Salin Artikel

Suarakan Pluralisme, Sinta Nuriyah Terima Gelar Doktor Honoris Causa

Penghargaan tersebut diserahkan pada Rabu (18/12/2019) di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, almamater Sinta saat menempuh pendidikan sarjana pada tahun 1970-an.

Dilansir dari VOA Indonesia, dengan mengenakan toga dan duduk di kursi roda, Sinta menyampaikan pidato tentang perjuangannya untuk perempuan dan pluralisme.

Pidato tersebut disampaikan di hadapan ratusan undangan dari keluarga, kerabat, pejabat negara, hingga akademisi.

“Yang teramat penting lagi adalah bahwa pengadilan puncak terhadap keimanan hanya ada di tangan Tuhan. Oleh karena itu, kesombongan teologis, yang telah menjadi salah satu penyebab pertikaian antaragama dan antarbudaya, serta menyulut tindakan brutal dengan melakukan perusakan maupun penutupan tempat ibadah keyakinan lain, tidak seharusnya terjadi,” papar Sinta.

Sinta mencontohkan gerakan sahur bersama pemeluk agama lain yang telah ia lakukan selama bertahun-tahun berdampak positif pada kerukunan.

Saat mencetuskan ide tersebut, Sinta bercerita bahwa Majelis Agama Konghucu Indonesia dan Keuskupan Jakarta langsung merespon.

Kegiatan sahur bersama kemudian menjadi agenda tahunan dan menggaungkan pesan perdamaian di halaman gereja, pasar, kolong jembatan di berbagai kota di Indonesia.

“Kegiatan ini, membuat kami betul-betul bisa merasakan betapa indahnya kerukunan dan betapa hangatnya kebersamaan bersama teman-teman aktivis yang peduli,” kata Sinta.

Bahkan Marhumah sendiri ikut menguji Shinta.

“Ibu Nyai Sinta Nuriyah Wahid merupakan seorang aktivis yang sudah lama memperjuangkan hak-hak perempuan, pemberdayaan perempuan, advokasi terhadap perempuan korban kekerasan seksual. Kepedulian dan perjuangan beliau terhadap persoalan ini dapat dilihat dari gagasan-gagasan progresif yang dituangkan dalam bentuk tulisan, baik di media massa maupun buku,” ujar Marhumah.

Ia menyebut UIN Sunan Kalijaga memandang Sinta Nuriyah sebagai pelopor penguatan wacana gender dalam Islam.

Selain itu Sinta dianggap berani membongkar wacana yang selama ini dianggap mapan.

Salah satu gebrakan yang dilakukan Sinta adalah mengembangkan kajian Islam dan perempuan, khususnya yang berbasis tradisi intelektual pesantren.

“Forum kajian kitab kuning menjadi forum kajian untuk melakukan kontekstualisasi terhadap kitab tentang relasi perempuan dan laki-laki. Pemahaman yang tidak tepat terhadap teks-teks agama dapat berimplikasi pada kekerasan terhadap perempuan,” tambah Marhumah.

Sinta Nuriyah juga melakukan strategi yang diterima kalangan akar rumput. Salah satunya penggunaan konsep perempuan sebagai mitra laki-laki.

Sinta juga mengenalkan istilah Puspita atau Pusat Perlindungan bagi Wanita yang selama ini dikenal dengan Women Crisis Centre.

Pendekatan tersebut membuat isu perempuan lebih diterima oleh masyarakat.

“Persatuan itu adalah yang termahal dari semua yang termahal yang dimiliki oleh bangsa ini. Oleh karena itu, inilah kata kunci yang menyebabkan kita bisa ada bersama-sama, tentu dengan berbagai pluralitasnya dan sebagainya,” ujar Yudian.

Hal senada juga dijelaskan Anita Hayatunnufus Wahid, putri ketiga Sinta Nuriyah dan Gus Dur.

Ia menyebut bahwa ibunya selalu mengampanyekan toleransi dan pluralisme serta membangkitkan rasa sayang pada sesama, dan menciptakan Indoensia yang damai bagi semua.

“Ibu ini memberikan suara buat orang-orang yang selama ini beliau perjuangkan. Kelompok-kelompok yang selama ini selalu tertindas, hanya karena minoritas atau hanya karena mereka dalam posisi yang tidak berdaya. Ibu Sinta Nuriyah yang mengangkat suara mereka,” ujar Anita.

Sinta Nuriyah Wahid lahir di Jombang, Jawa Timur pada 8 Maret 1948.

Sinta muda menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat Jombang, Madrasah Muallimat Bahrul Ulum Jombang.

Ia kemudian melanjutkan S1 di Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga dan Program Kajian Wanita, Universitas Indonesia untuk program S2.

Dia pernah berkarier sebagai dosen di Jombang, menjadi jurnalis di dua media berbeda di Jakarta, aktivis sosial, pemikir agama, dan ibu negara ke-4.

Sinta telah menulis empat buku yang mendobrak pemikiran Islam tentang perempuan dan relasi gender. Dia juga menerima sekurangnya 10 penghargaan nasional dan internasional atas kiprahnya selama in

https://regional.kompas.com/read/2019/12/20/14150051/suarakan-pluralisme-sinta-nuriyah-terima-gelar-doktor-honoris-causa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke