Salin Artikel

Kaleidoskop 2019: 6 Kasus Kerusuhan di Sejumlah Tanah Air, Hoaks, Rasis hingga Salah Paham

KOMPAS.com - Sepanjang tahun 2019, ada beberapa kasus kerusuhan yang terjadi di sejumlah daerah yang terbilang cukup memprihatinkan, karena sampai menelan korban jiwa, baik dari masyarakat hingga aparat penegak hukum, bahkan juga menimbulkan kerugian material.

Permasalahan kasus kerusuhan yang terjadi pun bermacam-macam, mulai dari dianggap rasis, salah paham, hoaks, hingga diprovokasi.

Tentunya, semua pihak berharap kasus serupa tidak kembali terjadi untuk ke depan. 

Berikut ini beberapa kasus kerusuhan yang Kompas.com rangkum sepanjang tahun 2019.

Sejumlah orang membakar Pos Polisi Lalu Lintas di Perempatan Jalan Tanjung Raya I, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (22/5/2019) sekitar pukul 07.00 WIB.

Sebelum terjadi kebakaran pos polisi tersebut, awalnya sejumlah orang berkumpul dengan membawa petasan serta membakar ban di perempatan tersebut sekitar pukul 04.30 WIB.

Saat matahari terbit, terbakarlah pos polisi lalu lintas yang berada 100 meter dari lokasi massa.

Akibat kerusuhan itu, tiga anggota polisi dilaporkan terkena tembakan sanjata api jenis lantak saat mengamankan aksi massa, Kamis (23/5/2019) dini hari.

Selain luka tembak, sejumlah anggota kepolisian juga ada yang dirawat karena lemparan batu dari peserta aksi.

Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji menilai, kericuhan yang terjadi di Kota Pontianak, Kalbar, Rabu pagi, akibat adanya provokasi dari kejadian di Jakarta.

"Orang demo menyampaikan hal itu wajar. Namun, saya berharap kita harus menjaga keadaan Kota Pontianak dan Kalbar agar tetap kondusif," katanya, Rabu sore.

Sementara itu, Kapolda Kalimantan Barat Irjen Pol Didi Haryono mengungkapkan, sebanyak 203 orang ditangkap dalam kerusuhan tersebut.

Dari 203 orang tersebut, berdasarkan pemeriksaan urine, 98 orang diantaranya positif menggunakan narkoba jenis sabu dan tiga orang membawa barang bukti narkoba.

"Mereka rata-rata sebagai pengguna (narkoba). Itu berdasarkan hasil tes urine," kata Didi, di Mapolda Kalbar, Kamis (23/5/2019).

 

Rabu (22/5/2019) sekitar pukul 22.00 WIB, kantor Polsek Tambelangan di Sampang, Jawa Timur, ludes dibakar massa.

Aksi anarkis tersebut dipicu beredarnya video hoaks di media sosial. Ada salah satu ulama dikabarkan ditahan polisi saat mengikuti aksi 22 Mei di Jakarta.

Dalam penyelidikan, polisi menemukan satu kardus bom molotov yang belum digunakan.

Bom molotov yang berupa botol bekas minuman suplemen berisi minyak tanah dan bersumbu itu ditemukan di samping selatan kantor Polsek Tambelangan.

"Awalnya dari info hoaks. Warga kemudian terprovokasi dan melakukan tindakan di luar kendali hingga berujung pembakaran," terang Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Luki Hermawan, Kamis (23/5/2019) saat meninjau lokasi kantor Polsek Tambelangan.

Kapolda Jawa Timur menegaskan, peristiwa pembakaran kantor Polsek Tambelangan, tidak ada kaitannya dengan masalah Pilpres secara langsung.

Pasca-kejadian itu polisi berhasil mengamankan enam orang pelaku pembakar Polsek Tambelangan, keenamnya ditangkap saat tengah bersembunyi di pesantren-pesantren di Sampang.

"Enam orang sudah kami amankan dan sudah berstatus tersangka, mereka diperiksa maraton di Mapolda Jatim," kata Luki, Minggu (26/5/2019) malam.

Sebanyak 87 rumah hangus dibakar setelah terjadi bentrok antar warga Desa gunung Jaya dengan Desa Sampuabalu. Tak hanya itu, dua orang warga Desa Gunung Jaya tewas dan delapan orang lainnya mengalami luka-luka dalam insiden tersebut, Rabu (5/6/2019) lalu.

Kapolda Sulawesi Tenggara (Sultra) Brigjend Pol Irianto mengatakan, pemicu terjadinya pertikaian antara warga Desa Gunung Jaya dengan Desa Sampuabalo karena salah paham.

“Yang diawali dari pemuda Sampuabalo yang melintas di Desa Gunung Jaya, karena memainkan gas motor. Masyarakat Gunung Jaya terganggu dan tidak terima sehingga masyarakat mengeluarkan pernyataan yang tidak mengenakan," kata Irianto, di Desa Gunung Jaya, Kecamatan Siotapina, Kabupaten Buton, Kamis (6/6/2019) siang.

Melihat kelakuan tidak sopan para pemuda dari Sampuabalo, warga Desa Gunung Jaya pun terpancing emosinya.

Warga desa pun mengeluarkan kata-kata kotor yang menyinggung para pemuda Sampuabalo.

"Kejadian tersebut berlanjut, tak lama kemudian, masyarakat Sampuabalo tiba-tiba datang ke Gunung Jaya terjadi lemparan batu. Masyatakat Desa Gunung Jaya sangat sedikit penghuninya, sehingga ada pembakaran,” sambungnya.

Sementara itu, menurut Bupati Buton, La Bakri, ada sekitar 700 warga Desa Gunung Jaya mengungsi di rumah-rumah warga Desa Laburunci.

“Warga yang mengungsi masih terus berdatangan dan mengungsi di rumah-rumah warga untuk memudahkan penanganan bantuan,” katanya.

Pasca-kerusuhan itu, polisi menetapkan 38 orang warga Desa Sampuabalo lainnya, sebagai tersangka.

“Kemarin yang dibawa ke polda untuk dilakukan pemeriksaan secara keseluruhan ada 83 orang. Dari 83 orang tersebut, kami kembalikan 45 orang, karena hasil pemeriksaan tidak terlibat,” kata Kapolres Buton AKBP Andi Herman, Selasa (11/6/2019).

Rabu (21/8/2019) pagi, kerusuhan pecah di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, dalam kerusuhan itu, terjadi pembakaran kantor Dewan Adat dan Pasar Thumburuni di Fakfak.

"Beberapa jam lalu terjadi pembakaran kantor Dewan Adat dan Pasar Tumburuni," kata Wakil Gubernur Lakotani, seperti dikutip dari Tribun Palu, Rabu siang.

Lakotani mengatakan, penyebab kerusuhan di Fakfak masih merupakan lanjutan dari aksi protes atas rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur.

Hal senada diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo.

Menurutnya, kericuhan di Fakfak, Papua Barat disebabkan karena provokasi sekelompok orang.

"Hanya segelintir orang yang memang mencoba memprovokasi masyarakat. Itu sedang diidentifikasi. Dan beberapa simbol-simbol juga sudah diamankan oleh aparat kepolisian," ujar Dedi saat ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Rabu.

Selain di Fakfak, kerusuhan juga terjadi di Mimika, Papua Barat pada (21/8/2019).

Ribuan demonstran yang berunjuk rasa di halaman gedung DPRD Mimika merusak berbagai fasilitas umum seperti gedung DPRD Mimika, bangunan di sekitar gedung DPRD hingga mobil yang berada di jalan.

"Selain itu, massa juga memblokade jalan Cendrawasih," kata Jurnalis Kompas.com Irsul via sambungan telepon.

Dalam aksi unjuk rasa tersebut, dua aparat terluka saat menghalau massa dalam peristiwa kerusuhan di Timika.

Pasca-kerusuhan itu, polisi menetapkan 34 orang sebagai tersangka terkait kerusuhan yang terjadi di Timika, Papua, Rabu.

Awalnya, polisi mengamankan 45 orang pengunjuk rasa, namun setelah dilakukan pemeriksaan, hanya 34 orang yang diproses hukum lebih lanjut.

Aksi unjuk rasa siswa di Kota Wamena, Papua, Senin (23/9/2019) berujung rusuh, demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, PLN dan beberapa kios masyarakat.

Kapolda Papua Irjen Rudolf A Rodja mengatakan, aksi anarkistis di Wamena dipicu kabar hoaks tentang seorang guru yang mengeluarkan kata-kara rasis di sekolah.

"Guru tersebut sudah kita tanyakan dan tidak ada kalimat rasis, itu sudah kita pastikan. Jadi kami berharap masyarakat di Wamena dan di seluruh Papua tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita yang belum tentu kebenarannya," tuturnya.

Akibat kerusuhan tersebut, menelan korban jiwa sebanyak 33 orang. Tak hanya itu, 224 mobil roda 6 dan 4 hangus, 150 motor, 465 ruko hangus, dan 165 rumah dibakar.

"Info terakhir sudah ditemukan 33 korban tewas. Satu jenazah kemarin saat dievakuasi, tidak masuk data rumah sakit tapi sama kekuarganya langsung dimasukan ke pesawat," ujar Komandan Kodim 1702/Jayawijaya, Letkol Inf Candra Dianto, saat dihubungi, Kamis (26/9/2019).

Akibat kejadian tersebut, jatuh korban jiwa dan luka-luka, baik dari sisi aparat maupun AMP.

"Dari peristiwa itu, 1 anggota TNI tewas dan 6 anggota Brimob luka berat," ujar Kabid Humas Polda Papua Kombes AM Kamal, di Jayapura, Senin (23/9/2019).

Enam anggota Brimob yang mengalami luka berat, kini sedang menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Bhayangkara Jayapura. Sementara, Prajurit TNI yang gugur dalam kejadian tersebut adalah Praka Zulkifli yang bertugas di Yonif 751/Raider.

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menceritakan kerusuhan yang terjadi di Expo Waena, Kota Jayapura, Papua, Senin (23/9/2019) lalu.

Berawal, mahasiswa Papua yang pulang kampung ke Papua menduduki Universitas Cendrawasih ( Uncen), sebagian besar mahasiswa itu disebutkan datang dari Sulawesi.

Dedi mengatakan, mahasiswa tersebut diduga ingin mendirikan posko di areal Uncen. Menurut polisi, posko tersebut diduga untuk melakukan propaganda dan rencana aksi lainnya.

"Mahasiswa langsung mendatangi Uncen, kemudian melakukan pemblokiran, pemasangan spanduk dan rencana akan mendirikan posko, dengan mengambil areal Uncen," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin malam.

"Posko tersebut diduga digunakan untuk melakukan provokasi, propoganda dan melakukan rencana aksi lainnya," sambungnya. 

Sumber: KOMPAS.com (Achmad Faizal, Dhias Suwandi, Irsul Panca Aditra, Devina Halim | Editor : Robertus Belarminus, Aprlia Ika, Khairina, Farid Assifa, Bayu Galih, Ana Shofiana Syatiri)

https://regional.kompas.com/read/2019/12/25/06120561/kaleidoskop-2019-6-kasus-kerusuhan-di-sejumlah-tanah-air-hoaks-rasis-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke