Salin Artikel

Cerita Petani Madiun, Sukses Bangun Wisata Watu Rumpuk Setelah Cengkeh Musnah Diserang Virus

Tidak ada ornamen, tidak ada tempat swafoto khusus hingga taman indah yang dipenuhi dengan bunga warna-warni.

Dua tahun berlalu. Dataran seluas tiga setengah hektare ini kini berubah menjadi taman bunga nan elok dan permai.

Banyak ornamen dan titik-titik yang indah untuk berswafoto dengan latar belakang pemandangan alam.

Tak hanya membuat taman indah dan tempat-tempat berswafoto yang menarik, petani Desa Mendak terus mengembangkan wisata alam itu dari tempat kemah hingga pendakian gunung dan tracking wisata bersejarah.

Inovasi yang dibuat para petani Desa Mendak menjadikan desa itu mendapatkan penghargaan mulai dari desa terbaik kedua hingga wisata alam terbaik ketiga kategori wisata alam di Jawa Timur.

Tak hanya itu, setahun yang lalu, Desa Mendak didapuk sebagai desa tangguh bencana terbaik pertama se-Jawa Timur.

Pengembangan wisata alam oleh para petani di Desa Mendak yang berada di lereng Gunung Wilis bukan tanpa sebab.

Bencana virus yang hampir memusnahkan habitat cengkeh sebagai pendapatan utama warga membangkitkan semangat petani untuk bertahan hidup.

Sebelum sukses mengelola wisata alam, para petani Desa Mendak yang hidup berbatasan dengan wilayah Kabupaten Ponorogo itu setiap tahunnya mengandalkan pendapatannya dari bertani cengkeh, durian dan manggis.

Tiga komoditi itu menjadi primadona andalan warga mendulang rupiah setiap tahunnya. Bahkan, setiap tahunnya, omzet petani cengkeh di Desa Mendak mencapai Rp 7 miliar.

Maka tak heran, meski berada di daerah pegunungan dan perbukitan yang curam, rumah warga Desa Mendak banyak yang bagus karena sukses bertani dengan mengandalkan sektor cengkeh.

Awal mula bangun wisata alam

Purwadi, petani penggagas wisata Watu Rumpuk menceritakan awal mulanya warga bersama-sama membangun wisata alam yang menjadi banyak tujuan warga Jawa Timur di wilayah selatan satu tahun terakhir itu.

Purwadi yang saat ini menjabat sebagai Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) Mendak mengatakan semua berawal dari keinginan warga memperbaiki ekonomi para petani cengkeh yang terpuruk setelah tanaman cengkeh semuanya hampir punah terserang virus.

“Wisata Watu rumpuk ini kami buat dalam konteks untuk memperbaiki ekonomi masyarakat. Empat tahun lalu, Desa Mendak mengalami bencana paceklik menyusul punahnya habitat cengkeh yang menjadi pendapatan terbesar para petani. Dahulu Desa Mendak merupakan penghasil cengkeh terbesar di Kabupaten Madiun. Omzet masyarakat saat itu setiap panen bisa mencapai Rp 7 miliar. Bahkan, saya pribadi saat itu satu tahun bisa menghasilkan panen cengkeh senilai Rp 350 juta,” kata Purwadi, kepada Kompas.com, Selasa (18/6/2019).

Serangan virus itu menjadikan perekonomian warga di Desa Mendak kolaps. Banyak petani cengkeh gulung tikar karena virus itu menghabiskan ribuan pohon cengkeh yang bertahun-tahun menjadi lahan pendapatan warga.

Pasca-bencana kematian ribuan pohon cengkeh, warga Desa Mendak, tidak menyerah. Para petani berkumpul lalu ingin membangkitkan ekonomi masyarakat dengan potensi yang bisa digali di Desa Mendak.

Setelah didiskusikan, potensi yang bisa dikembangkan yakni buah-buahan berupa durian dan manggis.

Menurut Purwadi, untuk bertahan hidup, warga Desa Mendak tidak bisa hanya mengandalkan dari mengembangkan budidaya buah durian dan manggis. Munculah ide untuk pengembangan wisata alam.

Setidaknya ada tiga tempat wisata yang dikembangkan yakni Air Terjun Janggu, Bukit Gelar dan Watu Rumpuk.

Lantaran anggaran terbatas, warga bersepakat mengembangkan parawisata alam di Watu Rumpuk dengan modal awal hanya Rp 45 juta pada 2017.

Uang senilai Rp 45 juta itu digunakan untuk membuka lahan dengan gotong royong. Selang setahun kemudian, Pemerintah Desa Mendak menganggarkan dana sebesar Rp 250 juta.

Total anggaran yang sudah dikeluarkan untuk membangun pariwisata di Mendak mencapai Rp 350 juta.

Tak hanya menawarkan wisata pemandangan alam, kata Purwadi, pemerintah desa bersama masyarakat akan mengembangkan wisata water boom yang dibangun mulai tahun ini.

Selain itu, dikembangkan wisata edukasi yang isinya mengenalkan aneka tanaman dan tumbuhan. Sebab, saat ini banyak anak-anak yang dinilai tidak mengenal aneka tanaman dan tumbuhan di sekitarnya.

Selain itu, di sisi timur Watur Rumpuk akan dibangun Kampung Tempo Doloe. Kampung itu dibangun untuk mengenang sejarah Desa Mendak yang kala itu rumahnya atapnya dari ilalang, dindingnya dari anyaman bambu dan lantainya dari papan.

“Kami juga akan mengembangkan wisata pendakian ke Gunung Tapak Bimo. Di situ ada situs yang diyakini sebagai telapak kakinya Bimo karena persis telapak kaki manusia dengan panjang 16 meter dan lebar 8 meter," ujar dia.

"Terakhir, kami juga membuat wisata sejarah berupa pendakian ke gua Jepang. Di puncak Gunung Tapak Bimo itu ada gua yang tembus gunung dari arah barat sampai ke arah timur. Di dalamnya ada bungker yang digunakan sebagai tempat persembunyian tentara Jepang kala itu. Jadi, komplit berupa wisata alam murni, wisata edukasi, wisata air, bumi perkemahan dan wisata sejarah dengan luas area mencapai 12,8 hektare,” tambah Purwadi.

Total warga yang terlibat dalam pengelolaan wisata Watu Rumpuk sebanyak 50 orang dan pengelola UMKM mencapai 42 orang.

Sementara, tenaga yang terlibat aktif di wisata ini sebanyak 160 orang yang semuanya berasal dari Desa Mendak.

Menyumbang pendapatan desa

Setelah satu tahun beroperasi, wisata Watu Rumpuk bisa memberikan pendapatan kas pemerintah desa sebulannya Rp 8 juta.

Pendapatan itu didapatkan dari biaya tiket masuk yang jumlah pengunjungnya mencapai seribuan orang setiap harinya.

Pendapatan yang masuk ke desa kemudian modalnya diputar untuk pengembangan lagi sehingga pembangunan wisatanya terus berjalan.

Selain memberdayakan warga bekerja di obyek wisata Watu Rumpuk, pemerintah desa juga menyedikan tempat berjualan aneka makanan dan jajan seperti cokelat, aneka keripik dan aneka dodol yang dikelola mayoritas warga asli Desa Mendak.

Tujuannya, agar hadirnya wisata Watu Rumpuk tak hanya sekadar menyerap pengangguran, tetapi juga memberdayakan pedagang kaki lima.

Dengan demikian, produk buah dan tanaman tidak perlu lagi dipasarkan di kota lantaran di Watu Rumpuk sudah bisa dijual.

Untuk mengenalkan Watu Rumpuk, selain promosi dengan berbagai sarana, pemerintah desa setempat juga menggelar event tahunan dengan mapala, dengan pendakian yang digelar bulan Juni. Selain itu, ada camp accoustik April dan taman coklat.

Terkait akses ke Watu Rumpuk, Purwadi mengakui pihaknya memiliki keterbatasan dalam pembangunan infrastruktur jalan ke lokasi wisata unggulan Kabupaten Madiun tersebut.

Akses dari jalan provinsi ke lokasi Watu Rumpuk sepanjang 11 kilometer. Namun, jalannya masih sempit dan masih ada yang rusak.

“Kami mohon kiranya pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten untuk membangun akses jalan. Pasalnya, Watu Rumpuk jangan hanya dianggap milik warga Desa Mendak saja. Tetapi Watu Rumpuk milik Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Kalau akses jalan diperlebar dan kerusakan diperbaiki, maka bisa menjadi wisata dengan skala nasional,” ujar Purwadi.

Kepala Desa Mendak, Nur Cholifah mengatakan, pengembangan wisata Watu Rumpuk sudah diperdeskan dan pembiayaan pengembangan prioritas dari dana desa.

Total dana desa yang digulirkan untuk pembangunan wahana wisata alam mencapai setengah miliar rupiah lebih.

Dalam pengembangan wisatanya, kata Cholifah, pihaknya lebih mengutamakan memberdayakan petani terlebih dahulu dibandingkan investor.

“Kami tidak mau tempat ini malah menjadi milik investor. Jangan sampai nanti malah jadi milik investor,” ujar Cholifah.

Sukses kembangkan wisata

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa Kabupaten Madiun, Joko Lelono menyatakan, kesuksesan pemerintah Desa Mendak mengelola pariwisata alam pasca-komoditi cengkeh banyak musnah diserang virus menjadikan desa itu masuk empat besar dalam lomba bulan bakti gotong royong masyarakat tingkat Pemprov Jawa Timur.

“Utamanya di Mendak ada sesuatu yang luar biasa. Ibu Lurah bersama lembaga desa dan masyarakatnya mewujudkan sebuah wahana wisata hanya kurun waktu dua tahun sudah bisa besar seperti ini. Banyak kunjungan. Kondisi ini membawa dampak ekonomi luar biasa bagi masyarakat desa Mendak dan sekitarnya," ujar dia.

Untuk pengembangan wisata di Watu Rumpuk. Pemerintah membantu memperbaiki akses jalan agar pengunjung mudah menuju lokasi.

Harapannya, bisa memotivasi semangat desa yang lain untuk mengembangkan desa sesuai dengan potensi masing-masing daerah.

Bupati Madiun, Ahmad Dawami yang biasa disapa Kaji Mbing mengatakan, semangat gotong royong yang luar biasa sehingga warga Desa Mendak bisa membangun salah wisata alam yang spektakuler di Jawa Timur.

Untuk itu, pemerintah memberikan stimulus kepada Pemerintah Desa Mendak agar bisa mengembangkan secara mandiri.

“Kami memberikan pemantik kepada warga. Setelah itu, peluang ditangkap disambut dengan gotong royong sehingga bisa bersama-sama membangun wahana wisata Watu Rumpuk,” kata Kaji Mbing.

Ketua Tim Penilai Lomba Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) 2019 Desa se-Jawa Timur, Rusmiyati, memuji keberhasilan pemerintah Desa Mendak memberdayakan warganya untuk membangun wisata alam.

Upaya pemberdayaan warga dengan pengembangan pariwisata dapat mempercepat pengentasan kemiskinan.

Harapannya, pengembangan wisata Desa Mendak dapat maju seperti Desa Ponggok, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang sukses mengelola pariwisata alam hingga beromzet Rp 12 miliar setiap tahunnya.

"Desa Ponggok dulu sangat tertinggal. Tetapi, saat ini omzetnya mencapai Rp 12 miliar setelah sukses mengelola wisata airnya," kata Rusmiyati. 

https://regional.kompas.com/read/2019/06/20/08310291/cerita-petani-madiun-sukses-bangun-wisata-watu-rumpuk-setelah-cengkeh-musnah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke