Salin Artikel

Cerita Penjual Bendera Jelang 17 Agustus: Rela Jauh dari Keluarga Walau Untung Tak Seberapa

Bahkan, banyak di antara mereka berasal dari luar kota dan jauh meninggalkan keluarga demi mengais rezeki di Gresik.

Salah satunya adalah Maman (49), penjual bendera yang berada di Jalan Usman Sadar, Gresik. Ia mengaku, rela meninggalkan anak-istrinya di Garut, Jawa Barat.

Tepatnya di Desa Margaluyu, Kecamatan Leles, Garut, yang berjarak ratusan kilometer dari Gresik, untuk mengais rezeki.

Ayah dari lima orang anak ini mengatakan, rela jauh meninggalkan keluarga demi mencari rezeki memanfaatkan momentum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dengan berjualan bendera dan pernak-pernik lain.

"Bersama 40-an orang lain dari Leles, Garut. Bukan punya saya sendiri, jualin punya juragan. Sudah lima tahun ini ikut jualin bendera milik juragan yang ada di Garut, buat penghasilan, sebab di kampung juga belum ada kerjaan," buka Maman kepada Kompas.com, Senin (12/8/2019).

Dari Garut ke Gresik, upah Rp 2.500 per bendera terjual

Maman mengatakan, dirinya biasa menjadi buruh tani di kampung halaman di Garut. Namun karena saat ini sedang tidak ada kerjaan, ia pun memutuskan untuk ikut berjualan bendera dan pernak-pernik di Gresik.

"Di kampung lagi sepi kerjaan, biasanya juga buruh tani di sawah orang, tanam cabai. Sehari Rp 50.000, tapi itu juga enggak tiap hari, pas kalau disuruh saja," kata dia.

Atas dasar tersebut, Maman akhirnya membulatkan tekad untuk mengadu nasib di Gresik bersama rekan-rekannya, kendati hingga berita ini ditulis Maman mengaku, masih baru dapat menjual tiga buah bendera yang dibanderol Rp 25.000.

"Sejak saya datang jualan di sini tanggal 6 kemarin, hingga hari ini masih laku tiga bendera yang ukuran 70 centimeter, lainnya belum laku," ucap dia.

Padahal Maman menyatakan, dari bendera yang sudah laku terjual itu dirinya hanya mendapatkan bagian Rp 2.500 sebagai upah dari juragannya di Garut.

"Kalau bendera yang ukuran itu, saya memang hanya dapat Rp 2.500 sesuai perjanjian. Lain barang, lain komisi, tapi biasanya yang paling banyak laku tahun-tahun kemarin itu ya bendera ukuran ini," ujar Maman.

Upah habis buat makan, biaya hidup ngutang juragan

Kendati demikian, perjuangan Maman dalam mengais rezeki di Gresik dengan berjualan bendera juga tidak mudah. Sebab ia mengaku, harus mencukupi kebutuhan dirinya sendiri untuk makan dan keperluan lain.

"Itu (untung) juga sudah habis, buat makan aja masih kurang. Ini ngutang dulu sama juragan buat biaya hidup di sini beberapa hari ini," kata dia.

Maman menjelaskan, jika juragan yang memiliki dagangan bendera hanya menanggung ongkos untuk perjalanan berangkat ke kota tujuan, dengan selebihnya termasuk makan, ongkos pulang, hingga lain-lain tidak termasuk dalam anggaran.

"Mau bagaimana lagi mas, di kampung sudah tidak ada kerjaan lain. Kemarin (sebelumnya), saya juga sempat pulang nggak dapat apa-apa, karena untung jualan bendera habis buat bayar hutang untuk makan dan ongkos pulang," ucap dia.

Namun usaha tersebut hanya berlangsung dua edisi alias dua tahun saja, lantaran Maman merasa justru merugi meski dagangan bendera diakui olehnya cukup banyak terjual waktu itu. Terlebih jarak antara Tangerang dengan Garut cukup dekat ketimbang Gresik.

"Memang lebih dekat, dua tahun (dua kali edisi) jualan di Tangerang. Tapi ya itu, enggak dapat untung malah justru tambah ngutang sama juragan, habis banyak pembeli yang enggak bayar," kata Maman.

"Biasanya ketika saya enggak ada kembalian, mereka (pembeli) bilang biar saya tukar uang dulu Pak tapi bendera tetap mereka bawa. Ujung-ujungnya mereka enggak balik, sudah rugi saya, saya yang tekorin ke juragan," jelasnya.

Persaingan usaha 

Bahkan dari dua edisi jualan bendera saat momen perayaan Hari Kemerdekaan di Tangerang itu, Maman sampai saat ini mengaku masih berhutang kepada sang juragan sebesar Rp 1 juta, karena bendera jualannya dibawa kabur pembeli.

"Makanya saya coba dagang di sini. Syukur dari tiga tahun ini, di Gresik enggak ada pembeli macam itu, kalau enggak ada kembalian ya mereka tukerin uangnya dulu baru balik sini lagi untuk beli," ucap dia.

"Selain itu, di sini juga enggak terlalu banyak saingannya. Kalau di Tangerang kan banyak juga pedagang bendera dari Garut kayak saya, kan di sana lebih dekat dengan Garut," bebernya.

Meski begitu, Maman tetap merasa bersyukur dengan rezeki dan jalan nasib yang dijalani. Karena ia meyakini, kuasa Tuhan pasti ada bagi hambanya yang mencari untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

"Kalau namanya rezeki pasti nggak kemana, tinggal kita aja ngejalaninya gimana, sabar apa enggak," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/08/13/09421491/cerita-penjual-bendera-jelang-17-agustus-rela-jauh-dari-keluarga-walau

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke