger-nya (perawakannya) seperti itu, maka kalau saya turun saya ngobrol langsung, karena pakai masker seringkali mereka terkejut. Saya ajak ngomong itu sampai selesai gitu mereka baru sadar 'kayaknya tadi Pak Ganjar ya kayaknya'," ungkapnya.



Tak hanya itu, gaya berpenampilan Ganjar saat gowes juga selalu menarik perhatian warga saat tak sengaja berpapasan di jalan.

Rupanya, penampilan Ganjar yang identik itu tak lepas dari beberapa aksesori yang melekat pada dirinya sebagai penunjang aktivitas gowesnya, seperti jersey lengkap dengan helm dan kacamata hitam.

"Kalau sekarang ada orang yang mengenali saya dari jarak jauh padahal udah pakai masker, saya sudah pakai helm pakai kacamata. Ternyata yang mereka kenali dua, satu sepeda saya, kedua helm saya itu nutupnya hanya separuh dan rambut putihnya masih kelihatan," bebernya.

Awalnya, Ganjar mengaku mulai menggandrungi sepeda sejak tak sengaja berjumpa dengan salah seorang kawan yang memperkenalkan soal sepeda.

"Saya kena virus sepeda itu awalnya engga sengaja. Saya beli pertama dulu Rp 6 juta menurut saya itu mahal banget tahun 2014 di sini. Sebelumnya di Jakarta saya juga punya sepeda lipat, waktu itu menurut saya juga mahal harganya Rp 2.6 juta," katanya.

Lantas, Ganjar mulai ketagihan saat seorang kawannya meminjamkan sebuah sepeda untuk digunakan.

"Setelah itu saya diracuni oleh orang-orang. 'Pak Ganjar pakai dong sepeda ini, nanti enak bapak pinjam dulu aja gak apa apa.' Saya diracuninya begitu, setelah itu tahu-tahu dipakai kok enak. Terus coba di-fitting dulu dengan tingginya diukur. Lalu saya coba track jauh, saya enggak capek setelah itu baru disuruh bawa dulu (sepedanya)," ujarnya.

Sejak itu, Ganjar pun getol bersepeda hingga sempat merogoh kocek mencapai puluhan juta untuk merakit sebuah sepeda balap sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan.

"Sepeda saya import framenya, beberapa komponen ada yang lokal. Jadi satu dirakit. Awalnya mulai dari Rp20 juta, lalu mulai tambah ini itu hingga harganya sampai Rp50 juta. Sekitar itu sepeda yang pernah saya beli paling mahal," pungkasnya.


Pernah Pingsan Saat Bersepeda

Saat memulai hobi itu, Ganjar mengaku pernah pingsan karena kecapekan akibat kesalahan teknik dalam mengambil napas.

"Lewat jalan turun terus pas balik saat jalan naik itu napasnya tinggi maka guidance-nya kecepatan sampai outbreak-nya bergetar. Ternyata cara ambil nafas saya keliru, terlalu pendek. Jadi cepat capek dan akhirnya pingsan," ungkapnya.

Kala itu, Ganjar memang tidak paham betul soal jenis-jenis sepeda berdasarkan medan yang akan dilalui.

Namun, karena pengalaman itu, Ganjar lantas membagi tips bagi pesepeda pemula soal pengaturan teknik dan perlengkapan bersepeda supaya aman.

"Pertama perlengkapan helm wajib, lalu pakai jersey dulu saya enggak suka karena terlalu ketat ternyata lebih aerodinamis," ujar Ganjar.

"Setelah itu belajar pakai grip karena kayuhannya akan lebih enteng dibanding tanpa grip. Karena ini pedalnya dikunci dengan sepatu, kaki tinggal kayuh seperti naik tangga," jelasnya.

Selanjutnya, yang kedua adalah teknik mengambil napas dan mengayuh saat bersepeda.

"Setelah itu cara bernafas, ambil napasnya harus panjang lalu mengayuhnya saat tanjakan malah justru pelan-pelan. Itu harus kita mengerti agar bisa membatasi kekuatan kita. Jadi mengalahkan ego, jangan sok balapan. Biasanya yang sok-sok-an balapan lupa memberikan ruang pada pejalan kaki, sepeda motor, dan pengguna jalan lainnya," katanya.

Kemudian, yang ketiga adalah cara memilih sepeda berdasarkan jarak tempuh dan tinggi badan.

"Cara memilih sepeda kalau mau dipakai jauh ya diajari mengukur jarak antara punggung dengan setang, jarak antar sadel ternyata kalau bisa diukur fit dengan tubuhmu biasanya enggak capek. Terakhir ya nabung saja kalau mau sepeda yang bagus," tukasnya.

https://regional.kompas.com/read/2020/07/13/06080091/cerita-ganjar-soal-hobinya-bersepeda-dan-pengalamannya-pingsan-saat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke