Salin Artikel

Yogyakarta Dingin, Warga Pakai Jaket Tebal hingga Minum Jahe Panas

Berbagai cara dilakukan warga untuk menjaga badan tetap hangat saat beraktivitas di luar ruangan.

Salah satu warga Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Willibrodus (33), menuturkan, suhu dingin sudah mulai terasa sejak bulan lalu.

"Saya merasakan sejak akhir Juni lalu mulai dingin, tapi kadang juga sumuk (gerah). Tapi beberapa hari ini memang dingin," ujar Willibrodus, Jumat (19/7/2019).

Willibrodus mengaku sering beraktivitas hingga malam hari. Setiap beraktivitas malam hari, ia selalu mengenakan jaket tebal dan kaus kaki.

Tak hanya itu, warga Hargobinangun ini juga mengenakan buff untuk menutup hidung hingga leher dan telinganya.

Sebelum berkendara malam hari, Willibrodus juga mempunyai cara khusus agar badannya tetap hangat.

"Daerah rumah saya kan tinggi, jadi dingin. Sebelum perjalanan pulang, saya oleskan minyak kayu putih dulu ke badan, lalu pakai jaket," katanya.

Cara itu diakui Willibrodus cukup efektif untuk menjaga badannya tetap hangat saat beraktivitas malam hari di luar ruangan ataupun perjalanan dengan sepeda motor.

"Saat dingin seperti ini, minyak kayu putih tidak pernah lupa saya bawa," ucapnya.

Berbeda dengan Willibrodus, warga Desa Baleharjo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Bayu Hartanto (34), memilih meminum minuman panas untuk menjaga tubuhnya tetap hangat.

"Ya, kalau jaket pasti pakai, tapi saya malam ya minum jahe panas. Ya, kalau di rumah enggak ada, ya beli di angkringan," tuturnya.

Bayu mengatakan, mertuanya berjualan pecel lele di pinggir jalan setiap malam. Meski tidak setiap malam datang ke warung, ketika ada waktu luang atau sedang ramai dirinya membantu.

"Ya, kalau sekarang dingin gini, saya milih yang goreng, kan anget dekat dengan api. Soalnya warungnya kan di pinggir jalan, jadi ya terasa dingin," katanya sambil tertawa.

Penyebab suhu dingin

Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Etik Setyaningrum menjelasakan, secara umum di wilayah DIY sampai pertengahan Juli 2019 ini masih musim kemarau.

"Dari hasil monitoring sampai dengan 10  Juli 2019, hampir sebagian besar wilayah di DIY sudah tidak ada hujan secara berturut-turut selama lebih dari 60 hari," ucapnya.

Diperkirakan musim kemarau masih berlanjut 2 hingga 3 bulan ke depan. Puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Agustus 2019.

Selain potensi kekeringan, suhu udara yang cukup dingin khususnya di malam hingga pagi hari juga terjadi pada musim kemarau.

"Suhu udara rata-rata minimum saat ini berkisar 18-20 derajat celsius. Pada musim kemarau, suhu udara yang dingin normal terjadi," katanya.

Penyebabnya ada aliran masa udara dingin dari Australia. Hal ini juga didukung adanya pembentukan tutupan awan yang sangat kecil yang terjadi di musim kemarau ini.

"Kondisi ini menyebabkan radiasi balik bumi ke atmosfer dengan cepat akan keluar sehingga suhu udara di bumi menjadi cepat dingin," katanya.

https://regional.kompas.com/read/2019/07/19/17213881/yogyakarta-dingin-warga-pakai-jaket-tebal-hingga-minum-jahe-panas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke