Salin Artikel

Bantu Makamkan Jenazah Covid-19 yang Telantar, Bripka Yerry: Ada Rasa Takut

MANADO, KOMPAS.com  - Kanit Reskrim Polsek Dimembe, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Bripka Yerry Tumundo (sebelumnya ditulis Jerry-red), salah satu orang yang mengangkat peti jenazah Covid-19 dari mobil ambulans dan ikut menguburkan.

Yerry mengatakan, aksi kemanusian yang dilakukannya karena hatinya tergerak.

"Saya tergerak hati mengangkat peti jenazah, karena saat itu jenazah positif Covid-19 sudah terlantar kurang lebih dua jam di dalam mobil ambulans yang berada di lokasi pekuburan," katanya saat diwawancara di kediamannya di Desa Wusa, Kecamatan Talawaan, Minahasa Utara, Selasa (14/4/2020) siang.

Yerry menceritakan, saat di lokasi pekuburan, Dinas Kesehatan sudah menyiapkan alat pelindung diri (APD).

Namun, tidak ada orang yang mau memakai APD tersebut untuk membantu menguburkan jenazah.

"Karena jenazah ini satu jemaat dengan saya di GMIM Efrata Kapataran, Wusa, maka tergerak batin saya dan spontan langsung menyatakan diri siap menjadi salah satu yang menggunakan APD untuk menurunkan peti jenazah. Karena udah molor sekitar dua jam di dalam mobil ambulans," ungkapnya.

Saat menyatakan diri siap, jelas perasaan takut ada. Perasaan takut timbul saat dirinya akan pakai APD.

"Di situ saya merasa was-was dan takut," ujarnya.

Kemudian, Yerry mendapat arahan oleh juru bicara Satgas Covid-19 Sulut dr Steven Dandel.

"Kata dr Dandel bahwa apabila menggunakan APD jangan takut karena kita tidak akan tertular. Kemudian, saya memakai APD dan selanjutnya saya berjalan kaki ke arah mobil ambulans," katanya.

Namun, ketika dekat dengan mobil ambulans, perasaan was-was dan takut itu kembali timbul.

"Dan saya berdoa kepada Tuhan agar supaya menghilangkan rasa takut itu," ujar Yerry.

Saat menggunakan APD, kata Yerry, ada kendala yang dia dapat.

"Sebab, sebelum menggunakan APD, ia sudah menggunakan dua masker. Nah, saat saya gunakan APD, ternyata ada lagi masker standar WHO. Jadi, masker yang saya gunakan tiga lapis. Itu membuat saya siksa bernapas. Saat mengambil napas, saya terpaksa menjauh kemudian balik lagi ke peti," ujar Yerry.

Kendala lain, yang mengangkat peti jenazah hanya tiga orang. Karena hanya Yerry dan dua orang yang menggunakan APD mengangkat peti.

"Sedangkan untuk menurunkan peti ke liang kubur menggunakan dua utas tali dan harus dipegang oleh empat orang. Kalau tiga orang tidak bisa. Terpaksa kami beristirahat kurang lebih 15 sampai 30 menit untuk menambah satu orang," ucapnya.

Saat beristirahat, Yerry melihat kepala lingkungan sudah memakai APD.

"Kemudian dia membantu kami dan menurunkan jenazah di liang kubur," tuturnya.

Yerry mengaku, tidak ada rencana dirinya ikut langsung membantu menguburkan jenazah.

"Saat itu saya memakai baju hitam-hitam, karena saya penatua (pelayan khusus) di GMIM Efrata. Rencananya, saya, pendeta, dan guru agama, hanya di depan lorong untuk beribadah dari pengeras suara. Namun, setelah saya dapat telepon dari dalam, bahwa tidak ada yang menurunkan jenazah, maka saya masuk ke dalam dan membantu memakamkan," jelasnya.

Taruhan nyawa

Yerry berharap dengan dirinya mempertaruhkan nyawa dengan memakamkan pasien Covid-19, ia tidak terjangkit virus corona.

Yerry sendiri telah melakukan rapid test. Hasil resminya dia belum dapat.

"Salah satu perawat mengatakan nanti dia yang menghubungi saya. Sampai sekarang beliau belum menghubungi saya, dan saya belum tahu hasilnya," ujarnya.

Yerry mengaku, kondisinya saat ini sehat dan tidak merasakan ciri-ciri tanda Covid-19.

"Sampai dengan saat ini Tuhan berkenan saya belum merasakan itu," sebutnya.

Saat ini Yerry sementara menjalani isolasi mandiri di rumahnya selama 14 hari sejak membantu menguburkan jenazah Covid-19.

"Isolasi mandiri ini juga diperintahkan Ibu Kapolres dengan Kapolsek," katanya.

Sempat gugup rapid test

"Saat rapid test saya juga merasa gugup. Setelah tes, saya langsung mengejar salah satu orang perawat supaya memberitahukan segera hasilnya kepada saya," ungkapnya.

Itu dilakukan Yerry supaya jelas dan tidak jadi beban pikiran kepadanya.

"Jelas gugup, kan ada dua kemungkinan, positif atau negatif. Kalau sudah jelas negatif berarti aman," ujarnya.

Bripka Yerry menjadi relawan menguburkan jenazah pasien virus corona di Minahasa Utara, Jumat (10/4/2020) lalu.

Sebelum meninggal, jenazah Covid-19 itu dirawat di RSUP Kandou Manado.

https://regional.kompas.com/read/2020/04/14/16472021/bantu-makamkan-jenazah-covid-19-yang-telantar-bripka-yerry-ada-rasa-takut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke