Salin Artikel

4 Kisah Warga Kampar Bertahan di Tengah Kepungan Banjir: Panen Sawit demi Sesuap Nasi hingga Berperahu Selamatkan 7 Kambing

KOMPAS- Lebih dari dua pekan banjir menerjang Kabupaten Kampar, Riau.

Warga di wilayah paling hilir Sungai Kampar bahkan telah 21 hari bertahan menghadapi kepungan banjir.

Pada Minggu (29/12/2019) dua desa terisolasi akibat genangan banjir yang masih tinggi. Ratusan rumah di desa tersebut tergenang air hingga ketinggian 50 sentimeter hingga satu meter.

Dua desa tersebut adalah Desa Lubuk Siam dan Desa Tanjung Balam. Dua desa itu terisolasi lantaran akses jalan menuju desa terputus oleh genangan banjir.

Selain dua desa yang terisolasi, Kompas.com merangkum kisah warga bertahan dikepung banjir di Kampar selama lebih dari dua pekan lamanya:

Berhari-hari menghadapi banjir membuat daya tahan tubuh warga memburuk.

Sejumlah warga di Desa Buluh Cina, Kecamatan Siak Hulu, Kampar, Riau terjangkit gatal-gatal, diare dan cacar air.

Penyakit tersebut menyerang anak-anak hingga orangtua.

Sebelum didirikan posko kesehatan di kantor Desa Buluh Cina, warga yang sakit harus naik perahu sewa dan menyebrang ke kantor desa lain.

Sekretaris Desa Buluh Cina Rusdianto mengatakan, posko kesehatan dibuka pada 11 Desember.

"Sampai hari ini, Jumat (27/12/2019), tercatat sebanyak 191 warga yang terkena penyakit," kata Rusdianto.

Warga Desa Buluh Cina, Kecamatan Siak, Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Husin tidak dapat bekerja akibat banjir setinggi dada yang merendam wilayahnya.

Padahal untuk bertahan, Husin dan keluarganya membutuhkan makanan.

Husin mengaku terpaksa memanen kelapa sawit di tengah banjir demi sesuap nasi.

"Beras, minyak sudah mau habis. Uang juga sudah tak ada. Jadi saya usakan juga untuk panen sawit yang dilanda banjir," ujar Husin, Jumat (20/12/2019).

Panen sawit di tengah banjir tentu merupakan hal yang berisiko. Lantaran saat itu ketinggian air mencapai satu setengah meter.

"Ketinggian air setinggi dada. Jadi buah yang didodos langsung diarahkan ke dalam perahu," katanya.

Jika tak banjir, hasil panen Husin biasanya bisa mencapai satu ton. Namun kali ini ia hanya memanen 500 kilogram.

"Biasanya dapat satu ton. Tapi karena banjir cuma dapat 500 kilo. Alhamdulillah, masih ada rezeki untuk beli beras," ucapnya.

Tingginya genangan banjir tak hanya merendam rumah warga. Namun juga kandang dan hewan-hewan ternak.

Warga Desa Buluh Cina, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Sarial (52) mengisahkan saat dirinya menyelamatkan kambing-kambing yang nyaris tenggelam.

Saat itu, kata Sarial, ketinggian air semakin bertambah hingga mencapai kandang kambingnya.

Beberapa saat sebelum banjir mencapai atap kandang kambing, Sarial mengangkat tujuh kambingnya ke dalam perahu.

"Kalau tidak cepat saya evakuasi, semua kambing saya bakal mati tenggelam," sebutnya.

Warga Desa Pulau Rambai, Kecamatan Kampa, Kabupaten Kampar, Riau, Yulianis (41) menuturkan kisahnya saat rumahnya pertama kali dikepung banjir, Minggu (15/12/2019).

Banjir mengepung rumahnya pada tengah malam. Saat itu Yulianis dan keluarganya sedang tidur.

"Waktu itu kami semuanya tertidur. Tiba-tiba saya terbangun karena terasa dingin. Rupanya kasur sudah basah karena banjir makin tinggi di dalam rumah. Kami panik dan ketakutan," kata Yulianis.

Suaminya pun bergegas membuatkan tempat dari kayu untuk menaruh barang-barang agar tak terendam.

Mereka kemudian mencari tempat tinggi dan duduk hingga keesokan harinya. Yulianis dan keluarganya hanya bisa berdoa agar banjir lekas surut.

"Mau keluar enggak bisa. Perahu enggak ada. Jadi, ya kami bertahan di rumah sampai pagi," ujar Yulianis.

Yulianis dan keluarganya pun menahan lapar selama beberapa hari hingga bantuan perahu dan makanan tiba.

Warga Kampar, Riau yang bercocok tanam terpaksa memanen padi lebih awal di tengah banjir.

Mereka khawatir, padi membusuk lantaran terendam banjir.

Hal tersebut dilakukan oleh petani asal Desa Balam Jaya, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau Eva (43) dan Edi (54).

Meski ketinggian air mencapai dadanya, Edi tetap memanen padi menggunakan sabitnya.

Padi basah yang dipanen dimasukkan dalam baskom. Kemudian dikeringkan dengan cara dijemur.

"Sebagian udah berisi dan menguning, jadi terpaksa kami panen lebih awal buat makan. Kalau tidak dipanen padi akan rusak. Sedangkan selebihnya diperkirakan panen bulan Januari tajun depan. Sebentar lagi semuanya akan tenggelam banjir. Air naik terus," kata Eva.

Akibat banjir, diperkirakan ratusan hektar sawah terancam gagal panen. Selain itu, banjir juga merendam kebun sawit dan sayur milik warga.

Sumber: KOMPAS.com (Penulis: Kontributor Pekanbaru, Idon Tanjung | Editor : David Oliver Purba, Abba Gabrillin, Krisiandi, Aprillia Ika, Farid Assifa, Khairina)

https://regional.kompas.com/read/2019/12/30/05300051/4-kisah-warga-kampar-bertahan-di-tengah-kepungan-banjir--panen-sawit-demi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke