Salin Artikel

Cerita Cak Luk Seniman Jombang, Melestarikan Ludruk Agar Tak Punah Lewat Lukisan

JOMBANG, KOMPAS.com - Sempat berjaya pada era 70-90an, kesenian Ludruk kini sedang menghadapi masa surut. Memasuki era millenial, popularitas kesenian tradisional itu berangsur pudar.

Pada masa jayanya, Ludruk adalah kesenian yang digemari masyarakat khususnya di Jawa Timur. Pementasan Ludruk digemari masyarakat karena cerita, tutur dan pesannya sangat dekat dengan kehidupan masyarakat.

Ludruk dalam pementasannya mengangkat cerita kehidupan sehari-hari, cerita perjuangan ataupun cerita lainnya dengan latar waktu cerita kekinian.

Dalam dialognya, teater rakyat tersebut menggunakan bahasa jawa ala jawa timuran yang mudah dimengerti. Pesan-pesannya pun mudah ditangkap karena kisah yang diangkat tidak jauh situasi dan kondisi kehidupan masyarakat.

Saat mengangkat cerita-cerita kerakyatan, Ludruk tak hanya mengandalkan tutur lisan. Guyonan serta gerak tubuh pemain menjadi kunci suksesnya sebuah pementasan Ludruk.

Namun, popularitas Ludruk mulai redup sejak memasuki era tahun 2000. Pentas kesenian yang mengakar dari rakyat itu mulai jarang terlihat.

Padahal dulunya, Ludruk sering dijumpai digelar pada acara hajatan pernikahan atau sunatan di masyarakat, serta peringatan hari besar nasional.

Tak ingin Ludruk punah

Lewat lima lukisannya, Lukmanul Hakim (47), pelukis asal Dusun Tanggungan, Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mengekspresikan harapannya terhadap eksistensi kesenian tradisional Ludruk.

Sebagai pegiat seni, pria yang akrab disapa Cak Luk ini mengaku tak ingin pudarnya popularitas Ludruk berujung pada kepunahan kesenian tradisional itu. 

Menurut bapak dua anak ini, Ludruk bukan sekedar ikon. Ludruk adalah warisan budaya yang harus dijaga, dirawat dan dilestarikan.

"Harapan saya, Ludruk bisa dikenal sama anak-anak muda, generasi millenial. Kita cukup miris, anak-anak sekarang tidak tahu Ludruk," ujar Cak Luk, saat ditemui dikediamannya.

Lukmanul Hakim mengekspresikan harapannya terhadap eksistensi kesenian Ludruk melalui lukisan dekoratif berukuran 40X40 sentimeter. Ada lima lukisan yang berhasil dia selesaikan dalam waktu seminggu.

Kelima lukisan dibuat dengan tehnik pointilis 3 dimensi. Jika diurut, kelima lukisan menampilkan situasi dan tokoh penting dalam perjalanan kesenian Ludruk.

Lima lukisan, perjalanan kesenian lerok hingga ludruk

Sosok dalam lukisan pertama, dimunculkan sosok pemain kesenian Lerok. Pemain Lerok dalam yang dimaksud dalam lukisan adalah Pak Santik, perintis kesenian Lerok.

Menurut Cak Luk, Pak Santik berasal dari Desa Ceweng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Tokoh ini merintis kesenian Lerok pada tahun 1908.

"Kalau tidak salah, Lerok itu tahun 1908. Pak Santik yang mengawalinya," ungkapnya.

Lalu, sosok dalam lukisan kedua adalah sosok pemain kesenian Besut atau Lerok Besut. Sosok dimaksud adalah 'Man Gondo' yang diperankan oleh Pak Amir.

Tokoh pemain kesenian Besut ini berasal Desa Plandi, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang.

Berikutnya pada lukisan ketiga, digambarkan sosok Rusmini dalam cerita Besut. Pada lukisan itu digambarkan Rusmini diperankan oleh pria bernama Pak Pono.

Pada lukisan keempat, Lukmanul Hakim menggambarkan sebuah pementasan Ludruk yang dilengkapi dengan Tari Remo, musik, maupun dagelan, saat tampil dihadapan pejabat Pemerintah Kolonial Belanda.

Lukisan tersebut, menurut Lukmanul Hakim, merupakan ilustrasi bahwa pada periode itulah muncul istilah kesenian Ludruk yang terkenal hingga kini.

"Dari runtutan cerita, peristiwa saat diundang oleh Pemerintah Kolonial Belanda itu yang akhirnya memunculkan istilah Ludruk," kata Cak Luk.

Sementara pada lukisan kelima, dimunculkan sosok Kartolo atau Cak Kartolo. Munculnya sosok Kartolo, ungkap Cak Luk, sebab tokoh ini menjadi pelaku ludruk pada era kekinian.

Pelukis yang pernah menjadi guru ini mengatakan, kelima lukisannya akan dibawa ke acara pameran lukisan pada ajang Painting Exhibition Lokal Wisdom 2, di Balai Budaya Jakarta, 4 hingga 12 Agustus 2019.

Mengingat sejarah panjang kesenian Ludruk, bapak dua anak ini berharap agar Ludruk sebagai kesenian warisan budaya nusantara bisa dilestarikan.

"Kita perlu berjuang bersama-sama agar Ludruk tidak sampai punah," ujar Cak Luk.

https://regional.kompas.com/read/2019/08/04/08100621/cerita-cak-luk-seniman-jombang-melestarikan-ludruk-agar-tak-punah-lewat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke