Fakta Baru Bayi 14 Bulan Diberi 5 Gelas Kopi Setiap Hari, Sudah Minum Susu hingga Masih Menangis

KOMPAS.com - Hadijah Haura, bayi perempuan berusia 14 bulan asal Desa Tonro Lima, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, yang memiliki kebiasaan menyeruput kopi lima gelas setiap hari, akhirnya diberikan susu oleh orangtuanya.

Khadijah terpaksa diberikan orangtuanya kopi karena tak mampu untuk membelikan susu.

Setelah sempat viral, akhirnya anak pasangan dari Sarifuddin dan Anita mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, bahkan Khadijah sudah mengomsumsi susu dan biskuit.

Berikut ini fakta baru selengkapnya:

Anita mengatakan, anaknya Khadijah sudah mulai beradaptasi mengonsumsi susu dan biskuit.

Bahkan ia berjanji tidak akan lagi memberikan anaknya kopi lagi, diakuinya, saat ini bantuan tiga kotak susu dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Polman sudah habis.

“Saya berusaha menyuguhi susu dan makanan pendamping seperti biskuit biar dia bisa melupakan kebiasaan minum kopi,” jelasnya, Kamis (19/9/2019).

Dikatakan Anita, kalau anaknya masih belum mau minum susu dan menangis minta kopi. Namun ia tetap tidak memberikannya agar anaknya terbiasa.

Diakuinya, kalau ia banyak dapat saran dari berbagai pihak agar kebiasan buruk anaknya yang tengah ketagihan kopi bisa segera dihentikan.

Ini karena bisa berdampak buruk pada kesehatan dan pertumbuhan Khadijah, jika nantinya susu habis, ia akan memberikan anaknya air putih.

Kepala Dusun Bulung, Desa Tonro Lima, Sarifuddin mengatakan, meminum kopi untuk anak merupakan kepercayaan tersendiri di dusunnya.

"Warga setempat memiliki kepercayaan jika minum kopi bisa mencegah penyakit step atau kejang demam bagi setiap anak, yang biasanya mengalami demam tinggi," katanya kepada Kompas.com.

Kepala Dinas Kesehatan Polewali Mandar, Suaib Nawawi mengatakan, minimnya pengetahuan tentang pola asuh anak menjadi penyebaba Khadijah diberi minum kopi oleh orangtuanya.

Pada anak seusia Khadijah, sangat buruk jika mengonsumsi kopi. Gejala yang bisa dirasakan salah satunya adalah gangguan saraf hingga bisa menyebakan bocah mengalami osteoporosis.

“Ini persoalan pengetahuan tentang masyarakat yang minim tentang pola asuh anak,” ujarnya.

Sumber: KOMPAS.com (Junaedi)