Salin Artikel

Dieksploitasi untuk Tambang Mineral dan Batu Bata, 55 Pulau Kecil Terancam Hilang

Sesuai peraturan perundangan, di pulau-pulau kecil tidak dibolehkan ada pemanfaatan aktivitas pertambangan.

Sementara warga khawatir dengan adanya tambang akan menghilangkan mata pencaharian mereka dan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan juga kesehatan.

Picu konflik di masyarakat

Mondo Maskuri sudah tak lagi bertegur sapa dengan pamannya setahun terakhir. Gara-garanya, keluarga Mondo dan sang paman beda pendapat soal keberadaan perusahaan tambang nikel, PT Gema Kreasi Perdana.

Pemuda 24 tahun yang tinggal di Desa Roko-Roko, Kecamatan Wawonii Selatan ini berkeras menolak tambang.

Tapi si paman sebaliknya dan karena itu ia menjual lahan kebun seluas enam hektar ke perusahaan tersebut.

"Jadi hubungan silaturahmi mulai renggang," ujar Mondo kepada BBC News Indonesia, Senin (11/11/2019).

Luas kebun milik keluarga Mondo dua hektar dan ditanami cengkeh serta jambu mete.

Sejak setahun lalu, PT Gema Kreasi Perdana tak berhenti membujuk keluarganya agar menjual tanah mereka.

Kata Mondo, perusahaan menghargai satu pohon kelapa kopra sebesar Rp 900.000 begitu pula dengan cengkeh dan jambu mete. Iming-iming lain, warga ditawari berangkat umroh dan mendapat gaji Rp12 juta jika bersedia menyerahkan lahannya dan bekerja di perusahaan.

"Faktanya, mereka yang bekerja di perusahaan upahnya Rp3 juta. Jadi tidak sesuai fakta," sambungnya.

Tapi cerita putusnya hubungan keluarga, tak cuma dialami Mondo. Ia mengatakan, banyak kakak-adik maupun suami-istri yang akhirnya tak saling mengakui.

Bagi Mondo sekeluarga, jika menjual lahan kebun sama saja melenyapkan sumber mata pencaharian dan yang lebih dikhawatirkan tambang mengancam lingkungan dan kesehatan mereka.

"Kalau misalkan perusahaan masuk tidak hanya mengancam pertanian, tapi juga ruang hidup warga terbatas. Yang ditakutkan, dampak lingkungan yang timbul di kemudian hari."

Total lahan ke-enam pemilik konsesi itu mencapai 7.649 hektare.

Namun baru satu perusahaan yang sudah melakukan eksplorasi yakni PT Gema Kreasi Perdana dengan luasan lahan 954 hektare di Kecamatan Wawonii Selatan dan Wawonii Tenggara.

Padahal jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tidak boleh ada aktivitas tambang.

Untuk diketahui, luas pulau ini 867,58 kilometer persegi.

Sejauh ini pantauan Kepala Subdit Pulau-Pulau Kecil dan Terluar Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ahmad Aris, perusahaan itu tengah merampungkan terminal khusus untuk mengangkut hasil tambang nikel ke luar pulau, yang dalam catatannya, belum mengantongi izin lingkungan.

Pelanggaran lain, terminal khusus itu menabrak aturan di Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten Konawe Kepulauan. Pasalnya, lokasi tersebut masuk dalam zona kawasan pemanfataan umum dan perikanan tangkap. Sehingga dilarang adanya kegiatan pertambangan.

Sementara itu, proses eksploitasi belum dilakukan karena izinnya masih dibekukan sementara oleh gubernur lantaran mendapat penolakan keras dari masyarakat setempat.

Sayangnya KKP, klaim Ahmad Aris, tak bisa menyegel pembangunan terminal khusus tersebut pun mencabut izin tambang.

"Yang bisa mencabut izin itu, adalah yang menerbitkan izin. Jadi kalau tambang, yang bisa mencabut gubernur," ucapnya.

"Makanya KKP melakukan penyelidikan, pelanggaran apa yang ada supaya ada proses hukum."

Sayangnya pejabat daerah tidak pernah menjadikan Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai pijakan untuk menerbitkan izin-izin tambang.

Menurut Kepala Kampanye JATAM, Melky Nahar, Kementerian Kelautan dan Perikanan harus bertindak lebih tegas. Ia khawatir jika dibiarkan pulau-pulau kecil ini akan lenyap.

"Kami khawatirkan dalam jangka panjang pulau-pulau ini bisa lenyap. Maka KKP sebagai salah satu kementerian yang tugasnya untuk menjaga pulau-pulau kecil meski harus lebih serius karena data KKP pada 2011 sekitar 28 pulau kecil tenggelam. Tugas KKP akan makin berat saatnya lebih serius karena KKP belum maksimal," ujar Melky Nahar.

Menanggapi hal itu, Kepala Subdit Pulau-Pulau Kecil dan Terluar, Ahmad Aris, menjanjikan pemanfataan pulau-pulau kecil tidak akan sembarangan lagi setelah lahirnya Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penatausahaan Izin Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil.

Di situ tertera, baik investor lokal dan asing yang mau berinvestasi harus mendapat izin dan rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan.

Beleid itu, katanya, mulai berlaku sejak September 2019. Kendati demikian, aturan itu tak berlaku bagi puluhan pulau-pulau kecil yang sudah ditambang.

"Ya aturan kan enggak bisa berlaku mundur."

Sementara untuk melindungi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil agar tidak terusir akibat aktivitas pertambangan, disarankan mensertifikatkan tanahnya.

Dengan begitu, investor tidak menguasai lahan tersebut.

https://regional.kompas.com/read/2019/11/12/16360051/-dieksploitasi-untuk-tambang-mineral-dan-batu-bata-55-pulau-kecil-terancam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke