Salin Artikel

Dedi Mulyadi: Pemerintah Harus Hati-hati soal Janji Bantuan Dampak Corona

Sebab, kata Dedi, jika janji itu tidak sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat, maka akan menimbulkan konflik di masyarakat yang akhirnya ketua RT dan RW jadi korban kemarahan masyarakat.

"Karena RT RW lah yang mendata masyarakat untuk dapat bantuan. Ketika didata, pada akhirnya tak terima atau yang nerima sebagian, maka RT dn RW jadi korban," kata Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (13/4/2020).

Menurut Dedi, kalau ingin memberi bantuan, tak perlu diumumkan dahulu nilainya. Pemerintah mendata dahulu calon penerima.

Misalnya, kata Dedi, bantuan progam keluarga harapan (PKH) dan bantuan pangan non tunai (BPNT) jauh lebih terukur karena ada data yang memadai serta kualifikasinya sudah terukur dan rutin. Tetapi di luar itu sangat sulit membuat ukuran karena saat ini semua orang merasa terdampak oleh Covid-19.

Oleh karena itu, kata Dedi, bantuan sosial dampak dari Covid-19 jangan mengorbankan aparat pemerintah paling bawah, yaitu RT RW dan kepala desa atau kelurahan.

Sebab, pemberian jenis bantuan sosial di luar penerima PKH dan bantuan BPNT yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat itu akan mengalami kesulitan dalam identifikasi masyarakat calon penerima.

Masyarakat di luar PKH dan BPNT semuanya merasa terdampak oleh Covid-19.

"Sedangkan bantuan yang didengungkan selama ini dalam pandangan saya jumlahnya tak akan mencukupi yang pada akhirnya aparat desa, RT, RW dan perangkat desa itu harus memilih dengan jumlah yang sangat terbatas. Itu akan menimbulkan gejolak di masyarakat," kata Dedi.

Lab corona di RS kota/kabupaten

Dedi juga meminta pemerintah untuk mengadakan laboratorium pemeriksaan corona di rumah sakit-rumah sakit di kota dan kabupaten.

Hal itu agar pemeriksaan sampel swab bisa segera keluar sehingga pasien tidak harus menunggu lama untuk mendapat kepasitkan positif atau negatif.

Dedi mengatakan, problem berkembangkanya Covid-19 ke desa hari ini karena banyak orang yang mudik dan juga tenaga kerja Indonesia yang pulang. Hal itu juga menunjukkan bahwa proses isolasi tidak berjalan.

Lalu masalah lainnya adalah lamanya hasil tes swab sehingga penanggulangan terhadap pasien positif cenderung lamban. 

Ia menyoroti beberapa kasus orang yang dinyatakan positif setelah yang bersangkutan pulang dari rumah sakit seperti ketua Fraksi Golkar DPRD Sumut. Kasus lainnya adalah bupati Morowali Utara dinyatakan positif Covid-19 setelah jenazahnya dikubur.

Lalu kasus serupa yang lain terjadi di Subang. Seorang pekerja di pelabuhan pulang ke rumahnya di Desa Sudimampir dan mengalami demam. Kemudian ia dirawat di rumah sakit Subang. Setelah sembuh, ia kemudian diperbolehkan pulang.

"Setelah sampai di rumah, ia mengadakan syukuran. Setelah itu, hasil lab keluar dan ternyata positif. Itu semua yang hadir dalam syukuran bisa tertular," kata wakil ketua Komisi IV DPR RI ini kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (13/4/2020).

"Oleh karena itu, saya usulkan di setiap kabupaten dan kota harus ada fasiltias laboratorium berstandar WHO. Untuk penelitinya bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi. Karena kalau tidak, wabah ini tidak bisa tercegah," kata Dedi.

Selain itu, Dedi mengimbau agar pihak rumah sakit tidak memulangkan dahulu pasien kalau hasil laboratoriumnya belum keluar.

https://regional.kompas.com/read/2020/04/13/16302811/dedi-mulyadi-pemerintah-harus-hati-hati-soal-janji-bantuan-dampak-corona

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke