Salin Artikel

Fakta Kerusuhan Ajang Tinju Internasional, Listrik Mati Mendadak hingga Panitia Dianiaya

KOMPAS.com - Gara-gara musik dan lampu tiba-tiba mati bersamaan ketika pertandingan tinju berlangsung, para penonton di Lapangan Gelora Samador Maumere terlibat kericuhan, Sabtu (3/8/2019).

Acara pertandingan tinju yang bertajuk Big Fight 2 tersebut akhirnya hanya mampu menggelar dua partai dari 24 partai pertandingan yang telah direncanakan pihak panitia.

Sementara itu, pihak panitia mengaku terpaksa kabur karena mendapat ancaman dan penganiayaan dari sekelompok orang.

Baca fakta lengkapnya berikut ini:

Petrik Juang Rebong, promotor pertandingan, menjelaskan, lampu dan musik yang tiba-tiba mati sebetulnya bisa segera diperbaiki dan diganti dengan peralatan sound system secepat mungkin.

Tetapi, hal itu tak mungkin dilakukan pihak panitia karena para penonton terlanjur mengamuk dan membuat kericuhan.

"Mau ganti sound tidak bisa lagi. Saya utamakan keselamatan official dan petinju. Masyarakat jadi bingung. Artinya di situ memang saya dijebak dalam situasi yang kacau," jelasnya.

Gara-gara kericuhan tersebut, panitia hanya berhasil menggelar 2 partai pertandingan. Sebelumnya, panitia merencanakan akan mengelar 24 partai pertandingan di acara tinju bertaraf internasional tersebut.

Seperti diketahui, para penonton mendadak marah dan kesal saat lampu dan musik di lokasi pertandingan mati bersamaan.

Upaya panitia dan aparat keamanan untuk mengendalikan situasi semakin berat saat jumlah penonton yang begitu banyak.

Petrik mengaku, sejak Sabtu malam, dirinya keluar dari Kota Maumere untuk menyelamatkan diri.

Hal itu dilakukan karena sekelompok orang menganiaya dirinya pasca-insiden penghentian pertandingan tinju tersebut.

"Mereka aniaya saya karena saya dianggap menghentikan tinju, tidak bertanggung jawab, dan menipu publik Kabupaten Sikka," sambungnya. Ia membantah terkait isu dan tudingan dirinya membawa kabur uang tiket.

Petrik menerangkan, sekelompok orang yang menganiaya dirinya juga merampas telepon genggam miliknya. Untuk itu, dirinya memilih keluar dari Kota Maumere untuk menyelamatkan diri.

"Senin (5/8/2019), sekelompok pemuda tak dikenal menginjak dan menyayat tangan saya dengan benda tajam. Handphone saya diambil di lorong pasar Geliting Maumere. Itulah makanya nomor saya tidak aktif selama ini," terangnya kepada Kompas.com.

Petrik menerangkan, saat kericuhan terjadi aparat kepolisian dan dirinya segera menghalu massa agar tidak boleh masuk dalam lapangan.

Setelah itu, dirinya meminta panitia untuk mengembalikan tiket yang dimiliki penonton di dalam stadion.

"Saat mulai ricuh, saya perintahkan loket tiket untuk kembalikan uang tiket penonton. Tentu dengan catatan mereka punya bukti tiket yang dirobek. Taksiran saya, jumlah uang tiket yang dikembalikan malam itu sekitar Rp 7 juta. Waktu itu belum begitu banyak penonton yang beli tiket. Meskipun penonton di luar stadion memang sudah banyak," terangnya.

Sumber: KOMPAS.com (Nansianus Taris)

https://regional.kompas.com/read/2019/08/14/06150001/fakta-kerusuhan-ajang-tinju-internasional-listrik-mati-mendadak-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke