Salin Artikel

Cara Papua Tekan Penyebaran Virus Corona di Tengah Minimnya Fasilitas Kesehatan

Menurut Muhammad Musaad, Asskeda II Papua, salah satu kebijakan strategis adalah mereka lah yang pertama kali menutup akses masus manusia dari luar wilayah.

“Kita kan provinsi yang pertama menutup pintu masuk pelabuhan laut maupun di airport bagi pergerakan orang dari luar Papua, maupun antar kabupaten di Papua. Karena kita sadar, bahwa kalau kita tidak melakukan tindakan preventif yang cepat, maka mungkin saja ini akan semakin meluas,” kata Musaad dilansir dari VOA Indonesia.

Musaad berbicara dalam diskusi daring Arah Baru Kebijakan Pembangunan Papua Memasuki Era Normal Baru, Selasa 9 Juni 2020.

Diskusi ini diselenggarakan Gugus Tugas Papua, Universitas Gadjah Mada. Yang hadir sebagai pembicara dalam acara itu adalah sejumlah pemimpin daerah di Papua, akademisi dan wakil pemerintah.

Sementara jumlah dokter yang bertugas ada 1077 dokter dengan rincian hanya 7 spesialis paru, 32 spesialis penyakit dalam, dan 23 spesialis anestesi.

Menurut Musaad dengan minimnya fasilitas kesehatan, mereka akan kesulitan jika kasus Covid-19 di Papua tinggi. Untuk itulah pemerintah memilih untuk menutup wilayah sejak Maret 2020 lalu.

Bersamaan dengan penutupan akses manusia, menurut Musaad, pemerintah membenahi sektor kesehatan seperti mengirim peralatan penunjang pemeriksaan dan perawatan ke lima wilayah adat yang tersebar di Papua.

Hal tersebut dilakukan agar setiap kabupaten dapat mengakses layanan kesehatan ke daerah yang paling dekat tanpa harus ke ibu kota provinsi.

Langkah tersebut dinilai tepat sasaran. Hingga saat ini ada 15 kabupaten di Papua yang tidak memiliki kasus virus corona.

Mayoritas kabupaten nol kasus tersebut berada di wilayah pegunungan. Akses masuk ke wilayah tersebut juga dijaga untuk mencegah penyebaran virus corona.

Untuk menjamin ketersediaan pangan, selain distribusi barang tetap berjalan, masyarakat juga didorong menanam tanaman pangan.

“Kita sekarang aktif untuk membuka lahan-lahan, menanam tanaman pangan lokal, ubi-ubian, termasuk juga jenis-jenis yang lain, sagu dan sebagainya. Memanfaatkan pangan lokal yang ada dengan harapan bahwa kita akan bisa mengatasi kelangkaan pangan,” lanjut Musaad.

Selain itu mereka juga menghadapi beban terkait kebijakan pembelajaran secara daring.

Menurut Wakil Gubernur Papua Barat Muhammad Lakotani, kebijakan belajar secara daring tidak mungkin diterapkan merata di wilayahnya.

Menurutnya, jika kebijakan tersebut dipaksakan maka pertisipasi siswa mengikuti proses pendidikan terus menurun.

“Seperti kita ketahui, di beberapa daerah dan juga kondisi indeks pembangunan manusia kita, ini tentu kemudian berdampak terhadap kemampuan orang tua untuk menyiapkan berbagai hal yang dibutuhkan dalam rangka memfasilitasi anak-anak bisa mengikuti pendidikan secara online,” kata Lakotani.

Untuk itu Pemerintah Provinsi Papua Barat mencari jalan keluar yakni sekolah dengan sistem shift.

Sebagian siswa masuk pagi dan sebagian lainnya masuk siang. Dengan cara tersebut. ada konsekuensi yang ditanggung guru. Untuk itu pemerintah Papua Barat memutuskan untuk memberikan insentif bagi guru serta menambah jumlah tenaga pengajar.

“Supaya proses pendidikan yang berlangsung secara singkat, di dalam rangka mematuhi protokol kesehatan, seperti menjaga,” tambah Lakotani.

Menurut Lakotani ada hikmah di balik pandemi Covid-19 di Papua Barat salah satunya adalah target alokasi dana 20 persen untuk sektor pendidikan dan 14 persen di sektor kesehatan bisa dipenuhi dan target pengembangannya lebih maksimal.

“Kalau kita sejak awal konsisten, maka berbagai fasilitas kesehatan dan juga pendidikan itu sudah bisa kita persiapkan sejak awal, sehingga ketika ada situasi seperti ini, kita bisa kita lewati dengan baik,” ujar Lakotani.

Tantangan itu juga diperberat dengan kondisi pandemi saat ini.

Ia mengatakan Indeks Pembangunan Manusia di kedua provinsi termasuk yang paling rendah di Indonesia.

Kondisi itu bahkan tidak banyak berubah di bawah Dana Otonomi Khusus yang sudah puluhan tahun dikucurkan.

“Kita perlu menyadari bahwa terdapat tantangan regulasi yang harus kita atasi dalam pembangunan Papua dan Papua Barat,” kata Jaleswari.

Tantangan regulasi yang dia sebut adalah karena Dana Otsus sesuai aturan akan berakhir pada tahun 2021. Sementara Inpres Nomor 9 tahun 2017 yang dikeluarkan Presiden Jokowi untuk mempercepat pembangunan Papua dan Papua Barat, sudah berakhir pada 2019 lalu.

Tanpa dua instrumen itu, kata Jaleswari, pembangunan di kedua provinsi akan berjalan dalam keadaan normal tanpa percepatan pembangunan

https://regional.kompas.com/read/2020/06/14/05250051/cara-papua-tekan-penyebaran-virus-corona-di-tengah-minimnya-fasilitas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke