Salin Artikel

Cerita Eddy Rahmayadi, Kaget Ditelepon Tito Karnavian Malam-malam soal Pilkada

Eddy merasa aneh, sebab selama ini, Menteri Tito jika diundang pun tidak datang.

Ternyata Tito sengaja telepon malam-malam untuk mengabarkan akan datang ke Medan. Kedatangannya untuk membahas pilkada serentak di Sumut. Juga, untuk membahas rapor merah Sumut terkait anggaran pemilihan kepala daerah.

Kejadian itu diceritakan Eddy  dalam Rapat Koordinasi Kesiapan Pelaskanaan Pilkada Serentak tahun 2020 di Provinsi Sumatera Utara, Jumat (3/7/2020) di Hotel Grand Aston, Medan.

Rapat itu dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dan Mendagri Tito Karnavian. 

“(Tito telepon) Bang, saya akan datang ke Medan. Kaget juga saya, ada apa Pak Menteri? Karena, selama ini Pak Menteri diundang tak pernah datang? Kok sekarang mau datang. Karena beliau kan tidak Kapolri lagi. Kalau tempo hari Kapolri datang, oh ada apa ini?” cerita Eddy.

Menurutnya, saat itu, Tito menjelaskan bahwa di Sumut rapornya merah semua, sama dengan Papua.

Eddy saat itu mengatakan bahwa tidak boleh sama dengan Papua.

“Saya tanya (kenapa), itu merah semua rapornya, Bang? Itu abang-abang sama dengan Papua. Saya bilang, wah saya tak boleh sama dengan Papua. Tapi tadi pagi, disampaikan Bapak Menteri, bang, sudah beres, sudah hijau semua, tinggal 2 (yang masih merah), Samosir dan Mandailing Natal (Madina). Nanti tugasnya Pak Wagub-lah itu,” lanjutnya.  

Dijelaskannya, kenapa dirinya diundang tidak datang, karena mengetahui bahwa Sumut di bawah Eddy Rahmayadi aman terkendali.

“Kita biasa kan datang ke tempat bermasalah. Kalau tidak bermasalah, cenderung enggak prioritas. Artinya Sumut di bawah Pak Eddy Rahmayadi, aman-aman saja,” jelas Tito.  

Namun, kali ini dia datang, karena ada masalah.

“Bang, ini Pilkada 9 Desember, ini salah satu daerah yang kita catat dalam data Kemendagri problemanya kan anggaran, paling utama. Anggarannya banyak yang merah, karena banyak yang Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD)-nya baru di bawah 10 persen," katanya.

“NPHD kepada kepada KPUD dan Bawaslu Daerah masih di bawah 10 persen. Kasian teman-teman KPU dan Bawaslu nanti enggak bisa kerja.”  

Alasan pilkada tidak ditunda: tidak ada yang menjamin selesai di 2021

Padahal, lanjut Tito, mengenai pilkada sudah dilakukan rapat sejak 14 Maret lalu dan dipimpin oleh Ketua Komisi 2 DPR RI, Ahmad Dolly Kurnia Tandjung. 

Rapat itu sebelumnya menyepakati untuk penundaan bulan pelaksanaan pilkada serentak 2020.

“Dinamikanya, tidak ada satu pun ahli yang mengatakan Covid-19 selesai 2021. Bahwa Covid-19 menyerang segala usia,” katanya.


Skenarionya adalah dengan vaksin massal. Sebanyak dua pertiga populasi di Indonesia harus diberi vaksin atau 170 juta orang harus divaksin. Jumlah vaksinnya pun harus dikalikan 2 yang mana 1 lagi untuk booster.

“Bayangkan bagaimana produksi, berapa lama, distribusinya, eksekusi vaksinasinya. Ada prediksi akan ada vaksin di 2021, artinya harus menunggu setahun lagi,” katanya.

Dijelaskannya, dalam rapat koordinasi kesiapan pilkada se Sumut, diketahu bahwa KPUD Sumut, Bawaslu Sumut, sudah siap.

Bahkan Gubernur Sumut juga sudah memberikan hibah tanah dan kantor untuk KPUD Sumut. Kemudian dari sisi anggaran, sebagian persoalan anggaran untuk pilkada dari NPHD dari kepala daerah kepada KPU dan Bawaslu ada yang mencapai 100 persen, ada juga yang masih separuh.

“Dan kemudian ada yang masih kecil. Madina dan Samosir, tadi sudah disampaikan bupatinya bahwa tanggal 7 Juli akan diberesin semua, itu untuk Samosir. Hanya masalah internal di Bawaslu di Samosir,” katanya.

Pesan Eddy: pilkada adalah pesta demokrasi, jangan sampai mencekam

Dikatakan Eddy, kondisi Covid-19 dijadikan tema (pilkada) sehingga siapa yang bisa menyelesaikan Covid-19 dengan segala impilikasinya, dan rasa kebersamaan dan kesatuan dalam rangka kesejahteraan di daerahnya melalui pesta demokrasi.

Menurutnya, pesta demokrasi merupakan amanah yang harus dilaksanakan secara bertanggung jawab.

“Laksanakan secara bertanggung jawab. Bergembira rakyat. Saya tak mau pesta ini menjadi mencekam di suatu daerah. Biarkan rakyat dengan bergembira tapi tetap protokol kesehatan harus diperhatikan, dan dia bisa tenang memilih pimpinannya untuk kemajuan daerahnya,” katanya.

Eddy berpesan kepada incumbent agar berlaku adil sehingga rakyat bisa memilih. “Berlakulah riil, adil, sehingga rakyat bisa tetap kembali memilih Anda. Tapi kalau Anda tak bisa menunjukkan itu, saya minta maaf, rakyat ini juga tak mau memilik pimpinannya yang tak bertanggungjawab.

https://regional.kompas.com/read/2020/07/03/17171571/cerita-eddy-rahmayadi-kaget-ditelepon-tito-karnavian-malam-malam-soal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke