Salin Artikel

Nasib Pekerja Konstruksi di Indonesia: Gaji Kecil, Risiko Tinggi hingga Ada "Kasta"

Akhir November ini, warga Garut ini akan kembali bekerja ke Jakarta. Ia ikut bekerja ke tetangganya di salah satu proyek konstruksi di Jakarta.

Gofur mengaku belum tahu pekerjaannya nanti apa. Namun kalau melihat temannya, mereka bekerja di bangunan konstruksi dan LRT ataupun MRT.

“Saya kerja apa pun siap,” ujar Gofur saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/11/2019).

Ia pun sudah siap dengan risiko pekerjaan yang mungkin dihadapi. Karena salah satu tetangganya pernah jatuh saat bekerja karena tidak menggunakan pengaman.

“Alhamdulillah selamat, tapi sekarang dah nggak mau kerja di sana lagi,” ucapnya.

Penuh risiko

Harry Suliztiarto, pendiri Skygers, sekolah panjat tebing pertama di Indonesia yang juga bergerak di vertical rescue mengatakan pekerjaan konstruksi penuh risiko.

“Kecelakaan di sana (konstruksi) tinggi. Tujuh orang meninggal per hari. Sampai sekarang angkanya masih tetap tinggi seiring banyaknya proyek seperti LRT, MRT yang masih berlangsung,” ucapnya kepada Kompas.com di Climbing Day, belum lama ini.

Mereka rata-rata mengalami kecelakaan kerja karena jatuh. Parahnya, banyak di antara mereka yang tidak menggunakan pengaman. Akibatnya, banyak yang meninggal saat terjatuh atau mengalami kecelakaan kerja.

“(Banyak dari) mereka gajinya cuma Rp 55.000 per hari, jatuh tak berpengaman. Kami menyebutnya pekerja sandal jepit,” tuturnya.

Kasta

Harry menceritakan, saat Skygers masuk untuk membantu memberikan pelatihan vertical rescue, ia melihat adanya budaya kasta yang tertanam di pekerja.

Semakin berani untuk bekerja di ketinggian tanpa pengaman, kastanya semakin tinggi. Orang-orang tersebut sangat dihormati di sesama pekerja.

Sedangkan yang tidak berani, kastanya lebih rendah. Mereka pun biasanya hanya jadi pesuruh untuk membeli rokok, mi, dan lainnya.

Karena perusahaan menyadari bahayanya tanpa pengaman, mereka pun dilatih untuk menggunakan pengaman.

“Tapi dengan diajari pakai pengaman, dia kehilangan kasta. Dia kesal juga karena akan jadi sama dengan orang-orang itu,” ucapnya.

Anggapan inilah yang coba diluruskan timnya. Karena bagaimana pun mereka harus bekerja dengan aman.

Hal ini dimudahkan sejak pemerintah mengeluarkan aturan 2016 lalu, bahwa para pekerja di bidang tertentu harus memiliki sertifikat dan harus menggunakan pengaman.

“Rata-rata bekerja di struktur besi, baik swasta atau pemerintah,” tuturnya.

Persoalannya sekarang, yang memiliki alat-alat pengaman tersebut adalah barat, sehingga mereka lah yang diuntungkan.

Ia berharap, Indonesia bisa membuat alat pengaman. Kemudian sertifikasi, tanggung jawab pelaksanaan dan pengujian diserahkan ke universitas.

“Jangan kita beli (ke luar negeri terus-terusan), uang nanti kita keluar,” pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/11/27/15045311/nasib-pekerja-konstruksi-di-indonesia-gaji-kecil-risiko-tinggi-hingga-ada

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke