Salin Artikel

Wacana Bekasi Gabung Jakarta, Kewenangan Pusat hingga Butuh Biaya Besar

KOMPAS.com — Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menilai, rencana Bekasi gabung Jakarta sebagai keinginan yang wajar. Namun, untuk itu ia menyebut ada beberapa konsekuensi yang akan dihadapi.

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi meyakini sebagian besar warga setuju apabila Kota Bekasi bergabung dengan Jakarta.

Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara tersirat menutup kemungkinan Kota Bekasi bergabung dalam Provinsi DKI Jakarta yang sedang hangat dibicarakan.

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar mengatakan, pemerintah pusat masih memoratorium atau menghentikan sementara wacana pembentukan daerah otonom baru.

Berikut ini fakta lengkapnya:

Ridwan Kamil menegaskan, rencana pembentukan daerah otonomi baru merupakan kewenangan pemerintah pusat.

Ia mengaku hanya bisa memberikan masukan kepada pemerintah pusat.

"Makanya saya mah ikut arahan pemerintah pusat karena kewenangannya bukan di provinsi. Saya hanya menjalankan eksisting sistem yang ada. Sistemnya begini saya kawal, pusat ada pertimbangan saya beri masukan. Keputusan akhirnya di presiden," katanya.

Rahmat meyakini warganya setuju apabila Kota Bekasi bergabung dengan Jakarta.

"Kalau dijajak pendapat, pasti 60, 70, 80 persenlah karena DKI kan punya support yang luar biasa," ujarnya.

Rahmat mengatakan, ia sendiri sebetulnya tak ambil pusing dengan wacana-wacana pemekaran wilayah yang santer diberitakan belakangan ini.

Ia hanya tak setuju jika Bekasi masuk dalam Provinsi Bogor Raya karena sejarah dan kultur Bekasi dianggap lebih dekat dengan Jakarta.

Bahtiar mengatakan, setiap satu daerah yang akan melakukan otonomi membutuhkan dana besar.

"Satu daerah persiapan otonomi itu kita paling tidak membutuhkan uang Rp 300 miliar sampai Rp 500 miliar per tahun," ujar Bahtiar di Kantor Kemendagri, Rabu (21/8/2019).

Dijelaskan Bahtiar, sejak 2014 terdapat 315 daerah yang mengajukan pemekaran kepada Kemendagri.

Pemerintah membutuhkan biaya yang sangat besar untuk dapat mengabulkan itu semua.

Pengamat hukum dan tata negara Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Asep Warlan Yusuf mengatakan, munculnya isu sejumlah daerah yang ingin pisah dengan Jawa Barat merupakan bentuk kecemburuan masyarakat dalam aspek sosial dan ekonomi.

Menurut dia, hal itu disebabkan wilayah DKI Jakarta dinilai lebih maju, padahal sumbangan pendapat dari Bekasi ke Jabar salah satu yang terbesar.

"Karena wilayah perbatasan itu memang kecemburuannya tinggi. DKI sangat bagus, jalan mulus, perumahan, kesehatan, pendidikan, tapi sebelahnya wilayah Jabar agak kurang, timbullah kecemburuan," ujar Asep saat dihubungi via telepon seluler, Kamis (22/8/2019).

Asep menilai, banyak dampak positif dengan bergabungnya Bekasi ke DKI Jakarta.

Seperti perhatian pembangunan infrastruktur, pelayanan pendidikan dan kesehatan.

"Sepanjang rencana itu untuk menyejahterakan rakyat, bukan menyusahkan sah saja secara hukum. Mungkin nanti juga ada Depok atau misalnya Banten yang melepaskan Tangerang menjadi DKI Raya," katanya.

Sumber: KOMPAS.com (Dendi Ramhani, Vitorio Mantalean)

https://regional.kompas.com/read/2019/08/23/15250291/wacana-bekasi-gabung-jakarta-kewenangan-pusat-hingga-butuh-biaya-besar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke