Salin Artikel

Cerita Dokter Forensik Bertaruh Nyawa Tangani Jenazah Pasien Covid-19

Dari perawat tersebut, Eryanto menerima kabar meninggalnya seorang pasien dalam pengawasan (PDP).

Segera Eryanto mengontak koleganya, seorang dokter spesialis paru-paru, Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang bertugas menangani pasien tersebut selama perawatan.

"Saat saya kontak dokter DPJP ternyata sudah dibicarakan dengan Tim Gugus Tugas (Covid-19) di RSSI. Disepakati pemulasaraannya sesuai protokol Covid-19," ujar Eri, sapaan lelaki 55 tahun itu, saat ditemui di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSSI Pangkalan Bun Senin (6/7/2020) siang. 

Sebagai dokter ahli forensik, Eri yang bertanggung jawab memimpin tim pemulasaraan jenazah pasien yang meninggal terkait Covid-19 di masa pandemi ini.

Eri menyebut di Kalimantan Tengah saat ini hanya terdapat empat dokter ahli forensik. 

Dia adalah satu-satunya dokter ahli forensik di rumah sakit berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) ini.

Lulusan S-1 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara ini sempat menjadi dokter pegawai tidak tetap (PTT) di Puskesmas Pangkut, Kecamatan Arut Utara, salah satu kecamatan di Kobar, selama 2,5 tahun sejak 2004.

Pada 2006 Eri yang bernama lengkap Eryanto Tanjung ini diangkat sebagai PNS.

Sejak 4 tahun lalu, setelah menuntaskan pendidikan spesialis forensik di Universitas Sumatera Utara, Eri kembali bertugas di RSSI Pangkalan Bun.  

Selama terlibat dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di RSSI Pangkalan Bun, Eri mencatat sudah tiga kali memulasarakan jenazah berdasarkan protokol kesehatan Covid-19.

Satu pasien yang terkonfirmasi positif, sedangkan dua lainnya masih berstatus PDP.

Biasanya, dalam pemulasaraan jenazah Eri bekerja bersama tim yang jumlahnya dari lima orang.

Dia menuturkan, waktu pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 biasanya lebih cepat ketimbang saat menangani jenazah pasien umum.

Biasanya selisihnya sekitar setengah hingga satu jam.

Jika bagi jenazah umum waktu yang diperlukan untuk penanganan memakan waktu 2,5 sampai 3 jam, untuk jenazah terkait Covid-19 diselesaikan dengan waktu 1,5 hingga 2 jam saja.

"Bagi yang beragama Islam, misalnya, kalau jenazah umum kita mandikan, untuk jenazah pasien Covid-19 sesuai protokol kesehatan dan panduan dari Majelis Ulama Indonesia, cukup ditayamumkan," terang Eri.

Risiko tinggi tertular virus

Dalam tata laksana pemulasaraan jenazah pasien Covid-19, tindakan penanganan harus selesai tidak lebih dari empat jam setelah pasien dinyatakan meninggal dunia.

Selama empat jam itu, tindakan sudah sampai dengan pemakaman.

Sebab menurut Eri, kandungan virus di dalam tubuh jenazah masih bisa keluar melalui lubang tubuh seperti hidung dan mulut yang menjadi aerosol antara 6 sampai 9 jam.

Hal ini menjadi salah satu faktor penularan virus mematikan ini.

Namun, penggunaan alat pelindung diri dan penerapan protokol secara ketat memunculkan kepercayaan diri Eri dan tim.

"Jelas ada (kekhawatiran) itu karena kita melakukan tindakan yang berisiko. Saya berprinsip, bahwa sebagai dokter forensik saya dan tim bekerja untuk orang banyak dalam mencegah penularan virus dari jenazah ke orang lain," paparnya lagi.

Khusus untuk jenazah yang berstatus PDP, tim akan mengambil sampel untuk mengetahui secara pasti apakah pasien benar-benar terpapar Covid-19.

Di samping kemungkinan tertular virus, tugas paling berat, menurut Eri, adalah meyakinkan pihak keluarga agar bersedia jenazah pasien Covid-19 ditangani dengan tata laksana mengikuti protokol Covid-19. 

Kasus positif terus bertambah

PDP terakhir yang dimakamkan sesuai protokol Covid-19 oleh dokter Eryanto dan tim di RSSI Pangkalan Bun tercatat sebagai pasien laki-laki berusia 63 tahun.

Pasien ini sebelumnya dirawat selama tiga hari, sejak Rabu (1/3/2020), dan sempat menjalani rapid test sebanyak dua kali. Keduanya dinyatakan reaktif.

Direktur RSSI Pangkalan Bun Fachruddin menyatakan, tenaga kesehatan yang menangani mendapati gejala pasien itu serupa orang terinfeksi Covid-19.

Pasien juga tercatat sebagai kontak erat salah satu pasien positif yang sudah diisolasi terlebih dahulu di RSSI Pangkalan Bun.

"(Dilihat dari) gambaran klinis. Dan ipar (pasien meninggal) terkonfirmasi positif," terang Fachruddin saat dihubungi melalui pesan singkat.

Fachruddin tidak menampik potensi penambahan kasus positif Covid-19 di Kobar. Terlebih saat ini pihaknya sudah bisa melakukan tes polymerase chain reaction (PCR) sendiri.   

Sedangkan berdasarkan data dari situs resmi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Kobar, sampai dengan Senin (6/7/2020) terdapat penambahan 4 lagi kasus pasien positif.

Dengan demikian, jumlah pasien positif yang dirawat RSSI Pangkalan Bun berjumlah 34 orang.

Total kasus positif berjumlah 125 orang, sedangkan pasien sembuh tercatat 90 orang.

Adapun jumlah pasien meninggal masih tercatat 1 orang. Dua PDP yang ditangani dengan protokol Covid-19 oleh pihak RSSI tidak dicatat dalam data tersebut.

https://regional.kompas.com/read/2020/07/07/06322921/cerita-dokter-forensik-bertaruh-nyawa-tangani-jenazah-pasien-covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke