Salin Artikel

7 Fakta Aksi Kelompok Baju Hitam, Tinggalkan Trauma Siswa SLB hingga Polisi Didesak Tangkap "Otak" Pelaku

KOMPAS.com - Kemunculan kelompok perusuh berbaju serba hitam di tiga kota saat May Day mendapat komentar para tokoh nasional.

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mendesak polisi untuk menangkap "aktor utama" di balik kelompok perusuh tersebut.

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyayangkan aksi Hari Buruh ternoda dengan aksi vandalisme serta trauma bagi warga di Kota Bandung.

Berikut ini fakta lengkapnya:

Salah satu pemilik warung di Bandung Enceng (43), menceritakan, sekitar pukul 11.30 WIB sekelompok remaja yang memakai busana serba hitam melintas di depan warungnya.

Tak berselang lama, keributan pecah. Tanpa dikethui penyebabnya, Enceng melihat kelompok itu lari kocar-kacir dikejar polisi.

"Mereka lari, mungkin panik, ada yang mendorong lemari tempat makanan. Piring semua pecah, mungkin lebih dari selusin," tutur Enceng saat ditemui, Kamis (2/5/2019).

Saat itu, sambung Enceng, sejumlah pemuda sempat masuk ke warung makannya untuk bersembunyi. Tak mau ambil resiko, Enceng langsung menghadang mereka.

"Ada yang ngumpet ke sini pakai baju hitam-hitam, saya usir saja. May Day itu tiap tahun ada, tapi baru kali ini ada keributan seperti ini," ujar Enceng yang sudah 15 tahun melapak di lokasi itu.

Rasa trauma juga masih dialami oleh para siswa di SLB-C Plus Asih Manunggal, Jalan Singaperbangsa, Kota Bandung.

Lokasi sekolah tersebut tepat di depan warung Enceng di Jalan Singaperbangsa, Kota Bandung. Tampak tembok sekolah itu penuh dengan ragam tulisan dan logo dari cat semprot.

Wiwin Wiartini, Kepala Sekolah SLB-C Plus Asih Manunggal, mengatakan saat kejadian tak ada aktivitas belajar di sekolah lantaran tengah libur.

Namun, ada beberapa pegawai yang tengah menyelesaikan tugas. Ia baru mengetahui ada keributan di depan sekolahnya setelah dikabari kerabatnya.

"Kami lagi di luar, ada teman-teman yang kebetulan kerja. Difoto lah kejadian itu, sudah nyebar di sosmed juga kan. Kami sempat kaget ada apa dengan sekolah kami. Ada sekitar 15 orang yang masuk ke sini, mereka diamankan polisi," tutur Wiwin.

Moeldoko mengatakan, dirinya telah menyampaikan pesan kepada Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Idham Azis untuk segera mendalami motif di balik kehadiran pemuda tersebut.

"Saya tadi sudah sampaikan kepada Bapak Kabareskrim untuk segera didalami, ada apa ini," ungkap Moeldoko.

Sebelumnya, polisi mengamankan ratusan anak muda di tengah peringatan May Day di Bandung.

Kelompok yang mengenakan busana serba hitam itu ditangkap di sekitar Jalan Bagus Rangin, Jalan Singa Perbangsa dan Jalan Dipatiukur, setelah polisi mendapat laporan dari warga adanya keributan kawasan tersebut.

Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP Mochamad Rifai menuturkan, kelompok pemuda itu diamankan lantaran melakukan aksi vandalisme dan perusakan fasilitas publik di kawasan Gedung Sate dan Dipatiukur.

Hal itu terungkap saat polisi menemukan sejumlah senjata tajam, cat semprot, double stick, dan minuman beralkohol.

Polri menyelidiki dalang hingga pemberi dana kelompok Anarko Sindikalisme yang muncul pada peringatan Hari Buruh atau May Day di beberapa kota.

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal mengatakan, pihaknya akan menindak tegas kelompok tersebut jika terbukti melanggar hukum.

"Untuk proses ini, Polda Jabar, Polrestabes Bandung sedang melakukan penyelidikan. Tapi prinsipnya kalau ada bukti melakukan perbuatan di luar hukum, kami akan proses secara tegas agar ada efek deterent," kata Iqbal saat ditemui di Ruang Perjamuan Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (2/5/2019).

Kelompok tersebut membuat rusuh saat peringatan Hari Buruh atau May Day di Bandung, pada Rabu (1/5/2019) dan juga di Kota Makassar serta Malang.

Kelompok massa baju hitam yang diamankan polisi Rabu (1/5/2019) kemarin dibawa ke Mako Brimob Polda Jabar untuk diperiksa lanjutan.

Namun usai 24 jam, sebagian besar dari mereka telah dipulangkan. Namun ada tiga orang yang masih diperiksa intensif.

Kapolrestabes Bandung Kombes Irman Sugema mengatakan, kelompok yang identik dengan baju serba hitam ini dibawa ke Mako Brimob Polda Jabar untuk diidentifikasi, didata sekaligus diinterogasi awal.

“Setelah 24 jam kita punya hak melakukan pemeriksaan awal, maka mayoritas dari mereka belum ditemukan cukup bukti atas perbuatan perusakan dan lainnya,” kata irman di Mapolrestabes Bandung, Kamis (2/5/2019).

Berdasarkan catatan, ada sekitar 619 orang yang diamankan, dengan rincian 605 pria dan 14 wanita. Dari jumlah itu, 293 orang di antaranya berusia di bawah umur. Saat ini, mayoritas dari mereka telah dipulangkan.

Jembatan Majapahit Kota Malang terlihat ramai, Kamis (2/5/2019). Jembatan itu melintang di atas Sungai Brantas dan menjadi akses dari Bundaran Tugu menuju kawasan Kayu Tangan.

Jembatan tersebut banyak diperbincangkan karena dijadikan sasaran vandalisme oleh sekelompok massa baju hitam pada saat bersamaan dengan aksi May Day atau Hari Buruh Sedunia di Bundaran Tugu, Rabu (1/5/2019).

Padahal, Pemerintah Kota Malang telah menetapkan jembatan tersebut sebagai bagian dari struktur cagar budaya yang ada di Kota Malang.

Jembatan tersebut dibangun pada 1910 oleh Belanda untuk menghubungkan kawasan yang dipisah oleh Sungai Brantas.

"Belanda membangunnya sekitar tahun 1910. Ini sangat bersejarah. Struktur ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui SK Wali Kota tahun 2018," kata Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TABC) Kota Malang, Agung Buana.

Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TABC) Kota Malang, Agung Buana, mendesak polisi menangkap pelaku vandalisme Jembatan Majapahit.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebut aksi dari kelompok remaja "baju hitam" tak punya relevansi dilakukan di Indonesia.

Dirinya mengamati, secara sejarah gerakan itu merupakan bentuk perlawanan terhadap negara fasis.

Menurut Ridwan, tindakan itu tak punya benang merah untuk dilakukan di negara demokrasi seperti Indonesia.

"Kalau kita lihat sejarah gerakan ini kan melawan pemerintah yang fasis, kan istilahnya begitu. Seperti di Spanyol mungkin, dulu mah kan jelas diktator. Sekarang mah kan demokratis, pemimpinnya dipilih, oleh dirinya, oleh rakyat, gitu. Sehingga tidak menemukan relevansinya," ucap Emil, sapaan akrabnya, saat ditemui di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kamis (2/5/2019).

Sumber: KOMPAS.com (Dendi Ramdhani, Andi Hartik, Agie Permadi, Rindi Nuris Velarosdela, Devina Halim)

https://regional.kompas.com/read/2019/05/03/12025721/7-fakta-aksi-kelompok-baju-hitam-tinggalkan-trauma-siswa-slb-hingga-polisi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke