Salin Artikel

85 Tahun Buya Syafii Maarif, Sosok Sederhana yang Enggan Diistimewakan

Tokoh bangsa yang lahir pada 31 Mei 1935 di Sumpur Kudus, Sumatera Barat, kini tinggal bersama istrinya di Nogotirto, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Pada hari jadinya, tidak ada perayaan meriah di rumah Buya Syafii, sapaannya. Bahkan, menurut koleganya, Syafii Maarif tidak pernah merayakan ulang tahun.

"Di rumah tidak ada acara, kan baru wabah Covid ini. Ohh nggak, Buya tidak pernah merayakan ulang tahunya," ujar Erik Tauvani, kolega Syafii Maarif saat dihubungi, Kompas.com Minggu (31/5/2020).

Erik menceritakan Buya Syafii Maarif dan istrinya adalah sosok yang mandiri dan sederhana.

Mencuci baju hingga menyapu rumah menjadi pekerjaan yang biasa dilakukan Buya saat berada di rumah.

"Sopir pribadi tidak punya, pembantu pribadi tidak punya. Walaupun sesekali meminta tetangga bantu-bantu," ucapnya.

Buya bahkan naik sepeda ke pasar untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Tak hanya itu, dengan menaiki sepedanya Buya membeli obat, membayar listrik, hingga pergi ke bank.

"Buya naik sepeda itu biasa, orang yang melihat sekali kan heran padahal itu keseharian Buya, bagian dari olahraga. Itu bukan pencitraan dan bukan sesuatu yang besar, karena bagi Buya itu kesehariannya," bebernya.

Selayaknya kepala keluarga, Buya juga aktif dalam kegiatan masyarakat di lingkungan rumahnya.

Buya mengikuti rapat RT hingga bersama warga berkeliling mencari hewan korban.

"Buya merasa dirinya bagian dari masyarakat dan tidak ada sekat. Buya itu rapat RT, rapat takmir, ikut tirakatan 17an sampai malam,"tuturnya.

Sehingga saat berobat di rumah sakit, puskesmas saat di bank atau mengurus paspor, Buya dengan sabar mengantre bersama orang-orang lainya.

Buya juga berinteraksi dengan siapapun.

"Intinya Buya merasa semua sama, semua orang punya hak yang sama. Kultur egaliternya itu sangat kuat sehingga kalau ngantri Buya mengantre sesuai dengan nomor, tidak mau melewati," bebernya.

Saat Buya harus dirawat, maupun kala istrinya operasi lutut pihak rumah sakit berniat untuk menggratiskan.

Namun saat itu Buya Syafii Maarif menolak niat pihak rumah sakit.

"RS PKU tidak mau menerima uang (Buya), tapi akhirnya beberapa waktu kemudian istrinya dengan Buya menyumbangkan sekian untuk pembangunan di PKU,"ungkapnya.

Dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ini menuturkan jika Buya Syafii Maarif juga senang berwisata kuliner.

Buya Syafii Maarif juga sangat suka mentraktir makan siapapun.

"Sekali saya pernah mentraktir Buya itupun saya memaksa. Sampai Buya bilang 'Anda sudah kaya ya?'," ungkap Erik sambil tertawa.

Buya juga berteman dan bersahabat dengan siapapun. Dia dekat dengan para pemuka agama apapun.

"Pokoknya soal pergaulan Buya itu sudah meretas batas-batas primordial keagamaan, suku, bangsa. Untuk pergaulan Buya itu masuk ke semua lini," tegasnya.

Erik menuturkan Buya selalu mendengar segala keluh kesah orang lain. Bahkan, Buya merupakan pendengar yang baik.

"Buya itu sangat murah hati, dan yang jelas pendengar yang baik. Tidak langsung bicara, tetapi mendengarkan, mendengarkan terus baru kalau sudah, Buya baru berbicara," ujarnya.


Buya Syafii Maarif juga mengapresiasi anak muda yang mempunyai semangat untuk studi.

Sampai-sampai, Buya banyak membantu anak-anak muda yang ingin kuliah di luar negeri.

"Sudah banyak, ratusan apa puluhan, jadi mereka kuliah ke luar negeri atas tanda tangan rekomendasi Buya. Yang dibantu soal keuangan juga ada, bahkan sampai ada yang sampai kuliah di Prancis S2, itu berangkat atas bantuan Buya juga, walaupun tidak seberapa ya," urainya.

Erik mengungkapkan, Buya pernah bercerita, merasa apa yang dilakukannya untuk bangsa dan negara sampai saat ini masih sedikit.

"Buya merasa seperti itu, walaupun Saya memandangnya Buya itu sudah berbuat banyak. Tapi Buya mengatakan Saya belum berbuat banyak dan belum berbuat apa-apa untuk bangsa dan negara ini," tandasnya.

Selain itu, Erik mengungkapkan jika Buya pernah mengatakan mengenai cita-citanya. Buya ingin berbuat untuk keutuhan bangsa dan negara.

"Buya itu pernah ngendiko (berkata) di usia yang sudah sangat larut ini cita-citanya itu ingin berbuat sesuatu betapapun kecilnya untuk keutuhan bangsa dan negara. Demi keutuhan bangsa dan negara," papar Erik.

https://regional.kompas.com/read/2020/05/31/16582601/85-tahun-buya-syafii-maarif-sosok-sederhana-yang-enggan-diistimewakan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke