Salin Artikel

Duduk Perkara Penusukan Wiranto, Terpapar Radikalisme Saat di Jawa hingga Libatkan Istri Serang Polisi

Helikopter tersebut membawa Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto yang akan berkunjung ke Universitas Mathla'ul Anwar.

Keramaian tersebut menarik perhatian pasangan suami istri, SA dan FD (sebelumnya disebut FA) yang tinggal 300 meter dari alun-alun.

SA dan FD bersama anaknya spontan ikut datang ke lapangan untu melihat keramaian.

Kepada istrinya, FA berkata bahwa dia tidak tahu siapa yang akan datang.

Namun SA memastikan pada istrinya, orang yang turun dari helikopter yang mendarat di alun-alun itu akan menjadi sasaran penyerangan mereka.

Saat Wiranto turun dari helikopter, SA berusaha mendekat ke Wiranto. Namun ia berhasil dihalangi polisi.

SA baru berhasil masuk ke warga yang ingin bersalaman dan foto, setelah Wiranto masuk mobil.

Mantan panglima ABRI yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat Pengurus Besar Mathla'ul Anwar itu, kemudian menuju ke lokasi untuk meresmikan gedung di salah satu universitas yang ada di Pandeglang.

Kamis siang, setelah acara selesai Wiranto kembali ke Alun-alun Menes. Ia berencana kembali ke Jakarta dengan helikopter.

Saat turun dari mobil, Wiranto langsung diserang oleh SA. Menko Polhukam yang menggunakan baju batik tersebut sempat jatuh tersungkur. Ia lalu dibopong oleh ajudannya dan dibawa ke dalam mobil.

Kapolsek Menes yang ada di lokasi juga diserang FD, istri SA menggunakan senjata tajam saat mengamankan rombongan. Ia terluka di bagian punggung dan bahu.

"Dia bilang ke istrinya, saya akan serang Bapak yang turun dari heli, kamu langsung tusuk anggota polisi yang dekat dengan Bapak itu," jelas Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (11/10/2019).

Abu Zee telah ditangkap polisi pada 23 September 2019 lalu.

Karena perekrutnya ditangkap, SA mengaku stres dan tertekan.

Walaupun tidak masuk dalam struktur JAD, SA mengaku pernah berkomunikasi dengan Abu Zee melalui media sosial.

Bukan hanya itu, Abu Zee juga lah yang menikahkan SA dan FD, sebelum mereka tinggal di Menes, Pandeglang, Banten.

"Dia takut, kalau (Abu Zee) tertangkap dia juga khawatir akan tertangkap, maka dia komunikasi lewat pihak istrinya. Dia persiapan (melakukan serangan), menunggu waktu," kata Dedi.

Ia mengatakan, SA berbagi tugas dengan istrinya untuk menyerang Wiranto secara spontan.

"Dia punya harapan, 'Saya ditangkap, saya akan melakukan lakukan perlawanan semaksimal mungkin'," ungkap Dedi.

Setidaknya, terdapat lima tahapan, yakni perencanaan awal, taklim umum, taklim khusus, idat, dan eksekusi penyerangan.

Istilah Taklim Khusus atau tahapan ketiga merujuk pada tahapan orang-orang yang sudah mendapat penilaian cukup kuat dari tokoh perekrutnya, untuk bergabung sebagai simpatisan.

Sementara tahap Idat, atau tahapan keempat, mereka akan dilatih untuk menyerang target, termasuk merakit bom.

Ditahap ini lah, polisi sudah bisa menangkap pelaku terorisme.

Jika sudah masuk tahapan terakhir atau tahapan kelima, mereka melakukan persiapan penyerangan dengan sasaran yang telah ditentukan.

"Taklim umum sudah kami lihat (terhadap SA), taklim khusus sudah kami pantau dan belum ada (rencana penyerangan)," kata Dedi.

Dari pemeriksaan polisi, tidak ditemukan tanda-tanda keterkaitan antara keluarga SA dengan jaringan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD), jaringan yang diklaim polisi sebagai pemapar paham radikal kepada SA dan istrinya, FA.

Kapolda juga mengatakan bahwa SA telah pindah dari rumahnya di Jalan Alfaka 6 yang tergusur karena proyek tol. Keluarga SA telah menerima ganti rugi dari penggusuran itu.

SA juga diketahui pernah tinggal bersama kakaknya. Ia telah meninggalkan Medan sejak dua tahun terakhir.

Kapolda mengatakan kedatangan polisi ke rumah kakak ipar SA hanya sebagai respons terhadap informasi yang beredar bahwa SA merupakan warga Medan.

“Kakaknya, kalau kita lihat, tidak ada keterkaitan dengan jaringan ini,” katanya.

"Tidak mungkin (rekayasa)," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo saat memberikan keterangan pers di Mabes Polri, Jumat (11/10/2019).

Dedi menjelaskan, seseorang yang terpapar paham radikal tidak lantas berani melakukan serangan. Prosesnya cukup panjang sehingga dia mampu melancarkan aksi teror.

"Ketika seseorang terpapar radikal, prosesnya itu cukup panjang. Bagaimana dia memiliki tingkat keberanian untuk melakukan serangan kepada aparat, butuh proses," kata Dedi.

Ia mengatakan apabila pihak yang terpapar itu memiliki pemikiran dan doktrin yang melekat tentang paham radikal serta telah yakin, baru mereka akan melakukannya.

Oleh sebab itu, tidak mungkin ada pihak yang merekayasa pelaku teror untuk melancarkan aksinya.

"Tidak mungkin ya ada pihak-pihak yang rekayasa. Jaringannya (kelompok terorisme) cukup banyak," kata dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Deti Mega Purnamasari, Dewantoro)

https://regional.kompas.com/read/2019/10/12/06460051/duduk-perkara-penusukan-wiranto-terpapar-radikalisme-saat-di-jawa-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke