Salin Artikel

Fakta Lengkap 3 Siswa SMK Hilang 9 Tahun Saat Magang, Dijual Calo hingga Berharap Kembali

KOMPAS.com - Tiga orang siswa SMK N 1 Sanden, Bantul, Yogyakarta yang berangkat praktik kerja lapangan (PKL) di Pelabuhan Benoa, Bali, sembilan tahun yang lalu hingga sampai saat ini belum kembali.

Diketahui, ketiga siswa SMK tersebut dijual calo ke perusahaan kapal.

Ketiga siswa tersebut yakni Agiel Ramadhan Putra, Ignatius Leyola Andrinta Denny Murdani, dan Ginanjar Nugraha Atmaji.

Berbagai upaya dilakukan orangtua mereka untuk mencari keberadaan anak-anaknya, sampai akhirnya hanya bisa pasrah dengan keadaan yang dihadapi.

Bahkan, Lucia Martini salah satu orangtua dari tiga siswa tersebut berharap anaknya kembali dan mengetuk pintu rumah.

Berikut fakta lengkap 3 siswa SMK dijual calo ke perusahaan kapal:

Riswanto Hadiyasa menceritakan awal mula anaknya, Agiel Ramadhan Putra menghilang dan tidak pernah ditemukan selama 9 tahun.

Riswanto mengatakan, waktu itu Agiel masih kelas 2 SMK dan akan berangkat PKL. Oleh pihak sekolah, Riswanto dan puluhan orangtua siswa lainnya diundang ke sekolah untuk mendapatkan sosialisasi.

Dalam sosialisasi itu, Kepala SMK N 1 Sanden, Ahmad Fuadi menyampaikan bahwa PKL yang resmi sebenarnya dilaksanakan di Pekalongan, Jateng, selama tiga bulan.

Namun, PKL dilaksanakan di Tanjung Benoa, Bali, selama tiga bulan dengan alasan di sana merupakan pelabuhan internasional.

Selain itu, anak-anak akan mendapatkan uang Rp 4 sampai Rp 8 juta.

Dalam sosialisasi juga diperkenalkan seseorang yang bernama Mugiri yang menurut dia sebagai guru pembimbing. Namun, belakangan diketahui bahwa Mugiri adalah calo tenaga kerja.

Dilanjutkan Riswanto, ketika anaknya dan para siswa di SMKN 1 Sanden akan berangkat untuk PKL di Bali, mereka harus mengurus KTP.

Padahal waktu itu Agiel berusia 16 tahun dan belum layak mendapatkan KTP.

Tanpa curiga karena sudah percaya pada sekolah, akhirnya para orangtua merelakan anak mereka melaksanakan PKL di Tanjung Benoa.

Setelah beberapa bulan anaknya mengikuti PKL, Riswanto tidak menaruh curiga hingga akhirnya ia menerima surat dari PT Sentra Buana Utama tertanggal 2 Maret 2010, memberitahukan bahwa KM Jimmy Wijaya tempat Agil bekerja hilang kontak per 6 Februari 2010 pukul 04.00 WIT.

Riswan menerima surat dari petugas pos perihal kabar kurang sedap itu. Dalam surat itu disebutkan Agiel bekerja mulai tanggal 27 Februari 2010.

"Saya percaya itu PKL, dapat surat ditujukan kepada saya orangtua, dalam surat itu lost contact. Di situ saya kaget, kok di sini dapat dari PT, setahu saya anak lagi PKL," katanya saat dihubungi, Selasa (3/9/2019).

Waktu itu, Riswanto menelepon perusahaan pemberi surat menanyakan soal PKL.

Kenyataannya, Agiel dan teman-temannya disalurkan calo untuk bekerja di kapal. Pihak perusahaan pun memberitahukan bahwa masih mencari kapal tersebut.

4. Datang ke sekolah dan Bali

Riswanto akhirnya mendatangi sekolah tanpa terlebih dahulu memberitahukan tentang kejadian hilangnya kapal yang ditumpangi anaknya, ketika ditanya soal PKL, kepala sekolah bilang baik-baik saja.

"Waktu itu dijawab baik-baik saja. Saya tanya kerja di mana anak saya, dan dijawab baik-baik saja. Surat (dari perusahaan) saya banting di meja, begitu baca gemeter," ucapnya.

Saat itu Riswanto menanyakan mengenai PKL yang ternyata dipekerjakan oleh perusahaan.

Akhirnya ia berangkat ke Bali untuk mendapatkan kejelasan mengenai nasib anaknya.

Riswanto mendapatkan bukti kontrak kerja, dan pihak perusahaan mendapatkan tenaga kerja dari calo ke calo, perusahaan sendiri menerima mereka bekerja karena memiliki KTP yang diketahui palsu.

"Dalam kontrak kerja itu 6 bulan, ternyata anak saya sudah teken (tanda tangan). Intinya anak saya tidak mengetahui," ucap pria yang saat ini mengaku tinggal di Jakarta.

Riswanto pun mendatangi Kementerian Hukum dan HAM, hingga menghubungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dibuatkan lah surat tembusan ke Polda Bali dan Polda DIY.

Sampai akhirnya masuk ke ranah persidangan, dan kepala sekolah beserta guru divonis bebas.

Riswanto terus berupaya mencari keadilan. Ia berusaha meminta bantuan Presiden Joko Widodo, namun tidak ada respons.

Akhirnya Riswanto pun mencoba mengontak Menteri Kelautan dan Perikanan yang nomornya didapat dari seseorang. Tetapi hingga kini tidak ada respons.

6. Berharap kembali

Lucia tak menyangka akan berpisah dengan anaknya sampai sekarang. Padahal anaknya bercita-cita menjadi prajurit TNI AL.

Lucia mengaku terlambat mendapatkan informasi hilangnya KM Jimmy Wijaya dibanding para orangtua korban lainnya. Ia baru mendapatkan informasi soal hilangnya kontak kapal seminggu kemudian.

"Sebagai seorang ibu, saya percaya dia masih hidup tapi entah di mana. Saya berharap Denny mengetuk pintu rumah," katanya.

"Feeling saya belum (meninggal) belum pernah bertemu lewat mimpi. Hatiku juga masih tenang dan tidak deg-degan. Kapan waktu Denny akan pulang. Saya masih mengharapkan pulang, ada mukjizat Tuhan. Setiap sembahyang saya selalu mendoakan," ujarnya.

7. Minta tidak ada kasus serupa

Sementara, Joko Priyono, orangtua Ginanjar Nugroho Atmaji saat ditemui di rumahnya Daleman, RT 2, Gadingharjo, Sanden, Bantul, mengaku sudah mengikhlaskan anaknya.

Joko tidak banyak menuntut karena berbagai pertimbangan, dan pelaku pemalsuan identitas pun sudah dihukum. Hanya saja dia berharap, tidak ada lagi kasus serupa di Indonesia.

"Yang terpenting tidak ada lagi kasus serupa, dan sekolah (SMK N 1 Sanden) sudah berubah," ucapnya.

Sementara itu Samsiah, ibu Ginanjar mengatakan, sebelum hilang, ia sempat berkomunikasi dengan anaknya.

Terakhir, anaknya mengabarkan sedang berada di laut sekitaran Merauke. Ginanjar sempat minta dikirim pulsa. Samsiah yakin anaknya masih hidup.

"Saya yakin masih hidup," katanya.

Kepala SMKN 1 Sanden Slamet Raharjo saat dikonfirmasi Kompas.com mengatakan tidak begitu paham mengenai kasus tersebut.

Slamet mengatakan, baru menjabat kepala sekolah pada tahun 2012 setelah kasus tersebut ditutup, kepala sekolah saat itu Akhmad Fuadi dan telah pindah ke SMKN 1 Pandak.

ia juga menjelaskan bahwa kasus tersebut telah selesai dan sudah ada vonis bagi yang bersalah.

Sepengetahuan Slamet, upaya pencarian sudah dilakukan mulai dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga Bakamla.

Namun hingga sembilan tahun, tiga siswa tersebut masih belum ditemukan.

Ia sendiri mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan keluarga korban, karena saat ia menjabat, kasus tersebut sudah ditutup.

Slamet juga menjelaskan pihak sekolah sudah tidak lagi berkomunikasi dengan perusahaan di Benoa Bali tempat tiga siswa yang hilang saat magang.

"Itu saya tidak paham (soal calo). Belajar dari itu saya berhati-hati MoU dengan perusahaan yang kapalnya jelas. Setiap anak mau berangkat, kapalnya apa, perusahaannya apa, jelas tidak boleh pindah-pindah. Perusahaan kapal kita yang utama satu tapi satu itu punya banyak kapal. Dia kebetulan lulusan STP, pelaut juga, ia punya 16 kapal PT Putra Riau (namanya)," ucapnya.

Sumber: KOMPAS.com (Markus Yuwono)

https://regional.kompas.com/read/2019/09/06/09595131/fakta-lengkap-3-siswa-smk-hilang-9-tahun-saat-magang-dijual-calo-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke