Salin Artikel

7 Fakta Kisah Mon Korban Perdagangan Manusia, Dijanjikan Jodoh Pria Kaya hingga Kerja 24 Jam Tak Digaji

KOMPAS.com - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengungkapkan, sejak bulan April 2019 sudah ada 13 perempuan asal Kalimantan Barat (Kalbar) dan 16 dari Jawa Barat (Jabar) yang menjadi korban perdagangan manusia. 

Sembilan perempuan dari Kalbar berhasil pulang ke kampung halaman masing-masing. Salah satunya adalah Mon, yang berhasil kabur China setelah mendapat perlakuan kasar serta tak manusiasiwi oleh suami dan mertuanya.

Korban mengaku, dijebak oleh seorang pelaku yang menjanjikan jodoh seorang pria asal China yang kaya raya. Perempuan asal Singkawang, Kalbar, itu pun membeberkan kisah pilunya saat berada di China.

Baca fakta lengkapnya berikut ini:

Mon mengaku terbuai janji manis teman baru yang dikenalnya lewat media sosial. Saat itu, Mon diiming-imingi akan dijodohkan dengan pria kaya raya asal China.

Lalu pada bulan September 2018, Mon dan teman barunya itu bertemu di Singkawang, Kalimantan Barat.

Mon kemudian diajak ke rumahnya untuk dikenalkan kepada dua pria keturunan China. Saat itu, Mon menolak untuk dijodohkan dengan kedua pria tersebut.

"Cowok yang satu sudah tua dan yang kedua agak-agak idiot gitu," ujar Mon, di kantor LBH Jakarta, Minggu (23/6/2019).

Keesokan harinya, Mon dipertemukan lagi dengan seorang pria asal China yang usianya 28 tahun bernama Hao Tengfei.

Saat itu, Mon merasa cocok dan mau untuk dijodohkan dengan rayuan dibelikan emas dan dikirimi uang setiap bulan ke orangtuanya yang tinggal di Kecamatan Sompak, Kabupaten Landak, Kalbar.

Setelah pertemuan dengan Hao Tengfei, Mon pun melangsungkan pertunangan dengan Hao Tengfei.

"Saat kami tukar cincin itu di tempat rias. Saya juga menerima uang Rp 19 juta. Lalu saya dan "si mak comblang" itu dibawa ke sebuah rumah dengan membawa surat nikah," kata dia.

Mon bercerita, tak ada upacara pernikahan layaknya pasangan suami-istri. Tiba-tiba saja, dia menerima buku nikah dan surat catatan sipil dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Mempawah pada 12 September 2018.

Seminggu setelahnya, atau tepatnya pada 18 September 2018, dia diboyong suami beserta mertuanya ke China. Namun, Mon tak tahu di wilayah mana dia tinggal.

"Saya hanya tahu tinggal di daerah pegunungan," katanya singkat.

Baru beberapa hari menetap di rumah mertua, Mon disuruh bekerja merangkai bunga dari pukul tujuh pagi sampai jam tujuh malam.

"Itu upah kerja saya, tidak dikasih barang Rp 100 perak pun," ujar dia.

Mon mengaku tak bisa menolak perintah mertuanya. Kalau membangkang, dia akan dipukul oleh suaminya dan tak diberi makan berhari-hari.

"Kalau saya melawan, tidak dikasih makan dua hari. Makanan saya diumpetin sama mertua. Saya dipukuli suami sampai biru-biru, ditinju pakai tangan," ungkap dia.

Salah satu fakta yang membuat Mon syok, pekerjaan suaminya adalah kuli bangunan dan bukan pengusaha kaya raya yang pernah diungkapkan "si mak comblang".

Mon tampak murung saat menceritakan pengalaman pahitnya di Negeri Panda. Salah satu perlakuan yang tak pernah dilupakan dirinya adalah saat dia menolak permintaan suaminya untuk berhubungan seks.

Saat itu, dirinya sedang menstruasi. Namun, suami dan mertuanya tidak mempercayai alasan tersebut.

"Saat itu, saya sedang menstruasi, saya tidak mau melayani suami saya. Tapi, saya dimarahi mertua dan disuruh telanjang untuk buktikan sedang haid," kata dia.

Mon sengaja tidak memberitahukan kedua orangtuanya di Singkawang terkait pernikahan dan kepergianya ke China bersama Hao Tengfei.

Selama dua bulan, Mon tinggal di China tanpa sepengetahuan keluarga dan mendapat perlakuan semena-mena.

Alasan Mon tidak memberitahukan tentang pernikahan dan kepergian ke China karena dilarang "si mak comblang".

Lalu, setelah pada bulan Oktober 2018, Mon memberanikan diri untuk menghubungi keluarganya.

Saat itu, dia mendapat kabar ayahnya meninggal dunia. Mon pun nekat kabur dari rumah mertuanya dengan menaiki bus.

"Saya stop bus yang lewat. Turun di terminal bus Wuji. Terus saya stop taksi minta diantar ke kantor polisi setempat. Saat itu saya tidak bawa paspor," tutur dia.

"Saya sampai di kantor polisi di Provinsi Hebei. Tapi saya malah ditahan dan ditanya ngapain di sini. Saya bilang, saya menikah tapi tidak bawa paspor. Saya bilang tolong hubungi KBRI," lanjut dia.

Saat berada di kantor polisi, seorang staf KBRI menyambanginya di kantor polisi. Mon pun menceritakan semua kisahnya, termasuk menjadi korban kekerasan fisik.

Polisi setempat pun tahu alasannya kabur.

"Polisi lalu panggil suami saya dan disuruh balikin paspor saya. Tapi, saya malah dibawa ipar saya ke sebuah apartemen di Wuhan," kata dia.

Melihat hal itu, Mon kembali mencoba kabur dari apartemen itu dan menghubungi SBMI. Saat itu, SBMI membantu dirinya untuk pulang ke Indonesia.

"Saya baru tiba di Indonesia kemarin siang," kata dia, saat berada di kantor LBH Jakarta, Minggu.

Sekretaris Jenderal SBMI Bobby Alwi berharap polisi mampu membongkar sindikat perdagangan orang di Kalimantan Barat, terutama para perekrut di dalam negeri.

"Kalau jaringan di sini bisa dimatikan, mak comblang atau agen perekrut itu juga akan mati dengan sendirinya," ujar Bobby.

Bobby berpendapat, upaya penanganan akan maksimal jika disertai pecegahan dari pemerintah dan polisi.

"Kalau hanya upaya penanganan, kami kerepotan. Yang harus diperkuat pencegahan lewat sosialisasi kepada masyarakat," kata dia.

Sementara itu, juru bicara Polda Kalimantan Barat, Donny Charles Go mengatakan, sindikat perdagangan orang di wilayahnya sudah tercium lama.

Namun, dirinya mengaku kesulitan untuk menjerat para pelaku sampai ke bui karena kurangnya bukti di pengadilan.

"Pada 2018 juga pernah tangani TPPO, tapi kami kesulitan pembuktian karena memang pihak jaksa punya standar sendiri. Ya pelakunya lepas karena dari jaksa menilai belum cukup bukti," ujar Donny.

Sumber: KOMPAS.com (Caroline Damanik)/BBC Indonesia

https://regional.kompas.com/read/2019/06/27/13255471/7-fakta-kisah-mon-korban-perdagangan-manusia-dijanjikan-jodoh-pria-kaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke