Salin Artikel

Mari Bantu Kakek Buta yang Berjualan Barang Bekas dan Angkut Pasir untuk Hidup

MAGETAN,KOMPAS.com- Pos kamling berukuran 2X3 meter di Desa Jambangan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, terlihat sepi. Hanya ada sebuah sepeda tua dan beberapa barang rongsokan yang berceceran di bawah dipan usang yang berlapis plastik bekas baliho kampanye.

Kompas.com yang menyambangi “kediaman” Wardi (76) tak mendapati kakek sebatang kara yang mengalami kebutaan di kedua mata tersebut.

“Kalau tidak ada, biasanya keliling nyari rosok atau nyari pasir di sungai. Coba cari di sungai di utara desa,” ujar Marinem, tetangga di kediaman Mbah Wardi, Senin (19/8/2019).

UPDATE: Kompas.com membuka donasi untuk Mbah Wardi. Mari sisihkan sebagian rezeki kita melalui donasi di Kitabisa.com, klik di sini untuk donasi. 

Di sebuah hamparan persawahan di utara desa terlihat Wardi menenteng sebuah tape recorder tua dengan dibonceng sepeda motor warga desa.

“Saya sudah hampir 20 tahun tinggal di pos ronda ini. Sebelumnya tinggal di samping pagar warga,” katanya.

Mbah Wardi memilih hidup menggelandang dari pos ronda ke pos ronda lain setelah istrinya meninggal saat dia berusia 35 tahun.

Dulu, Mbah Wardi memiliki gubuk di lahan pinjaman di Dukuh Jambangan Kulon. Namun, karena gubuk roboh, dia akhirnya menggelandang tak tentu arah.

“Rumah warisan orangtua yang ninggali kakak saya. Daripada merepotkan orang lain, saya tinggal di pos ronda saja,” katanya.

Dari perkawinannya, Wardi mempunyai 3 anak, satu di antaranya meninggal dunia. Karena kemiskinan, kedua anak Wardi dipelihara oleh adiknya di luar kota. Saat ini, kedua anaknya tak ada di Ngawi, sementara anak keduanya tinggal di Kota Jambi.

“Saya tidak mau merepotkan anak karena saya dulu tidak bisa membahagiakan mereka karena tidak punya apa-apa. Saya kerja keras tapi tidak cukup untuk memberi penghidupan yang layak kepada mereka,” katanya.

Buta karena kerja terlalu keras Wardi mengalami kebutaan ketika berumur 35 tahun.

Dari diagnosis dokter mata di Kota Madiun, kebutaan yang dialami karena saraf mata Wardi mengalami kerusakan yang diakibatkan kerja yang terlalu keras.

Karena lahir dari keluarga yang tidak mampu, Wardi harus bekerja keras sebagai buruh tani dan buruh penggali pasir. Beban kerja semakin berat karena harus menghidupi keluarga.

“Berobatnya di Madiun sampai di Yogyakarta. Dokter bilang saraf matanya rusak karena terlalu banyak kerja,” ujarnya.

Meski mengalami kebutaan pada kedua matanya, di usia senjanya Wardi masih harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan makan sehari-hari.

Pekerjaan berat sebagai buruh tani dan mencari pasir di sungai terpaksa masih dilakoni.

Karena saat ini pasir sungai di desanya mulai habis, Wardi memilih bekerja apa saja, termasuk jual beli sepeda bekas, tape recorder, hingga jualan barang rongsok, termasuk makelar sepeda motor.

Tidak bisa dipastikan berapa hasil dari berjualan barang rongsok yang dijalani setiap hari. Kadang barang dagangannya hanya dibarter dengan barang lain tanpa mendapat uang.

Seperti pagi itu, Wardi rela menukar sepeda mini yang dibawanya keliling kampung dengan sebuah tape recorder karena salah satu warga membutuhkan sepeda mini untuk anaknya.

“Ditukar saja tadi, tidak ada uangnya. Kira-kira harganya Rp 100.000 ini tape, nanti dijual berapalah yang penting di atas Rp 100.000,” katanya.

Meski sering tak mendapat untung dalam jual beli rongsokan, Mbah Wardi enggan merepotkan warga lain saat perutnya lapar. Dia memilih menahan lapar daripada harus merepotkan orang lain.

Meski mengalami kebutaan pada usia 35 tahun, Mbah Wardi tidak pernah kesulitan bepergian untuk mencari pembeli ataupun mencari barang rongsok untuk dijual keliling kampung. Dia mengaku cukup hafal dengan jalan-jalan di desanya. Bahkan, dia masih mengingat jalan di lima desa sekitar Jambangan.

Meski hidup terlunta-lunta dan mengalami kebutaan, Wardi tidak pernah menerima bantuan apa pun dari pemerintah. Dia mengatakan tidak membutuhkan bantuan dari siapa pun selagi dia bisa mencari sendiri kebutuhan hdupnya.

“Kalau dirasakan ya susah, tapi saya ikhlas menjalaninya. Yang penting masih bisa berusaha,” ucapnya. Meski lahir di Desa Jambangan, Wardi ternyata tak pernah memiliki kartu tanda penduduk (KTP).

Mari bantu Mbah Wardi

Mari sisihkan sedikit rezeki kita untuk membantu Mbah Wardi. Bantu dia agar lebih berdaya sehingga bisa hidup lebih layak.

KOMPAS.com menggalang dana untuk Mbah Wardi lewat Kitabisa.com. Klik di sini untuk donasi.

 

https://regional.kompas.com/read/2019/10/04/16173441/mari-bantu-kakek-buta-yang-berjualan-barang-bekas-dan-angkut-pasir-untuk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke