Salin Artikel

Tim Abdullatif Al Fozan Award: Masjid Al Safar Rancangan Ridwan Kamil Tak Bertentangan dengan Islam

Technical Reviewer Al Fozan, Fuad H Mallick mengatakan, desain masjid Al Safar tak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Hal itu ia sampaikan seusai mewawancarai Ridwan Kamil dan tim dari firma arsitek Urbane di Gedung Pakuan, Jalan Cicendo, Kota Bandung, Minggu (2/6/2019).

"Ini tidak bertentangan dengan Islam. Tidak ada rumus baku mengenai bentuk masjid. Tiap arsitek bisa merepresentasikan dan interpretasi baru diperbolehkan," ujar Fuad


Fuad menilai, kontroversi dalam dunia desain hal biasa. Interpretasi yang keliru semacam itu hanya perlu diluruskan agar tak menjadi polemik berkepanjangan di masyarakat.

"Jadi saya mengerti ada kontroversi. Bahkan di negara saya pun bakal terjadi seperti itu juga. Tapi saya sangat menghargai dan mengerti masalahnya, tapi tidak mengartikan sebagai hal negatif. Jadi ini perkembangan yang sangat biasa, kontroversi ini. Hanya diperlukan penjelasan dari pihak yang terlibat," katanya.

Fuad menambahkan, ia sengaja datang ke Bandung untuk mencari informasi soal tiga karya masjid yang didesain Ridwan Kamil, yakni Masjid Al Irsyad di Kota Baru Parahyangan, Masjid Al Safar di rest area KM 88 ruas jalan tol Purbaleunyi dan Masjid Raya Sumatera Barat di Padang.


Seperti diketahui, tiga masjid karya Ridwan Kamil masuk dalam nominasi Abdullah Al Fozan Award.

"Saya bukan juri, tapi akan report kepada juri. Misinya mencari data, informasi, dan bertemu arsiteknya untuk menanyakan dua masjid yang di-review. Al Safar dan Al Irsyad," tuturnya.

Ia pun mengapresiasi perkembangan desain masjid di Indonesia yang terus menemui bentuk baru. Menurut dia, hal itu sangat positif dalam dunia desain Islam.

"Saya gembira karena ada arah baru dalam perkembangan bangunan masjid di Indonesia yang tidak secara tradisional yang selalu merepresentasikan hal biasa seperti kubah. Karena ini perkembangan yang sangat baik menandakan bahwa desain masjid tak stagnan dan bisa mendatangkan perubahan dan ide baru yang sehat untuk dunia Islam," jelasnya.

"Tentu saja interpretasi selalu terjadi pada orang awam. Tapi ada interpretasi soal (simbol illuminati) Al Safar tentu tidak seperti itu. Maksud dari awal tak ada hubungannya dengan apa yang disampaikan orang di media sosial," ujarnya.

Ahmad pun berkomitmen, kejadian ini tak akan menyurutkan langkahnya dalam membangun peradaban Islam lewat desain masjid.

"Interpretasi baru ini sangat dihargai. Tapi jangan sampai interpretasi negatif menghentikan pengembangan masjid selanjutnya," jelasnya.

Di tempat yang sama, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (AIA) Ahmad Djuhara berpendapat, ada sisi baik dari munculnya kontroversi desain masjid Al Safar.

"Pertama, baiknya bahwa arsitektur dibicarakan masyarakat dengan segala kontroversinya. Sebelumnya arsitektur tak cukup dibicarakan karena tak dianggap penting. Jadi kontroversi ini sebuah berkah bahwa arsitektur secara luas dibicarakan," kata Djuhara.

Interpretasi baru memang diperbolehkan ketika sebuah desain telah diserahkan kepada masyarakat. Namun, ada hak dari seorang arsitek untuk menjelaskan karyanya jika ditafsir keliru.

"Saya bisa berpendapat sebetulnya tak ada niat buruk ketika seorang arsitek mengerjakan desain itu. Niat baiknya membuat orang lain senang, bahagia, puas. Arsitek juga punya tugas lain seperti membangun peradaban bangsa," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, desain masjid Al Safar karya Ridwan Kamil dan Urbane Indonesia mendadak viral di sosial media setelah salah seorang pendakwah menyebut masjid itu sarat muatan simbol illuminati lantaran banyak memuat bentuk segitiga.

https://regional.kompas.com/read/2019/06/02/16404891/tim-abdullatif-al-fozan-award-masjid-al-safar-rancangan-ridwan-kamil-tak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke