Salin Artikel

Kontroversi Penyebutan Gelar Kartini, Raden Ajeng atau Raden Ayu?

REMBANG, KOMPAS.com - R.A. Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 2 Mei 1964 oleh Presiden Soekarno lewat Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 1964.

Atas jasanya sebagai pejuang kesetaraan gender, Soekarno pun mengukuhkan hari lahir Kartini pada 21 April sebagai hari besar Nasional.

Sehingga, setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Kartini.

R.A. Kartini adalah putri tertua keturunan keluarga ningrat Jawa atau istilahnya keluarga priyayi.

Ayahnya seorang Bupati Jepara yang bernama Raden Mas Sosriningrat.

Sedangkan sang Ibu bernama M.A. Ngasirah yaitu putri anak dari seorang guru agama di Teluwakur, Jepara.

Tak hanya pesohor di kala itu, keluarga Kartini dikenal cerdas.

Sang kakek, Pangeran Ario Tjondronegoro IV adalah sosok cerdas yang diangkat menjadi bupati di usia 25 tahun.

R.A. Kartini menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Joyodiningrat pada tanggal 12 November 1903.

Dari pernikahannya, R.A. Kartini memiliki anak pertama sekaligus menjadi anak terakhirnya yang lahir pada tanggal 13 September 1904 bernama Soesalit Djojoadhiningrat.

Empat hari pasca melahirkan, Kartini menghembuskan nafas terakhir tepatnya tanggal 17 September 1904.

Wafat diusia 25 tahun, R.A. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang, Jawa Tengah.

Makam R.A. Kartini yang berlokasi di Desa Mantingan, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, hingga saat ini ramai dikunjungi peziarah.

Di halaman pintu masuk sebelah kanan kompleks pesarean ini terdapat patung R.A. Kartini.

Menurut catatan yang tertulis di prasasti pasarean, R.A. Kartini Djojo Adhiningrat mulai ditetapkan sebagai salah satu tokoh nasional sejak 2 Mei 1964 oleh Presiden RI ke-1 Soekarno.

Pada 21 April 1979, tepat 100 tahun hari lahir Ibu R.A. Kartini, pemugaran pesarean ini juga pernah dilakukan dan diresmikan oleh ibu Tien Soeharto, istri presiden RI ke-2 Soeharto.

Di pesarean ini secara keseluruhan terdapat 65 makam keluarga. 44 makam terletak di bangunan sebelah kanan bertuliskan 'Makam Ageng' dan 21 makam terletak dibangunan sebelah kiri bertuliskan 'Makam Alit'.

Makam R.A. Kartini Djojo Adhiningrat, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat (suami) dan Soesalit Djojoadhiningrat (putranya) berada di sebelah kanan dengan pagar khusus.

Ada sebuah kontroversi tentang penyebutan nama gelar kebangsawanan keluarga keraton ngayogyakarta untuk pahlawan nasional ini.

Di batu nisannya tertulis 'R.A.Kartini Djojo Adhiningrat'.

Pengamat Sejarah Edy Tegoeh Joelijanto (50) yang pernah mengenyam pendidikan di UKDW Jogjakarta dan Universitas Putra Bangsa Surabaya mengatakan, jika merujuk sumber dari catatan pikukuh (akte) Keraton Ngayogyakarta, nama yang benar adalah Raden Ayu Kartini atau R.Ay. Kartini.

"Tumprap Wadon Raden Ajeng, Kang Wus Omah-omah Raden Ayu," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (20/4/2020).

Catatan itu merupakan sebuah makna perempuan berdarah keraton yang belum menikah disebut dalam gelarnya Raden Ajeng yang disingkat (R.A) dan yang sudah menikah disebut dalam gelarnya Raden Ayu yang disingkat (R.Ay.).

Dengan kata lain, saat R.A. Kartini dipersunting oleh Bupati Rembang Raden Mas (R.M.) Djojo Adiningrat seketika itu juga gelar kebangsawanannya berubah menjadi Raden Ayu (R.Ay.) Kartini.

"Kebiasaan itu perlu diluruskan, karena seharusnya gelar berubah menjadi Raden Ayu usai menikah," kata Tegoeh.

https://regional.kompas.com/read/2020/04/21/08150021/kontroversi-penyebutan-gelar-kartini-raden-ajeng-atau-raden-ayu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke