Salin Artikel

Sang Perawat Itu Telah Pergi

Perempuan yang sehari-hari bertugas di bagian geriatri RSUP dr Kariadi Semarang itu dinyatakan positif corona dan meninggal setelah dirawat di ruang isolasi.

Keluarga pun segera mengatur pemakaman NK. Rencananya NK akan dimakamkan di Sewakul, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang agar dekat dengan makam ayahnya.

Makam untuk NK pun telah digali oleh keluarga.

Namun saat pemakaman akan dilakukan, Ketua RT 6 Dusun Sewakul, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Purbo yang awalnya mengizinkan berubah pikiran.

Ia dan warga menolak jenazah NK dimakamkan di wilayahnya walaupun makam NK sudah dipersiapkan.

Akhirya jenazah NK dimakamkan di Bergota komplek makam keluarga Dr Kariadi Kota Semarang tempat NK bekerja.

Pemakaman dilakukan sesuai SOP pasien Coovid-19 dan hanya dihadiri keluarga dalam jumlah sangat terbatas.

Suami NK yang juga seorang perawat ikut hadir dalam pemakaman istri tercintanya.

DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah membawa kasus tersebut ke ranah hukum.

Edy Wuryanto, Ketua DPW PPNI Jateng menilai penolakan yang dilakukan warga diduga karena ada oknum yang melakukan provokator.

PPNI saat ini sedang mengumpulkan bukti untuk membawa kasus tersebut ke ranah hukum'

"Harus ada pembelajaran terkait kejadian ini. Kami sudah mengumpulkan ahli-ahli hukum yang tergabung di PPNI untuk memberi masukan dan kajian," kata Edy, Jumat (10/4/2020).

"Itu nanti mau masuk delik aduan atau gimana, biar ahli hukum yang menentukan. Kami hanya mengumpulkan bukti dan segala yang diperlukan, lalu kami ambil langkah selanjutnya," tambahnya.

Edy megaku prihatin dengan penolakan tersebut, Menurutnya, proses pemulasaran jenazah sesuai dengan prosedur khusus dan tidak akan terjadi penularan Covid-19.

"Saya prihatin dengan fobia warga yang berlebihan menolak pemakaman jenazah Covid-19. Beruntungnya saat ini jenazahnya telah dimakamkan di pemakaman keluarga RSUP Kariadi di TPU Bergota"

Sementara itu Purbo, Ketua RT 6 yang berperan dalam kasus penolakan pemakaman NK meminta maaf.

Permintaan maaf langsung disampaikan Purbo dihadapan Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah, Edy Wuryanto.

"Atas nama pribadi dan warga saya minta maaf adanya kejadian kemarin itu. Saya minta maaf kepada perawat, warga Ungaran, dan pada seluruh masyarakat Indonesia," ungkap Purbo, Jumat (10/4/2020) di kantor DPW PPNI Jawa Tengah.

Purbo mengaku dalam hati menangis karena penolakan tersebut karena istrinya juga perawat.

"Sungguh, saya juga menangis dengan kejadian tersebut. Apalagi istri saya juga perawat, tapi saya harus meneruskan aspirasi warga," ungkapnya.

Namun ia mengatakan penolakan pemakaman NK di TPI Sewakul adalah aspirasi masyarakat termasuk beberapa Ketua RT di wilayah TPU.

"Mereka mengatakan, Pak jangan di sini, jangan dimakamkan di Sewakul," ujarnya menirukan warga.

Karena desakan warga, akhirnya aspirasi tersebut diteruskan ke petugas pemakaman.

Dia menyatakan tidak mungkin mengabaikan aspirasi warga karena tanggung jawab sebagai Ketua RT.

"Keluarga almarhumah juga ada yang dimakamkan di Sewakul meski bukan warga kami," ucapnya.

Hal senada juga dijelaskan oleh Ketua RW 08 Dusun Sewakul, Daniel Sugito.

Ia mengatakan warga tetap menolak pemakaman NK di TPU walaupun dokter hingga Wakil Bupati Semarang datang ke lokasi untuk menolak.

"Tapi warga tetap menghendaki pemakaman dipindah," ujarnya.

Aksi solidaritas tersebut akan dilakukan selama enam hari terhitung tanggal 10 April hingga 16 April 2017.

Selama enam hari, para perawat akan memasang pita hitam di lengan kanan mereka.

Hal tersebut dibenarkan oleh Rohman Azzam, Ketua Bidang Sistem Informasi dan Komunikasi Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI).

“Pita hitam adalah sikap solidaritas yang menunjukkan duka mendalam atas wafatnya sejawat kami, perawat RSUP dr. Kariadi Semarang khususnya, yang diperlakukan secara berlebihan oleh oknum masyarakat dengan menolak pemakamannya di lokasi pemakaman umum,” ujar Rohman saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (10/04/2020).

Selain penggunaan pita hitam, perawat di Jawa Tengah juga diinstruksikan agar tetap memberikan pelayanan kesehatan terbaik untuk masyarakat.

“Kami menginstruksikan seluruh perawat di Jawa Tengah untuk tetap memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada masyarakat dengan semangat tulus dan ikhlas, mengutamakan keselamatan masyarakat sesuai dengan doktrin dan sumpah profesi perawat Indonesia di tengah keterbatasan sarana dan prasarana yang ada saat ini” kata Ketua DPW PPNI Provinsi Jawa Tengah Edy Wuryanto.

Sementara itu DPP PPNI Pusat sangat menyayangkan adanya stigmatisasi negatif yang dilakukan oleh sejumlah orang terhadap perawat RSUP dr Kariadi yang merupakan perawat garis depan dalam upaya melawan pandemi virus corona.

“Kami tegaskan bahwa jenazah almarhum NK dipastikan telah dilakukan perawatan dan pemulasan jenazah sesuai dengan prosedur-prosedur yang telah ditentukan. Jadi tidak beralasan untuk menolak, memberikan stigma negatif yang berlebihan kepada almarhum sejawat kami yang telah gugur sebagai pahlawan kemanusiaan,” ujar Harif Fadhillah, Ketua DPP PPNI Pusat dalam siaran pers yang diterima Kompas.com,Jumat (10/04/2020).

Data tersebut disampaikan Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

"Kami berduka cita atas wafatnya sepuluh anggota perawat dalam tugas kemanusiaan sampai hari ini," kata Ketua DPP PPNI Harif Fadhillah di Jakarta, dikutip dari Antara.

Harif mengatakan dari sepuluh anggota PPNI yang wafat itu, satu di antaranya telah dinyatakan positif tertular COVID-19 atas nama Ninuk Dwi.

"Yang kami tahu sembilan perawat yang wafat berstatus terakhir PDP, karena hasil laboratorium tidak dapat kami akses, kecuali keluarga dan rumah sakit," kata dia.

Sementara itu Ketua DPW PPNI Jateng, Edy Wuryanto mengatakan tenaga medis merupakan garda terdepan yang paling rawan terpapar corona atau Covid-19.

Sebab, mereka melakukan kontak langsung terhadap pasien yang bersangkutan.

"Kerawanan paling tinggi itu adalah tenaga kesehatan yang tidak ada di ruang isolasi. Kalau di ruang isolasi, mereka sudah sadar sehingga memakai alat pelindung diri. Kalau di bagian lain, APD-nya hanya secukupnya, jadi rawan terpapar," jelasnya.

Ia juga mendesak agar pemerintah untuk lebih serius memperhatikan keselamatan perawat melalui penyediaan APD yang sesuai standar.

Menurutnya tidak semua perawat mengetahui pasien yang ditangani tersebut masuk dalam kategori orang dalam pemantauan (ODP) atau orang dalam pengawasan (PDP).

"Perawat yang meninggal tersebut, bekerja di bagian geriatri. Seharusnya jauh dari pasien ODP atau PDP, tapi ada pasien yang masuk dan tidak jujur sehingga perawat terpapar," katanya.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Riska Farasonalia, Nur Rohmi Aida, Dian Ade Permana | Editor: Khairina, Rizal Setyo Nugroho, Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

https://regional.kompas.com/read/2020/04/11/06160091/sang-perawat-itu-telah-pergi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke