Salin Artikel

Menyoal Nasib KPK, Kritik dari UGM hingga Sorotan Abraham Samad

KOMPAS.com - Sejumlah dosen dan mahasiswa di Universitas Gadjah Mada (UGM) menyuarakan perlawanan terhadap upaya pelemahan KPK.

Para civitas akademika tersebut menggelar pernyataan sikap di Balairung, UGM pada hari Minggu (15/2019). Dalam pernyataan sikap tersebut, para Civitas Akademika UGM menuntut DPR maupun pemerintah menghentikan pembahasan RUU KPK.

Sementara itu, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK), Abraham Samad, menjelaskan, calon pimpinan KPK cacat yuridis.

Alasannya, pansel capim KPK menghilangkan salah satu syarat yang mengharuskan calon pimpinan melaporkan harta kekayaan.

Berikut ini sejumlah komentar sejumlah tokoh terkait polemik revisi UU KPK:

"Amanah konstitusi untuk menjaga persatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan bangsa mustahil tercapai jika korupsi merajarela," ujar Koentjoro, di Balairung, Minggu (15/9/2019).

Amanah reformasi telah melahirkan KPK. Lembaga anti rasuah ini tumbuh berkembang bersama demokrasi dan mendapat kepercayaan publik luas. Bahkan, KPK menjadi rujukan international.

Beberapa pekan terakhir, lanjut dia, ada upaya sistematis pelemahan KPK dan gerakan antikorupsi.

Sementara itu, para dosen dan civitas akademika UGM menuntut kepada DPR dan pemerintah agar menghentikan segala tindakan pelemahan terhadap KPK.

"Menghentikan pembahasan RUU KPK, karena prosedur dan subtansinya yang dipaksakan berpotensi meruntuhkan sendi-sendi demokrasi dan menjadi akar dari carut marut persoalan akhir-akhir ini," ujar dia.

Abraham Samad menyebut, calon pimpinan KPK cacat yuridis karena pansel capim KPK menghilangkan salah satu syarat yang mengharuskan calon pimpinan melaporkan harta kekayaan.

"Bahasa sederhananya saya mau katakan cacat yuridis. Kenapa saya katakan itu, karena ada satu poin yang didegradasi, tidak dijadikan syarat mutlak," ujar Samad saat menjadi pembicara dalam diskusi dengan tema "Mengawal Integritas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi" di Fakultas Hukum UGM, Selasa (10/09/2019).

Abraham Samad menjelaskan, ada 11 syarat untuk menjadi capim yang diatur dalam Undang-Undang KPK. Salah satu syaratnya adalah melaporkan harta kekayaan.

Syarat melaporkan harta kekayaan itu bukan hanya bagi calon yang berstatus sebagai penyelenggara negara.

"Bukan khusus penyelenggara negara, tetapi semua capim, termasuk yang sipil. Begitu pula pada saat saya dulu mendaftar capim KPK, yang saat itu posisi saya bukan penyelenggara negara," kata Samad.

Abraham Samad juga mempertanyakan wacana pembentukan dewan pengawas KPK yang diatur dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Dewan pengawas, ini makhluk apalagi ini? Jangan-jangan ini makhluk yang turun dari luar angkasa namanya dewan pengawas," kata Samad dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (7/9/2019).

Samad memahami bahwa dewan pengawas dibentuk untuk mengawasi pimpinan KPK, agar tidak menyalahgunakan kewenangan yang dimiliki oleh KPK.

Namun, Samad berpendapat, KPK sudah memiliki sistem saling kontrol di dalam tubuh KPK.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahmud MD menyampaikan, Komisioner KPK tidak bisa menyerahkan mandat kepada presiden.

Alasannya, secara hukum, komisioner KPK bukan mandataris presiden. Hal itu disampaikan Mahfud MD di Yogyakarta, Minggu (15/09/2019).

"Terakhir itu ada berita bahwa pimpinan KPK menyerahkan mandat kepada presiden sehingga KPK secara yuridis dianggap tidak ada yang memimpin. Dan rakyat resah, bagimana nasib perkara-perkara yang sudah berjalan dan sebagainya," ujar Mahfud MD.

Mahfud menambahkan, Presiden tidak pernah memberikan mandat kepada komisioner KPK.

"Secara hukum, komisioner KPK itu bukan mandataris presiden. Presiden tidak pernah memberikan mandat kepada dia," katanya.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Saut Situmorang, menjelaskan, semua pihak seharusnya duduk bersama untuk membahas masa depan KPK usai tiga orang pimpinan KPK menyerahkan mandat ke presiden.

"Ada kaitan seperti saya bilang di panggung supaya KPK tidak jadi dongeng. Artinya begini nanti kita tunggu saja seperti apa stepnya ke depan beberapa hari kedepan ini saya pikir nanti ada posisi dimana semua pihak harus duduk ya baik baik," kata Saut usai mengisi Pagelaran Dongeng di Hutan Pinus, Mangunan, Bantul, Yogyakarta, Minggu (15/9/2019).

Menurut dia, semua pimpinan KPK memiliki perhitungan tersendiri saat menyerahkan mandat kepada presiden.

Sumber: KOMPAS.com (Markus Yuwono, Wijaya Kusuma, Ardito Ramadhan)

https://regional.kompas.com/read/2019/09/16/15580001/menyoal-nasib-kpk-kritik-dari-ugm-hingga-sorotan-abraham-samad

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke