Salin Artikel

Jokowi Minum Jamu, Ramuan Klasik Pengobatan Sejak Zaman Nenek Moyang....

"Biasanya saya kalau pagi itu, sebelum beraktivitas, minum jamu. Jamu ini adalah jamu dari campuran temulawak, jahe, kunyit. Jadi jahe ditumbuk atau dirajang-rajang, temulawak ditumbuk dirajang-rajang. Kunyit juga kemudian diseduh air panas,disaring kemudian diminum," kata Jokowi dalam video tersebut.

Ia mengaku bahwa jamu memberi manfaat yang baik untuk kebugaran tubuh dan ia telah rutin minum jamu sejak 17-18 tahun lalu.

Prof. Dr. Murdijati Gardjito, pakar kuliner Indonesia dan salah satu penulis buku Jamu Pusaka Penjaga Kesehatan Bangsa Asli Indonesia, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (23/7/2019) mengatakan jamu sudah dikenal sejak abad ke-8.

Dokumentasi tertua tentang jamu terdapat pada relief Candi Borobudur pada tahun 772 SM. Pada relief tersebut ada gambar orang yang sedang mengulek menggunakan cobek serta seorang tabib yang sedang mengobati dan memijat seseorang.

Selain itu banyak kitab-kitab yang berisi tentang obat-obatan tardisional seperti Serat Centhini serta beberapa lontar yang ada di beberapa wilayah Nusantara.

"Memang terbanyak di Jawa. Tapi jangan salah selain ada Jamu Jawa, ada Jamu Madura, Jamu Kalimantan,bahkan ada Jamu Papua. Jamu ini tersebar di seluruh Nusantara," jelasnya.

Di buku yang berjudul Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 1: Tanah di Bawah Angin yang ditulis oleh Anthony Reid dijelaskan bahwa buku obat-obatan yang berasal dari tradisi India diterjemahkan dan ditulis kembali di Jawa, Bali, Birma, Siam dan Kamboja.

Tapi perannya lebih besar dalam bidang agama dari pada sebagai pengetahuain eksperimental yang berkembang.

Sementara itu Willem Lodewycksk pada tahun 1598 menulis armada pertama di Belanda mencatat lima puluh jenis jamuan dan rempah-rempah di bagian khusus Pasar Banten

"Dan banyak yang sekarang tidak kita ingat lagi. Khasiat pengobatan dari banyak di antaranya dituliskan dengan seksama," tulis Lodewycksk.

"Tapi dua-duanya baik rempah maupun rimpang bisa digunakan untuk jamu. Kalau jamunya Pak Jokowi kan jahe, temulawak, dan kunyit. Itu pakai rimpang. Untuk stamina. Yang namanya jamu berasal dari alam dan aman untuk dikonsumi dalam jangka panjang," jelasnya.

Untuk pembuatan jamu, menurut Murdijati, tidak harus selalu menggunakan rimpang tapi bisa juga dengan rempah. Dia mencontohkan kayu secang dan juga kecubung yang sering digunakan untuk bumbu masakan, bisa juga dijadikan jamu.

"Jamu bisa dibuat dari akar, batang, daun, biji, dan tunas. Saya mencatat ada 300  lebih macam tumbuhan yang bisa digunakan untuk jamu. Lalu pernah ada yang mendokumentasikan jamu dan ada sekitar seribu lebih jenis jamu di Nusantara," jelasnya.

Dia mengakui jika jamu banyak berkembang di Jawa Tengah khususnya di Surakarta. Hal ini tidak terlepas dari tradisi lingkungan keraton serta pendokumentasian tentang jenis jamu.

Di wilayah Jawa Tengah juga berkembang pabrik jamu yang cukup terkenal di kalangan masyarakat.

"Para putri keraton kan cantik-cantik. Jadi ingin tahu resepnya apa. Jamunya apa. Jadi dicatat. Apalagi banyak orang-rang yang mendokumentasikan. jamu ini tidak ada duanya dan hanya satu di Indonesia," katanya.

Murdijati mengatakan ada delapan jenis jamu Jawa yang dikenal masyarakat, yakni paitan, watukan, cabe puyang, beras kencur, kunyit asem, kuat laki, galian singset, dan pegal linu.

Delapan jenis jamu tersebut adalah simbol dari delapan mata angin yang dikenal oleh masyarakat. "Ini adalah simbol penyakit dari 8 arah bisa disembuhkan dengan 8 jenis jamu," katanya.

Selain diminum, cara penggunaan jamu bisa juga dengan dicekoki, ditempel seperti pilis, tampel, dan parem.

Ia menjelaskan jika masyarakat Jawa Tengah mengenal jamu, maka masyarakat Jawa Barat lebih mengenal lalapan untuk menjaga kebugaran.

Ia menjelaskan bahwa mayoritas masyarakat Jawa periode kerajaan ialah kaum petani miskin dan buruh dengan corak pemikirannya yang pramodern dan hunian dekat alam pedesaan dan pegunungan. Sehingga untuk mencegah atau mengusir penyakit mereka menggunakan ramuan tradisional.

"Kenyataan historis bahwa di pedesaan ada mantri umum yang memberi penyuluhan dan mantri spesialis jenis penyakit. Tapi mantri itu hanya muncul saat wabah penyakit merebak yang dinilai membahayakan keselamatan orang-orang Eropa. Nah kaum wong cilik jarang ikut merasakan keahlian mantri. Mereka mengandalkan ramuan klasik, ya jamu," jelasnya.

Untuk takaran manual, mereka menggunakan istilah sejimpit, sejumput, sekilan, sekepel dan segelas.

Setelah muncul usaha penerbitan buku, menurut Heri, banyak pengetahuan ramuan berkhasiat yang bersifat lisan ditulis dan dicetak menjadi buku lalu disebar-luaskan.

Ia mencontohkan Serat Primbon Jampi Jawi yang tersimpan di Perpustakaan Reksopustoko, Mangkunegaran.

"Dalam naskah tersebut, ada dua jenis pengobatan, yaitu pengobatan tradisional dengan ramuan obat dan pengobatan tradisional spiritual atau kebatinan karena atas dasar kepercayaan," katanya.

Terkait kepercayaan, Heri mencontohkan mandi keramas pada hari Jumat karena dalam keadaan suci, dan mori putih sebagai pembungkus ramuan serta membaca Surat Al Ikhlas dan mantra Sunan Kalijaga.

"Ramuan kuno ini telah memainkan peran penting dalam dunia Indonesia. Selain itu juga melambangkan tingkat peradaban Nusantara yang tinggi di masa lalu. Ramuan berbahan tumbuhan yang berasal dari alam raya merupakan ilmu pengobatan asli rakyat Indonesia, yang sudah dikenal berabad-abad lamanya," katanya.

Heri bercerita, Koran Darmo Kondo edisi 25 Maret 1907 mengisahkan Paku Buwono VIII pernah duduk di sekitar pohon Gom. Dia bersabda bahwa pohon ini sudah ditakdirkan Gusti Allah bisa menyembuhkan orang yang terkena penyakit sariawan.

Caranya, tangkainya dipotong dengan sebilah keris atau sabit seraya mengucapkan mantra: : “tidak motong doerinja pohoen Gom, tetapi motong penyakit gom”

Ternyata, tangkai itu terbukti mujarab. Akhirnya, banyak warga memakai tangkai pohon Gom untuk ramuan mengobati sariawan. Bahkan, mereka juga takut menempati di bekas tempat duduk raja lantaran dianggap wingit.

"Tafsir kritisnya adalah kewingitan tersebut diciptakan supaya penduduk tidak merusak pohon dan batu. Selain itu, pesan tersirat raja juga dapat kita tangkap bahwa Tuhan memang menciptakan obat untuk manusia dari berbagai bahan alam yang ada di sekitarnya," pungkas Heri.

Jadi, sudahkah anda minum jamu hari ini?

https://regional.kompas.com/read/2019/07/24/06280031/jokowi-minum-jamu-ramuan-klasik-pengobatan-sejak-zaman-nenek-moyang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke