Salin Artikel

Direndam Banjir, Sawah di Samarinda bagai Danau, Petani Rugi Ratusan Juta Rupiah

Hal itu menyebabkan para petani rugi ratusan juta rupiah. 

Selama sepekan sawah seluas 300 hektar direndam banjir dengan ketinggian air sekitar 1-2 meter. Padi yang sudah berumur dua bulan tak lagi kelihatan.

Pantauan Kompas.com di lokasi, areal persawahan bagai danau. Terlihat hanya daun padi yang kelihatan ujung, Jumat (17/1/2020).

Ketua Kelompok Tani Panca Usaha Ngadimin (82) mengatakan, sebagian besar kelompok tani sudah menanam padi.

Ada yang baru menyemai, ada pula yang baru mengolah.

Namun, hujan deras membuat di Bendungan Benanga meluap menggenangi sawah warga.

Jarak bendungan dan sawah berkisar dua kilometer.

Irigasi untuk persawahan di lokasi itu mendapat aliran air dari Bendungan Benanga.

"Kami tidak berbuat apa-apa selain pasrah," ungkap Ngadimin saat ditemui di lokasi, Jumat siang.

Dia mengatakan, padi yang sudah ditanam dipastikan membusuk karena genangan sudah terlalu lama.

Dalam setahun petani memanen dua kali. Musim pertama dari Januari sampai Mei dan musim kedua Mei hingga Agustus.

"Setiap empat bulan sekali kita panen, tapi musim ini sudah gagal," kata dia.

Gagal panen ini bukan hal baru bagi para petani. Hal serupa sering dialami petani di wilayah itu.

Setiap kali hujan deras bendungan selalu meluap. Namun, saat musim panas stok air di bendungan justru minim.

"Jadi dilema," ucap Ngadimin.

Para petani tak bisa berbuat apa-apa selain berharap cuaca baik yang sehingga tak mengganggu piring nasi mereka.

Atas peristiwa tersebut, para petani yang berjumlah dua ratusan orang dari sembilan kelompok tani ini mengaku rugi ratusan juta rupiah.

Itu dihitung dari awal mengolah tanah. Petani sudah membayar ongkos Rp 1,5 juta.

Setelah diolah, para petani menyemai bibit. Karena banjir bibit-bibit tersebut tak lagi tumbuh subur tapi membusuk.

Butuh waktu dua pekan ke depan baru surut jika cuaca panas.

"Butuh dana Rp 4 jutaan untuk bikin siap satu hektar. Dari olah, pupuk hingga semai untuk satu petani," jelasnya.

Ketua Kelompok Tani Tunas Muda Sabran (55) mengatakan, kondisi Bendungan Benanga sudah tak kondusif bagi pertanian warga sekitar dan sistem irigasi sawah.

Pasalnya, sedimentasi yang ada di waduk tersebut sudah terlalu tinggi.

Saat hujan, waduk tak bisa menampung air hingga meluap ke sawah petani.

Namun, di saat musim panas sawah petani justru mengalami kekeringan karena daya tampung air yang sedikit lebih banyak disedot PDAM Tirta Kencana Samarinda untuk pengelolaan air bersih bagi wilayah sekitar.

"Jadi kami petani di sini baik musim hujan dan musim panas selalu menderita. Musim hujan pun salah, musim kering pun salah. Kami minta waduk itu dinormalisasi biar daya tampung airnya mumpuni," kata dia.

Kondisi demikian sudah dialami petani hampir tujuh tahunan.

"Dulu waduk itu dalam. Kami cari ikan di sana takut karena dalam. Sekarang kalau musim kering kita bisa jalan di waduk itu," jelasnya.

Atas kondisi ini, dirinya meminta agar pemerintah daerah bisa mengeruk waduk dengan baik agar sistem irigasi bagi persawahan warga pun baik.

Soal gagal panen musim ini, para petani berharap pemerintah daerah memberi bibit baru dan modal untuk menanam kembali pada musim tanam selanjutnya.

Asisten I Setkot Samarinda Tedjo Sutarnoto mengatakan, semua masalah yang ditimbulkannya dalam bencana banjir kali ini akan dicarikan solusi.

Saat ini pihaknya masih fokus mengurus korban terdampak banjir yang dievakuasi di masjid-masjid dan posko-posko untuk segera mendapat bantuan.

"Segera kita carikan solusi soal sawah petani. Saat ini kita fokus alokasi bantuan," ungkap Tedjo saat dihubungi terpisah.

https://regional.kompas.com/read/2020/01/17/18322801/direndam-banjir-sawah-di-samarinda-bagai-danau-petani-rugi-ratusan-juta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke