Salin Artikel

PPDB di Pelosok Bogor, Jalan Menuju Sekolah Diarahkan ke Jurang oleh Google Maps

Suasana di sekeliling sekolah itu terasa sunyi, pepohonan tumbuh lebat menambah keasriannya.

Sejuk, bila siang. Tak terlalu panas di waktu malam.

Namun, untuk bisa sampai ke sana harus melalui bukit yang lumayan sulit diakses lantaran letaknya di dusun terpencil.

Supaya tidak tersesat, mau tak mau harus bertanya ke warga sekitar karena jika menggunakan Google Maps otomatis akan diarahkan ke jurang.

Kompas.com berkesempatan hadir pada hari terakhir pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021.

Memasuki gedung sekolah, tampak hanya ada satu loket yang dijaga bertuliskan tempat pendaftaran siswa baru.

Hand sanitizer juga tersedia di atas meja supaya menghindari penularan Covid-19 di antara guru.

Tiga petugas pun tak terlihat sibuk karena tak ada antrean seperti tahun PPDB sebelumnya.

Sekolah yang berlokasi di Jalan Bukit Aladin, Desa Bojong Koneng ini rupanya tidak bisa melaksanakan PPDB secara daring (online).

Wajar saja, karena letaknya di pedalaman sehingga sinyal pun terkadang tidak sampai bahkan nyaris tidak ada. Jauh dari kata modern.

"Gimana mau online sinyal aja enggak ada dan masyarakatnya juga tidak punya smartphone," ucap Kepala Sekolah SMPN 2 Babakan Madang Siti Khadijah saat ditanya soal PPDB.

Di tengah pandemi ini, siswanya juga hampir tiga bulan tidak dapat belajar, baik secara daring maupun melalui media elektronik.

Tidak seperti anak-anak di kota besar yang bisa mengakses infrastruktur teknologi informasi.

Meski begitu, pendaftaran PPDB tahun ini tetap dilaksanakan secara luring (offline), mulai dari proses pendaftaran, penyampaian berkas persyaratan hingga pendaftaran kembali peserta didik baru.

Selama pendaftaran itu, orangtua tidak diperbolehkan datang apalagi sambil mengenalkan sekolah kepada anaknya.

Keceriaan anak-anak usia 12 tahun yang biasanya meramaikan sekolah ini pun tak lagi terlihat pada siang itu.

Guru berkeliling

Kondisi ini terpaksa membuat para guru harus berkeliling ke rumah-rumah untuk membantu mendaftarkan murid mereka secara kolektif.

Begitu pula untuk melanjutkan ke tingkat SMA, pihak sekolah akhirnya membentuk tim untuk memfasilitasi siswa lulusannya juga.

Bedanya, kata Siti, yang ingin lanjut ke SMA harus via online sehingga guru bisa mati-matian mencari jaringan internet.

Dalam sehari, ada 31 peserta didik baru yang didaftarkan secara kolektif oleh guru SD di Desa Bojong Koneng tersebut. Namun hal itu tidak mudah butuh perjuangan.

"Jadi teknik yang kita pakai itu buat banner supaya mereka ada gambaran minimal mereka tahu sekolah masa depannya gimana, kan mereka enggak bisa datang di tengah pandemi ini," terangnya.

Ia mengaku tak merasakan ada keluhan seperti di kota-kota besar, susahnya akses registrasi, ketidaksesuaian kriteria seleksi hingga aturan kuota tidak terpenuhi.

Hanya saja ada kendala lain yaitu merayu orangtua agar mau menyekolahkan anaknya.

Kendala yang dihadapi ini karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan.

Didukung letak geografisnya yang menyulitkan, naik turun bukit hingga tidak adanya alat transportasi umum.

Ditambah lagi kondisi ekonomi yang kian sulit di tengah pandemi Covid-19 ini, membuat mereka lebih memilih bekerja daripada melanjutkan pendidikan anaknya.

Faktor lain adalah berkaitan dengan kultur masyarakatnya yang masih memegang kuat adat istiadat dan kebiasaan.

"Kita memakai zonasi, afirmasi, prestasi, tapi ditampung semuanya. Untuk menyaring (daya tampung persen) itu saja kami sangat kesulitan, jadi sekarang mah orientasinya bagaimana sekarang memajukan masyarakat Bojong Koneng supaya anak-anaknya mau sekolah. Itu aja, intinya mau sekolah saja dulu," bebernya.

Dia berharap agar pemerintah bisa memberikan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai di desa terpencil dan juga perlu menambah infrastruktur teknologi informasi.

Minat sekolah minim

Ditemui terpisah, wali murid, Narsih (30) mengaku harus memberanikan diri untuk menyekolahkan anaknya meski himpitan ekonomi kian menyulitkan di tengah pandemi Covid-19.

"Iya daftar juga, yang ngurusin data-datanya guru SD-nya, saya tinggal nunggu hasil saja," ujar dia.

Ia juga tak menampik bahwa di daerah pelosok, kesadaran dunia pendidikan memang masih sangat kurang.

Kebanyakan warga kampungnya lebih memilih bekerja daripada melanjutkan pendidikan.

Terlebih kondisi geografis yang naik turun bukit, ditambah tidak ada alat transportasi sehingga menyulitkan siswa yang terkendala biaya.

"Baru satu orang yang mau masuk SMP ini juga, kan di sini memang banyak yang tidak sekolah penyebabnya karena ekonomi, saya mah nekat aja (daftar), kesulitan lain ya jarak tempuh anak-anak, angkot enggak ada, orang tua mau nganter juga pakai duit kan dan itu lumayan jauh naik," terangnya.

Tantangan kemudian adalah bagaimana mewujudkan infrastuktur sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan yang nantinya bisa membuat siswa senang bersekolah.

"Sinyal sih sama transportasi umum di sini disediakan," ucapnya Narsih warga Kampung Tapos, Desa Bojong Koneng, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Sementara itu, guru kelas di SDN 3 Bojong Koneng, Joko menyampaikan bahwa pada PPDB tahun ini jelas sangat terasa perbedaanya.

Sejak adanya Covid-19, sejumlah orang tua khawatir sehingga membuat mereka meminta tolong anaknya didaftarkan ke sekolah.

Namun, tak semua orang tua mau menyekolahkan anaknya karena beberapa faktor seperti ekonomi dan sosial budaya masyarakat sekitar.

Mau tak mau, ia harus ekstra kerja keras dengan cara merayu orang tua dan anak-anaknya sambil memberi pengetahuan tentang pentingnya pendidikan.

Kurang kesadaran tersebut juga didorong dengan minimnya informasi yang bisa di akses oleh masyarakat.

"Jika ada anak yang belum ke data yasudah saya akan ke rumahnya lagi jemput biar termotivasi aja sih anak-anak, karena saya juga pendidik jadi wajib gtu peduli, kalau misalkan saya tidak jemputkan kasian juga mereka. Sebagai pendidik harus loyal sama pendidikan," ungkapnya.

"Kemarin itu hanya 27 siswa itu pun dirayu-rayu akhirnya ada yang mau juga jadi nambah 31 semuanya yang saya daftarin," sambung Joko yang juga guru kelas enam ini.

Melihat potret pendidikan di daerah penyangga ibu kota ini seharusnya kita sudah berani mengambil peran masing-masing demi tercapainya Indonesia yang lebih baik di masa mendatang.

https://regional.kompas.com/read/2020/06/27/13441841/ppdb-di-pelosok-bogor-jalan-menuju-sekolah-diarahkan-ke-jurang-oleh-google

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke