Salin Artikel

"Kami Tidak Takut Bersaing dengan Cangkul Impor..."

Cangkul impor memang menjamur saat ini. Namun, menjamurnya cangkul impor tak membuat gentar pemilik pandai besi tradisional asal Dusun Kajar II, Desa Karangtengah, Kecamatan Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta.'

"Ada banyak cangkul impor, tapi kami tidak takut karena punya pelanggan tetap," kata perajin alat pertanian, Marmin, saat ditemui di rumahnya, Jumat (8/11/2019). 

Setiap hari dirinya dan belasan pegawai bisa memproduksi ratusan cangkul dan alat pertanian lain.

Untuk kualitas dan harga, dirinya yakin produknya masih bersaing dengan produk impor yang menyerbu pasar.

Harga cangkul kualitas biasa dijual Rp 35.000, cangkul kualitas sedang Rp 50.000, dan kualitas baik Rp 75.000.

"Adanya impor alat pertanian kami tidak terpengaruh, pesanan masih sama," ucapnya.

"Pelanggan ibaratnya wes kadhung tresna (sudah telanjur sayang) sama alat tani buatan kami. Alat tani tradisional kami juga mampu untuk bersaing dengan alat tani impor seperti dari China."

Saat musim tanam seperti saat ini pesanan meningkat yang awalnya 1 kodi bisa menjadi 4 hingga 5 kodi per hari.

Pesanan ia dapat dari berbagai daerah tidak hanya dari petani yang berada di Kabupaten Gunung Kidul, tetapi alat-alat pertanian tradisional juga dikirim ke Jawa Tengah seperti Wonogiri dan Sragen.

Jika hari biasa permintaan berkisar 10 biji, menjelang musim tanam melonjak jadi ratusan unit.

“Alat pertanian buatan pabrik sebenarnya banyak, tapi produk kami tidak kalah bersaing karena mengandalkan kualitas,” kata Sunardi.

Dia mengungkapkan, proses kerja pandai besi dimulai dari pemotongan bahan, mrapen atau memanasi, menempa, penyepuhan, lalu menghaluskan dengan gerinda.

Terakhir memasang pegangan sabit atau cangkul melalui pembubutan.

Wilayah Dusun Kajar menjadi sentra kerajinan pandai besi sudah dikenal sejak lama.

Bahkan ibu Presiden Amerika Barack Obama, Stanley Ann Dunham, pernah tinggal di Dusun Kajar, sekitar 6 bulan pada 1976.

Ia tinggal di rumah Sastro Suyono, seorang pemilik pandai besi yang cukup berhasil kala itu.

Ann Dunham menulis sebuah buku Surviving against The Odds Village Industry in Indonesia yang memuat tentang tulisan dan foto Ann Dunham selama di Dusun Kajar.

“Selain untuk melestarikan budaya membuat alat pertanian tradisional, di sana juga bisa digunakan untuk wisata edukasi,” katanya.

Wakil Ketua DPRD Gunung Kidul Suharno mengatakan, di Desa Karangtengah terdapat sentra industri kecil menengah (IKM) pandai besi yang mewadahi ratusan pelaku IKM dengan menyerap tenaga kerja lebih dari hampir satu desa.

Pada masa kejayaan, sentra IKM pandai besi di Karangtengah mampu memproduksi 952.200 unit berbagai alat pandai besi dengan nilai investasi lebih dari Rp 2 miliar.

Sentra IKM pandai besi ada di 5 padukuhan, meliputi Kajar 1, Kajar 2, Kajar 3, Kedung 1, dan Padukuhan Kedung 2.

Menurut dia, sebenarnya jika dikonsep dengan baik, sentra perajin pandai besi bisa disandingkan dengan pariwisata. Apalagi lokasinya tak jauh dengan obyek wisata Gua Pindul. 

“Asalkan manajemen dikelola serius, saya optimistis sentra pandai besi di Karangtengah bisa dijadikan lokasi wisata,” ujarnya.  

https://regional.kompas.com/read/2019/11/08/15030471/kami-tidak-takut-bersaing-dengan-cangkul-impor

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke