Salin Artikel

Duduk Perkara Ratusan Mahasiswa Papua Pilih Pulang Kampung, Berawal dari Maklumat...

Namun saat ini, maklumat tersebut telah direvisi.

Hal tersebut dijelaskan Ketua MRP Timotius Murib, ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (8/9/2019).

Menurutnya, maklumat tersebut dikeluarkan saat aksi damai di Jayapura pada 19 Agustus 2019 lalu, yang diikuti oleh ribuan masyarakat dan mahasiswa.

Kala itu, para pengunjuk rasa ditemui Gubernur, Ketua MRP, dan Ketua DPR Papua.

Salah satu aspirasi yang dibacakan pendemo adalah meminta kepada Pemprov Papua, dalam hal ini gubernur, MRP dan DPRP, agar memulangkan mahasiswa Papua yang ada diseluruh Indonesia yang merasa tidak nyaman.

"Berdasarkan aspirasi tersebut maka MRP mengeluarkan maklumat (pada 21 Agustus), apabila adik-adik mahasiswa dan mahasiswi tidak merasa nyaman, tidak ada perlindungan dari provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia, maka kami akan minta (mereka) untuk pulang, setelah pulang mereka lanjutkan pendidikan di Tanah Papua," tutur dia.

Setelah maklumat tersebut muncul, Timotius menyebut ada utusan dari Kapolri yang meminta MRP meninjau kembali maklumat tersebut.

"Kami akan menggelar rapat untuk melihat kembali maklumat kami, karena jangan-jangan maklumat kami itu dijadikan dasar oleh adik-adik kami pulang," kata dia.

Sebut 700 mahasiswa Papua pulang kampung

Kapolda Papua Irjen Rudolf A Rodja mengatakan, hingga kini sudah ada 700 mahasiswa asal Papua memilih pulang kampung.

Ia menyayangkan tindakan para mahasiswa tersebut dan menilai mereka harus menghindar dari kepentingan pihak tertentu yang ingin memperkeruh situasi di Papua.

Menurunya, ada indikasi yang membuat para mahasiswa Papua pulang kampung, salah satunya karena ada seruan dari kelompok tertentu.

"Jangan sampai adik-adik kita ini menjadi korban dari kepentingan-kepentingan elit-elit atau kelompok-kelompok. Ini yang harus kita cegah karena anak-anak ini adalah aset-aset bangsa yang perlu kita perhatikan masa depannya," ujar Rudolf di Jayapura, Senin (9/9/2019).

Menurut data kepolisian, dari 700 mahasiswa yang kembali, yang terbanyak berasal dari Manado, Sulwesi Utara sekitar 300 orang.

Padahal sebelumnya Panglima TNI dan Kapolri telah memberikan jaminan keamanan bagi mahasiswa dan pelajar asal Papua yang menempuh pendidikan di luar Papua.

"Memang sudah ada imbauan dari kami, saya arahkan waktu itu, kalau di NKRI tidak aman, kami pulangkan. Tapi ini aman, kenapa pulang, untuk apa?" tutur Lukas di Jayapura, Senin (9/9/2019).

Lukas menyayangkan sikap para mahasiswa yang tidak berkoordinasi dengan pemerintah daerah yang mengirim mereka berkuliah.

Terlebih, saat ini rekonsiliasi sedang dilakukan dan seluruh institusi terkait telah memberikan jaminan keamanan bagi seluruh mahasiswa asal Papua.

Namun, Lukas memastikan pemerintah daerah akan bersedia memfasilitasi para mahasiswa tersebut bila mereka bersedia kembali berkuliah di tempat sebelumnya.

"Jadi sekarang ini kami pusing mau taruh mereka (kampus mana). Kami akan panggil Gubernur, MRP dan DPR Papua Barat, Direktur Unima, Rektor Uncen, dan para bupati/wali kota untuk bicara kepulangan mahasiswa dalam jumlah besar tanpa pemberitahuan," ujar Lukas.

Ia mengingatkan, tidak mudah memindahkan ratusan mahasiswa ke kampus-kampus yang ada di Papua karena ada beberapa hal yang harus dipenuhi.

"Di sini belum tentu juga mereka bisa diterima. Pertama karena daya tampung perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang ada di Tanah Papua itu sangat terbatas. Hal ini bisa dibuktikan di Uncen pada 2019 ada 12.800 calon mahasiswa yang melamar dan mengikuti tes dan seleksi, yang bisa kita tampung itu hanya 6.000 saja, walau daya tampung kami hanya 4.000," tuturnya.

Alasan lain, terang Apolo,  jurusan atau program studi dari kampus asal mereka di luar Papua belum tentua sama atau tersedia di kampus-kampus yang ada di Papua.

Walaupun ada program studi yang sama, tapi untuk pindah antar-universitas, harus memenuhi beberapa persyaratan teknis terkait akreditasi.

Selain itu tahun angkatannya harus sesuai agar bisa mendapat izin akses dari Pusdapim Kemenristekdikti untuk bisa mengambil data mereka ke dalam data Uncen.

"Yang terakhir, anak-anak kita yang berkuliah di perguruan tinggi swasta di luar Papua, itu sesuai dengan aturan perundang-undangan, tidak bisa masuk di perguruan tinggi negeri," kata Apolo.

"Atas prakarasa Panglima TNI, disiapkan angkutan Hercules untuk bisa mengangkut mereka kembali ke tempat belajar," ujar Wiranto sebelum rapat koordinasi perkembangan dan situasi terkini Papua dan Papua Barat di Kemenkopolhukam, Senin (9/9/2019).

Wiranto mengatakan, kepulangan mereka tersebut dibiayai oleh orangtua masing-masing dengan alasan adanya kekhawatiran perlakuan yang sewenang-wenang dari masyarakat sekitar.

"Ini isunya, isu yang digulirkan yang sampai ke orang tua di sana sehingga mereka menarik anak-anaknya kembali ke Papua dan Papua Barat," kata dia.

Persoalan pulang kampungnya mahasiswa asal Papua dan Papua Barat, menurut Wiranto menjadi salah satu konsern dari Presiden Jokowi terkait persoalan Papua.

Ia menjelaskan rencana penarikan kembali para mahasiswa asal Papua dan Papua Barat itu ke daerah tempat mereka belajar disertai dengan jaminan dari pejabat daerah setempat.

Jaminan tersebut adalah mahasiswa Papua dan Papua Barat di tempat mereka belajar tidak akan ada tekanan apa pun dan tak ada masyarakat yang mengganggu.

"Dititipkan kepada pejabat dimana mereka belajar untuk melindungi, merawat, memperlakukan mereka sebagai keluarga di daerah mereka belajar," ucap dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Dhias Suwandi, Deti Mega Purnamasari)

https://regional.kompas.com/read/2019/09/10/07030021/duduk-perkara-ratusan-mahasiswa-papua-pilih-pulang-kampung-berawal-dari

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke