Salin Artikel

Kabar Gembira, Populasi Jalak Bali di Alam Liar Terus Meningkat

JEMBRANA, KOMPAS.com - Balai Taman Nasional Bali Barat (TNBB) melepasliarkan 52 ekor jalak atau curik bali ke alam liar, Sabtu (27/6/2020).

Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan dan melestarikan populasi satwa khas Bali ini di habitat alaminya.

Kepala Balai TNBB Agus Ngurah Krisna Kepakisan mengatakan, populasi jalak bali di habitat alami mengalami pasang surut.

Pada 1974, populasi jalak bali di alam liar tercatat berjumlah 112 ekor. Kemudian, populasinya sempat menurun hingga di angka 0 pada 2006.

Jumlah populasi yang terus menurun tajam ini dipengaruhi faktor alam dan perburuan atau pencurian.

Pada tahun 2000-an, harga jalak bali satu pasang bisa di angka Rp 30 juta. Hal ini yang menyebabkan jalak bali di alam liar diburu untuk diperjualbelikan.

“Perburuan liar dan faktor alam. Dulu tahun 1970-an, jalak bali biasa hidup di kebun-kebun warga dari Seririt Buleleng hingga Melaya, Jembrana. Kemudian pertumbuhan pemukiman dan pembangunan membuak jalak bali terdesak hingga hanya ada di TNBB,” kata Agus, saat dihubungi, Sabtu (27/6/2020).

Berbagai strategi dilakukan untuk meningkatkan populasi jalak bali di alam liar, khususnya di TNBB.

Usaha tersebut pelan-pelan membuahkan hasil hingga pada 2015 jumlah populasinya bertambah 57 ekor.

Tahun 2015, menjadi titik balik peningkatan populasi jalak bali di alam liar.


Pada 2019 populasinya di alam liar tercatat 256 ekor. Kemudian, pada akhir Mei 2020, burung ini berjumlah 303 ekor.

Agus mengatakan, pada 2015 hingga saat ini strategi yang dilakukan yakni dengan adanya tiga tempat habituasi, yakni di Cekik, Labuan Lalang dan Berumbun.

Di tempat tersebut, jalak bali berusia 8 bulan dilatih untuk proses adaptasi ke alam liar.

Sementara, tempat pengembangbiakan dilakukan unit Suaka Satwa Curik Bali di Tegal Bunder.

Indikator keberhasilan pelepasliaran akan ditunjukkan pada produktivitas burung menghasilkan anakan di alam.

Menurutnya, sejak Januari hingga Mei 2020, produktivitas indukan di alam meningkat signifikan.

Di Labuan Lalang, terdapat 13 pasang indukan yang telah melahirkan anakan sebanyak 38 ekor, melebihi jumlah anakan selama 2019 yang sebanyak 34 ekor.

Di Cekik terdapat 12 pasang indukan dengan 33 ekor anakan. Di Brumbun 8 pasang indukan dengan 22 ekor anakan.

Faktor lain dalam peningkatan populasi jalak bali ini yaitu kebijakan, kolaborasi, pelibatan masyarakat, strategi dan konsistensi pengelolaan.

"Apa yang menjadi titik balik dari keberhasilan peningkatan populasi burung curik bali di alam tidak terlepas dari sinergitas di luar habitat dan di dalam habitat," kata dia.

Sejak tahun 2015, masyarakat sekitar dilibatkan dalam hal penangkaran. Hal ini untuk mengurangi perburuan liar.


Terbukti dengan adanya penangkaran ini, harga jalak bali bisa dikendalikan. Dari yang dulunya satu pasang bisa menyampai Rp 30 juta, kini di angka Rp 7-8 juta.

Masyarakat juga semakin sadar bahwa jalak bali yang boleh dipelihara hanya yang berasal dari penangkaran.

Masyarakat sekitar juga dibantu dengan difasilitasi usaha penangkaran yang dilakukan di 6 desa penyangga TNBB.

Misalnya, masyarakat di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerogak, Buleleng, didirikan kelompok penangkar Manuk Jegeg sejak 2015, dengan 17 anggota penangkar.

Sementara di Desa Pejarakan, penangkaran dilakukan kelompok masyarakat Nature Conservation Forum Putri Menjangan sejak tahun 2019.

Lalu, masyarakat di Desa Blimbingsari, Jembrana, dibentuk kelompok penangkar Paksi Sari Merta pada 2017 dengan 14 anggota penangkar.

Desa Ekasari, terdapat kelompok penangkar Ekasari Bird Farm yang berdiri sejak tahun 2017 dan beranggotan 4 orang.

Kelurahan Gilimanuk, terbentuk kelompok penangkar Bali Jaya Lestari pada tahun 2018 beranggotakan 7 orang.

Desa Melaya, terbentuk kelompok penangkar Lestari Curik Bali pada tahun 2018, beranggotakan 5 orang.

Hal ini mampu menumbuhkan kesadaran dan kecintaan masyarakat terhadap kelestarian curik bali di alam.


Sementara, kepedulian berbagai pihak melalui wadah kolaborasi, bekerja bersama untuk meningkatkan SDM petugas, memberdayakan masyarakat dan kajian-kajian hasil penelitian yang menciptakan terobosan dan strategi baru dalam pengelolaan burung jalak Bali. 


Pelepasliarkan di saat wabah Covid-19

Agus menambahkan, pelepasliaran 52 ekor jalak Bali ke alam saat pandemi Covid-19 dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

Kemudian, berkoordinasi dengan sektor lain yaitu Dinas Kesehatan, Dinas Petanian dan Pangan Pemkab Jembrana, dan Balai Besar Veteriner.

Hal ini berkaitan dengan kesehatan manusia dan kesehatan hewan.

Perhatian ditujukan kepada kondisi kesehatan dan wilayah sebaran habitat satwa di lokasi pelepasliarannya.

Hal ini dilakukan melalui penerapan biosecurity dan biosafety serta mematuhi protokol kesehatan.

Pemeriksaan Kesehatan dilakukan untuk penyakit avian influensa (AI), pemeriksaan bakteri dan parasite. Sedangkan terhadap petugas perawat satwa dilakukan rapid test.

“Semua ini merupakan upaya untuk menjamin tidak adanya penularan penyakit zoonosis dari satwa ke manusia atau sebaliknya dan dari satwa ke satwa liar lainnya,” kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2020/06/28/10292711/kabar-gembira-populasi-jalak-bali-di-alam-liar-terus-meningkat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke