Salin Artikel

Klaster Penularan Lokal Pertama di Aceh, 13 Anggota Keluarga Positif Covid-19

Selain tujuh anggota keluarga tersebut, dari penelusuran kontak di Aceh hingga Rabu (17/6/2020), terdata ada enam orang lain yang dinyatakan positif terjangkit.

IDI Aceh menyoal, transmisi lokal ini mungkin bukanlah yang pertama, tapi baru kali ini ada kasus-kasus yang terbukti secara sah.

Sebelumnya, pada awal April 2020, IDI Aceh memprediksi transmisi lokal di provinsi itu hanya tinggal menunggu waktu. Prediksi ini berdasarkan budaya dan perilaku masyarakat Aceh yang dinilai 'kurang patuh' dalam menjaga kesehatan.

Namun pemerintah provinsi Aceh menilai masyarakat sudah patuh pada protokol Covid-19 dan sudah melakukan pencegahan mandiri. Di sisi lain, pemprov Aceh juga tengah 'menggencarkan rapid test'.

"Pada 6 Juni istri mengikuti rapid tes di kantornya dengan hasil reaktif, kemudian kami berdua melakukan uji swab dan hasilnya positif. Baru pada 10 Juni kami secara kooperatif datang ke rumah sakit untuk menjalani isolasi," tutur MS kepada BBC News Indonesia.

Setelah MS dan DL dinyatakan positif, secara berangsur lima anggota keluarga terjangkit yakni YI (13), MH (14), JH (16), SH (63), dan SH (45) warga Kabupaten Aceh Utara.

Mereka terbukti positif Covid-19 usai dilakukan uji swab pada 28 orang yang kemungkinan berkontak.

MS dan keluarganya dirawat di Rumah Sakit Umum Cut Meutia, Kota Lhokseumawe, Aceh. Berulang kali MS yang telah lebih dari sepekan dirawat mengunggah video kondisi kesehatannya ke akun media sosial.

Mereka mengaku tak memiliki gejala Covid-19 saat dinyatakan positif alias asimptomatik.

"Sampai sekarang saya bersama enam anggota keluarga baik-baik saja. Anak-anak cuma butuh makanan dan HP untuk bermain game, sementara saya bersama istri menghabiskan waktu untuk bersantai. Kami semua normal saja dan tidak merasakan gejala apapun," kata MS.

Meski dalam kondisi baik, MS menuturkan ia sempat stres ketika dirawat. Ia berpendapat seharusnya ada ruangan isolasi khusus untuk pasien positif Covid-19 yang tidak mengalami gejala.

"Di hari keempat saya sempat trauma dan stres melihat peralatan yang begitu padat, ditambah tidak bisa menghirup udara segar dan merasakan matahari pagi, jika terus - terusan seperti ini, yang tidak sakit pun bisa sakit," jelas MS.

Hal lain yang membuat MS terganggu adalah sikap masyarakat sekitar terhadap orang-orang dekatnya.

Dia mencontohkan pekerja rumah tangganya yang dilarang berbelanja di toko samping rumahnya, karena pemilik toko takut kalau PRT keluarga MS berbelanja di tokonya, orang lain tidak mau lagi datang berbelanja.

"Jangan melihat kami seperti melihat najis. Belum lagi kepala desa yang melarang orang-orang untuk datang ke tempat usaha saya, padahal empat orang pekerja saya sudah dites dan mereka negatif," kata MS.

Menurut Gugus Tugas Covid-19 Aceh pada Kamis (18/6/2020), dari penelusuran kontak, total ada 13 orang kasus positif dalam klaster penularan lokal keluarga MS. Penelusuran kontak dilakukan di Lhokseumawe dan Aceh Utara.

"Kita sendiri yang harus sadar diri dan harus menjaga sendiri, jangan melimpahkan kepada orang lain. Akan tetapi pengawasan di tingkat desa juga harus dilakukan, baik orang masuk atau orang yang baru kembali dari luar daerah," kata Fitri.

Pendapat Fitri mengacu pada fakta sekitar sebulan sebelum dinyatakan positif Covid-19, MS sempat bepergian ke Medan.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh, Safrizal Rahman, mengatakan transmisi lokal di Aceh yang menimpa keluarga dan kerabat MS ini mungkin bukan yang pertama.

Artinya Covid-19 di Aceh 'masih jauh dari kata selesai dan bahkan baru mulai panas'.

Sebelumnya, pada awal April 2020 IDI Aceh telah memprediksi, transmisi lokal di provinsi ini hanya tinggal menunggu waktu. Hal ini berdasarkan budaya dan perilaku masyarakat Aceh yang kurang patuh dalam menjaga kesehatan.

"Kalau melihat Aceh dan tingkat kepatuhan masyarakat sangat besar kemungkinan kita akan memiliki banyak kasus sampai nantinya akan kewalahan. Masyarakat mengetahui bagaimana protap dari Covid, tapi masyarakat masih banyak yang duduk di warung kopi, tidak menjaga jarak, tidak menggunakan masker, dan tidak mencuci tangan," jelas Safrizal.

Dia memberikan contoh ketika ada pasien positif di dua desa di Banda Aceh, masyarakat secara mandiri melakukan pemblokiran lorong untuk mencegah penyebaran yang lebih tinggi.

"Sejauh ini masyarakat Aceh patuh, ini dibuktikan dengan rendahnya kasus covid-19 di Aceh. Bagi keluarga yang anggota keluarga ODP mereka tidak berkeliaran, tidak duduk di warung kopi, dan tidak salat berjemaah, itulah yang menyebabkan kasus rendah di Aceh," jelas Saifullah Abdul Gani.

Saifullah, mengatakan pemerintah Aceh sedang melakukan rapid test untuk 25.000 warga Aceh atau setengah persen dari total jumlah penduduk, warga dengan hasil reaktif kemudian akan diuji swab di laboratorium.

Menurut Ketua IDI Aceh Safrizal, "Seharusnya Aceh belajar kepada Padang. Meskipun kasusnya tinggi tapi mereka melakukan hampir 1.000 uji swab setiap hari. Dengan begini dapat dipetakan siapa yang harus dirawat dan siapa yang baik-baik saja."

Lebih lanjut Safrizal menjelaskan, rendahnya angka covid-19 di Aceh selama ini kemungkinan lantaran masih minimnya orang yang memeriksakan diri.

Hingga Rabu (18/6/2020), berdasar data Pemprov Aceh, jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) sebanyak 2.221 orang,

Pasien Dalam Pengawasan (PDP) sebanyak 115 orang dengan catatan yang dirawat tinggal satu orang, dan positif Covid-19 sebanyak 37 orang dengan catatan 15 orang yang masih dirawat.

https://regional.kompas.com/read/2020/06/19/06070031/klaster-penularan-lokal-pertama-di-aceh-13-anggota-keluarga-positif-covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke