Salin Artikel

Cerita 2 Siswi SMK Desainer Muda Tembus Paris, Syok Di-bully Netizen Julid tetapi Memilih Tetap Tenang (2)

Baca dulu: Kisah Sukses Dua Siswi Cantik asal Kudus, Bawa Kain Troso Melenggang ke Paris (1)

Namun di balik kesuksesan itu, perjuangannya tak mudah. Bahkan sempat menyisakan kenangan buruk bagi mereka.

Kedua desainer muda tersebut tercatat sebagai siswi kelas XII jurusan tata busana SMK NU Banat, Kudus, Jawa Tengah, saat helatan itu digelar.

Siapa sangka dua gadis cantik yang viral di media sosial setelah mengangkat kebudayaan Jawa, kain tenun troso Jepara sebagai busana yang mereka usung di Paris justru menjadi korban bullying netizen.

Keduanya bahkan mengaku sempat syok saat menerima respons yang mereka nilai kurang etis.

"Beberapa saat setelah viral, banyak orang yang mencibir bahwa kami telah menjiplak atau mengklaim kain tenun Sumba. Ramai sekali yang mem-bully di akun medsos kami," ungkap Farah saat ditemui Kompas.com di Kudus, Minggu (21/7/2019).

"Kami sangat syok karena kami murni mengangkat kain tenun troso Jepara dan bukan kain tenun sumba. Kami bahkan takut jika ingin membuka akun kami di medsos dan orangtua kami juga syok dengan kejadian ini," lanjut dia.

Keduanya pun akan berupaya untuk legawa dan tegar sehingga tidak larut dalam suasana polemik tersebut.

"Sebelumnya kami sepakat memilih kain tenun Troso Jepara karena kain dari Kudus dan batik sudah pernah terangkat. Jadi tak ada hubungannya dengan kain Sumba. Kami hanya ingin mengenalkan budaya lokal. Bisa dibedakan kok antara kain tenun Troso dan kain tenun Sumba," tutur Fitria.

"Kami akan berusaha tenang karena kami memang fokusnya di kain tenun troso Jepara dan bukan kain tenun Sumba," lanjut dia.

Jepara angkat suara

Sementara itu Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Jepara, Nasta'in ikut angkat bicara terkait polemik kain tenun Troso Jepara dan kain tenun Sumba.

"Kain tenun troso Jepara punya motif sendiri bahkan sampai seratus lebih yang tercatat di hak kekayaan intelektual dan kami tidak pernah mengklaim kain tenun Sumba. Selama ini, perajin kain tenun troso Jepara banyak mendapat pesanan dari berbagai daerah di Indonesia termasuk mancanegara. Motif menyesuaikan," tutur Nasta'in.

"Kain tenun troso Jepara tak pernah mengklaim kain tenun Sumba karena punya motif sendiri. Jika diamati secara cermat ada bedanya. Pemasaran kain tenun troso Jepara sudah sampai ke mana-mana di Indonesia bahkan merambah ekspor," tuturnya.

Nama Fitria Noor Aisyah (19) dan Farah Aurellia Majid (17) melambung tinggi setelah tercatat menjadi desainer termuda dalam helatan "La Mode Sur La Seine a Paris" yang diselenggarakan oleh Indonesia Fashion Chamber (IFC) di Paris, 1 Desember 2018.

Saat helatan itu digelar, keduanya berstatus sebagai siswi jurusan tata busana, kelas XII, SMK NU Banat, Kudus. Busana rancangan keduanya dikenakan oleh para model asing profesional dan diperagakan di hadapan ratusan orang di atas kapal pesiar menyusuri sungai Seine di Paris.

Keduanya bisa lolos seleksi dan berkesempatan unjuk gigi di Paris sebagai pusat mode dunia. Kedua pelajar ini adalah yang termuda dari 14 desainer Indonesia lain yang juga ikut berpartisipasi di Paris. Terlebih lagi, saat itu Fitria dan Farah sapaanya karibnya itu mewakili seluruh SMA di Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Fitria dan Farah sapaan karibnya itu mengusung pakem gaya berbusana "Modest Wear" atau busana yang menampilkan koleksi pakaian sopan dan tertutup.

Meski demikian, konsep "modesty" itu tidak hanya dikaitkan ke busana muslim saja, namun juga diterapkan ke busana konvensional.

Menariknya, keduanya mengangkat kebudayaan Jawa di kancah internasional dengan memperkenalkan bahan busana dari kain tenun "Troso" khas Kabupaten Jepara, Jateng.

Mereka pun menyebut tema busana yang melenggang di Paris saat itu adalah "Troso Nimbrung" yang terinspirasi suasana laut di Jepara.

Fitria dan Farah sendiri mengaku sebelumnya tak pernah bercita-cita untuk menekuni profesi sebagai seorang desainer.

Fitria sejak kecil berharap bisa menjadi seorang polwan, pun demikian dengan Farah yang sejak kecil ingin menjadi seorang dokter bedah.

Namun, nasib berkata lain, keduanya yang berbakat dalam menggambar sejak kecil pun kemudian perlahan terarah ke dunia fesyen.

"Sejak kecil kami hobi menggambar dan sering dapat juara. Dulu saya bercita-cita menjadi polwan, namun seiring berjalannya waktu justru ke desainer," kata Fitria.

"Kalau cita-cita saya dulu menjadi dokter bedah, tapi perkembangannya malah menekuni desainer," sambung Farah.

https://regional.kompas.com/read/2019/07/27/08105911/cerita-2-siswi-smk-desainer-muda-tembus-paris-syok-di-bully-netizen-julid

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke