Salin Artikel

16 Tahun Terikat Rantai, Slamet Akhirnya Bebas

Awal Agustus 2019 ini, ia pun bebas.

Tenaga Kesejahteraan Sosial untuk Kecamatan Kokap, Taufik Aji menceritakan, banyak pihak terlibat dalam melepaskan Slamet.

Tidak hanya Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di tingkat kabupaten maupun provinsi, tapi juga Puskesmas, Dinas Kesehatan, kantor kecamatan dan desa setempat juga terlibat.

"Semua ikut punya peran untuk membantu Slamet," kata Taufik ditemui di Kantor Dinas Sosial P3A Kulon Progo, Senin (19/8/2019).

 Taufik menceritakan, ia memerlukan pendekatan intens pada pihak keluarga Slamet.

Setelah beberapa hari, pihak keluarga bersedia menyerahkan Slamet ke Dinas Sosial untuk kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa Gracia di Yogyakarta.

Taufik menceritakan bagaimana Slamet kerap mengamuk dan kerap menganiaya orang di rumah tanpa sebab.

Keluarga Slamet mengaitkan mengalami gangguan jiwa akibat guna-guna. Itu terjadi 16 tahun lalu ketika Slamet masih duduk di bangku SMP.

Keluarganya memutuskan mengikat salah satu tangannya dengan rantai pada tiang rumah.

"Kata orangtuanya keadaannya ini digawe uwong (perbuatan orang). Sampai dibawa ke dukun. Semua orang terkejut kenapa selama 16 tahun tidak ada yang tahu dan tidak pernah diobati," kata Taufik.

Taufik butuh tiga hari untuk meyakinkan keluarga bahwa Slamet harus dirawat di rumah sakit.

Dinsos Kulon Progo sebenarnya telah melepaskan 3 orang terpasung sepanjang satu semester ini. Jumlah ini sama dengan yang ditemukan pada 2018.

Kepala Seksi Rehabilitasi Pelayanan Sosial Dinsos P3A, Wahyu Budiarto mengatakan, selain Slamet ada Dinsos telah melepaskan Sudiman, 54 tahun, warga Plampang I, Kalirejo yang terpasung selama 1 tahun.

Sudiman mengalami gangguan jiwa yang juga kerap mengambil barang tetangganya, mirip dengan Slamet.

Karena kerap mengambil barang tetangganya itu, Sudiman diikat pada tiang rumah. Dinsos melepaskan Sudiman hanya berselang 1 minggu setelah Slamet.

"Seorang lagi bernama Aminah di Kelurahan Bumirejo, Lendah, di akhir Juli 2019," katanya.

Wahyu mengatakan, upaya Dinsos membebaskan orang dengan gangguan jiwa dari pasung sejatinya seturut Peraturan Gubernur Nomor 81 tahun 2014 tentang Penanggulangan Pemasungan. Pemerintah di daerah pun berupaya keras mewujudkannya.

Tiga orang bebas pasung dalam dalam 2 bulan ini menunjukkan masih ada saja warga yang memperlakukan ODGJ dengan cara serupa. Namun, untuk mendapatkannya ternyata tidak mudah.

"Mereka disembunyikan," kata Wahyu.

Semua ODGJ itu kemudian menjalani perobatan di RS Jiwa Grhasia di Sleman, Yogyakarta dalam 1 bulan ke depan.

Nantinya, mereka akan dirujuk ke Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras DIY dan menjalani rehabilitasi selama 6 bulan.

"Pekerjaan yang utama adalah pasca rehabilitasi. Setelah rehabilitasi itu semua harus diperhatikan, mulai makannya, obatnya, lingkungan, nanti petugas kesehatan juga akan sering datang untuk memantau dan banyak lagi. Semua dilakukan agar masalah pasung tidak terulang," kata Wahyu.

Wahyu mengungkapkan, lingkungan tempat tinggal dari mantan pasien ODGJ mempengaruhi berhasil tidaknya pasca rehabilitasi.

Penerimaan dan perlakuan keluarga warga pada mantan pasien itu membuat mereka bisa kembali ke masyarakat.

https://regional.kompas.com/read/2019/08/19/16452981/16-tahun-terikat-rantai-slamet-akhirnya-bebas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke